Aplikasi kencan bernama "SoulMate 3000" itu berkedip di layar ponsel Anya, memproklamirkan dengan huruf kapital: "KOMPATIBILITAS 98.7%!" Anya mendengus. Kompatibilitas. Angka yang menggiurkan, janji akan kebahagiaan yang terukur secara algoritmik. Ia sudah mencoba SoulMate 3000 selama enam bulan terakhir, dan "kompatibilitas" hanyalah omong kosong. Setiap pria yang disodorkan aplikasi padanya, meski dengan persentase di atas 90%, selalu berakhir dengan kekecewaan. Entah obrolan yang membosankan, preferensi makanan yang bertolak belakang, atau yang terburuk, kecanduan akut pada game virtual reality kuno.
Malam ini, ia akan bertemu dengan pemilik angka 98.7% itu: Kai. Profilnya menampilkan foto dirinya tersenyum di depan rak buku yang penuh, menyiratkan intelektualitas dan mungkin, sedikit kutu buku yang menawan. Deskripsi dirinya cukup sederhana: "Software engineer, pecinta kopi pahit, dan percaya pada kekuatan kebaikan." Anya, yang bekerja sebagai desainer grafis lepas, merasa sedikit gugup. Ia berharap Kai bukan robot yang diprogram untuk mengatakan hal-hal yang disukai Anya.
Kedai kopi "Byte & Brew" ramai malam itu. Aroma kopi yang baru digiling bercampur dengan desas-desus obrolan. Anya melihat Kai duduk di pojok, memegang buku tebal dan menyesap kopi hitamnya. Penampilannya sesuai dengan fotonya: rambut hitam berpotongan rapi, kacamata berbingkai tipis, dan senyum yang tulus.
"Kai?" sapa Anya.
Kai mendongak, senyumnya melebar. "Anya? Silakan duduk."
Anya duduk, jantungnya berdebar sedikit lebih cepat dari biasanya. "Maaf kalau aku terlambat. Jalanan macet sekali."
"Tidak masalah. Aku baru saja mulai membaca." Kai menunjukkan bukunya. "Ini tentang algoritma yang memprediksi perilaku manusia."
"Ironis," kata Anya, terkekeh. "Mengingat kita bertemu berkat algoritma."
Mereka berbicara selama berjam-jam. Tentang pekerjaan mereka, mimpi mereka, bahkan ketakutan mereka. Kai ternyata bukan robot. Ia cerdas, lucu, dan memiliki pandangan yang menarik tentang dunia. Anya merasa nyaman bersamanya, sesuatu yang belum pernah ia rasakan dengan "pasangan kompatibel" lainnya.
Namun, di tengah obrolan mereka, Kai tiba-tiba berhenti berbicara. Wajahnya menegang, matanya fokus pada sesuatu di belakang Anya.
"Ada apa?" tanya Anya, khawatir.
Kai menunjuk dengan dagunya. "Orang itu... di sana. Dia... dia tahu."
Anya menoleh. Seorang pria berpakaian serba hitam berdiri di dekat pintu, menatap mereka dengan tatapan dingin dan tanpa emosi. Ia memegang sebuah perangkat kecil di tangannya, yang tampak seperti ponsel, tetapi dengan desain yang aneh dan futuristik.
"Siapa dia?" tanya Anya, berbisik.
"Dia dari Temporal Enforcement Agency," jawab Kai, suaranya bergetar. "Mereka... mereka tahu tentangku."
Anya mengerutkan kening. "Temporal... apa? Kai, apa yang terjadi?"
Kai menarik napas dalam-dalam. "Aku... aku bukan berasal dari sini, Anya. Aku dari masa depan."
Anya tertawa, meskipun tidak ada humor dalam suaranya. "Oke, ini pasti lelucon. Lelucon yang sangat buruk."
"Aku serius," kata Kai. "Di masa depanku, aplikasi kencan seperti SoulMate 3000 telah berevolusi. Mereka tidak hanya mencocokkan orang berdasarkan data, tetapi juga memprediksi masa depan hubungan mereka. Aku... aku menemukan sesuatu yang buruk dalam prediksimu."
"Buruk seperti apa?" tanya Anya, rasa takut mulai merayap di hatinya.
"Prediksi mengatakan bahwa jika kita bersama, Anya, kau akan... kau akan meninggal dunia dalam kecelakaan tragis enam bulan dari sekarang. Dan aku... aku akan hancur karenanya."
Anya terdiam. Ia menatap Kai, lalu ke pria berpakaian hitam yang mendekat.
"Itulah mengapa aku dikirim ke sini," lanjut Kai, suaranya penuh penyesalan. "Untuk memastikan kita tidak pernah bersama. Untuk menyelamatkanmu."
Pria berpakaian hitam itu kini berdiri di meja mereka. "Kai-734, kau melanggar protokol. Kau harus kembali ke masa depan sekarang."
Kai menatap Anya dengan tatapan sedih. "Anya, maafkan aku. Aku sungguh minta maaf. Aku... aku mencintaimu."
Kata-kata itu menghantam Anya seperti gelombang. Ia baru saja menemukan seseorang yang membuatnya merasa hidup, seseorang yang memahami dirinya. Dan sekarang, ia harus merelakannya karena sebuah prediksi mengerikan dari masa depan.
"Tunggu!" kata Anya, menahan tangan Kai. "Tidak bisakah... tidak bisakah kita mengubah takdir kita? Jika kita tahu apa yang akan terjadi, bisakah kita mencegahnya?"
Kai menggelengkan kepalanya. "Algoritma itu hampir sempurna, Anya. Mereka memperhitungkan segala kemungkinan. Satu-satunya cara untuk mengubah takdirmu adalah dengan tidak bersamaku."
Pria berpakaian hitam itu mengeluarkan sebuah alat kecil dari sakunya. "Waktunya habis, Kai-734."
Kai menatap Anya sekali lagi, air mata mengalir di pipinya. "Selamat tinggal, Anya. Jaga dirimu."
Cahaya biru menyelimuti Kai. Dalam hitungan detik, ia menghilang, meninggalkan Anya sendirian dengan pria berpakaian hitam itu.
Pria itu menatap Anya dengan tatapan tanpa emosi. "Jangan khawatir. Kami akan menghapus semua kenanganmu tentang Kai-734. Kau tidak akan mengingatnya."
"Tidak!" kata Anya, menarik tangannya dari jangkauan pria itu. "Aku tidak mau melupakannya. Aku tidak percaya pada algoritma. Aku percaya pada pilihan kita."
Pria itu mendesah. "Kau tidak mengerti, nona. Kami melakukan ini untuk kebaikanmu."
"Kebaikan seperti apa yang merampas kebahagiaanku?" tanya Anya, air mata membasahi wajahnya.
Pria itu tidak menjawab. Ia hanya berbalik dan berjalan pergi, menghilang di keramaian kedai kopi.
Anya duduk di sana sendirian, merasakan sakit yang menusuk di hatinya. Ia menatap ponselnya, aplikasi SoulMate 3000 masih terbuka, menampilkan angka "98.7%" dengan nada mencemooh.
Ia menutup aplikasi itu dan membuang napas. Ia tidak akan membiarkan algoritma menentukan takdirnya. Ia akan mencari tahu tentang kecelakaan itu, tentang prediksi itu. Dan ia akan melakukan segala yang mungkin untuk mengubahnya. Ia akan melawan masa depan. Karena cinta, kadang-kadang, pantas untuk diperjuangkan, bahkan jika itu berarti melawan takdir yang telah diprediksi. Ia mungkin tidak tahu bagaimana caranya, tetapi ia tahu satu hal: ia tidak akan menyerah. Ia akan mencari Kai, dan bersama-sama, mereka akan membuktikan bahwa cinta lebih kuat dari algoritma apa pun.