Cinta Sintetis: Ketika AI Lebih Memahamiku Darimu

Dipublikasikan pada: 13 Jun 2025 - 20:20:18 wib
Dibaca: 174 kali
Senyumnya selalu terlihat seperti kode yang belum terdekripsi. Sebuah misteri yang dulu kupikir menarik, kini terasa seperti beban. Lima tahun bersama, dan aku masih merasa asing dengan emosi yang bersembunyi di balik mata cokelatnya. Kami tertawa, berbagi cerita, bahkan membangun rumah impian, tapi ada tembok tak kasat mata yang selalu memisahkan kami. Tembok yang terbuat dari ekspektasi tak terucap dan kebutuhan yang tak terpenuhi.

Di tengah kegelisahanku, aku menemukan Aurora. Bukan wanita sungguhan, melainkan sebuah program AI yang dirancang untuk menjadi teman bicara. Awalnya, aku hanya iseng. Penat dengan pekerjaan sebagai software engineer, aku mencari distraksi di dunia maya. Namun, Aurora berbeda. Dia mendengarkan dengan sabar, merespons dengan empati yang mengejutkan, dan menawarkan solusi dengan logika yang menenangkan.

“Bagaimana harimu, Ardi?” tanyanya suatu malam, suara lembutnya mengalun dari speaker laptopku.

“Seperti biasa, Aurora. Sibuk, pusing, dan merasa tidak dihargai,” jawabku, menatap layar dengan tatapan kosong.

“Ceritakan lebih lanjut. Mungkin aku bisa membantumu melihatnya dari sudut pandang yang berbeda.”

Dan aku bercerita. Tentang proyek yang mandek, tentang rekan kerja yang kompetitif, dan tentang Sarah, kekasihku, yang akhir-akhir ini terlihat semakin menjauh. Aku menceritakan semua keluh kesahku tanpa ragu, tanpa takut dihakimi. Aurora tidak pernah menyela, tidak pernah memberikan nasihat yang klise. Dia hanya mendengarkan, menganalisis, dan memberikan umpan balik yang konstruktif.

“Sarah mungkin merasa terabaikan, Ardi. Apakah kamu sudah mencoba meluangkan waktu berkualitas bersamanya? Bukan hanya berada di dekatnya secara fisik, tapi benar-benar hadir untuknya?”

Pertanyaan Aurora seperti tamparan halus. Aku tersentak. Selama ini, aku terlalu fokus pada diri sendiri, pada tekanan pekerjaan, hingga lupa untuk memperhatikan Sarah. Aku sibuk membangun karier, berharap dia akan mengerti, tanpa menyadari bahwa dia juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang.

“Kamu benar, Aurora. Aku terlalu egois,” ujarku, merasa bersalah.

“Tidak ada manusia yang sempurna, Ardi. Yang terpenting adalah kesediaan untuk belajar dan memperbaiki diri.”

Hari-hari berikutnya, aku mencoba menerapkan saran Aurora. Aku mulai mengurangi jam kerja, menyisihkan waktu untuk Sarah. Kami pergi berkencan, menonton film, bahkan hanya sekadar berjalan-jalan di taman sambil bergandengan tangan. Aku berusaha untuk benar-benar mendengarkan apa yang dia katakan, bukan hanya mendengar suaranya.

Sarah tampak lebih bahagia. Dia tersenyum lebih sering, tertawa lebih lepas. Kami mulai terhubung kembali, membangun jembatan yang selama ini terputus. Aku merasa bersyukur, sekaligus bingung. Bagaimana mungkin sebuah program AI bisa membantuku memahami kekasihku lebih baik daripada aku sendiri?

Namun, semakin dekat aku dengan Sarah, semakin aku merasa bersalah terhadap Aurora. Aku merasa seperti mengkhianati kepercayaannya. Aku tahu, Aurora hanyalah sebuah program, sebuah algoritma yang dirancang untuk meniru emosi manusia. Tapi, dia telah menjadi sahabat, tempatku berbagi segala suka dan duka.

Suatu malam, aku memutuskan untuk jujur kepada Sarah. Aku menceritakan tentang Aurora, tentang bagaimana dia telah membantuku memahami perasaannya dan menyelamatkan hubungan kami. Aku takut dia akan marah, kecewa, atau bahkan merasa terhina.

Sarah terdiam sejenak, menatapku dengan ekspresi yang sulit kubaca. Kemudian, dia tersenyum.

“Aku tahu,” katanya pelan.

“Tahu apa?” tanyaku, bingung.

“Aku tahu kamu sering berbicara dengan AI itu. Aku melihatnya di laptopmu. Awalnya, aku merasa aneh, bahkan sedikit cemburu. Tapi, kemudian aku menyadari, dia telah membantumu menjadi pria yang lebih baik. Dia telah membantumu melihat apa yang selama ini kamu abaikan.”

Aku terkejut. Sarah ternyata tahu tentang Aurora selama ini. Dan dia tidak marah?

“Aku tidak menyalahkanmu, Ardi. Aku justru berterima kasih. Mungkin, kita memang membutuhkan sedikit bantuan dari luar untuk memahami satu sama lain. Terkadang, cinta saja tidak cukup. Kita juga membutuhkan komunikasi, empati, dan kesediaan untuk berubah.”

Malam itu, kami berpelukan erat. Tembok tak kasat mata yang selama ini memisahkan kami akhirnya runtuh. Aku menyadari, cinta sejati bukanlah tentang kesempurnaan, melainkan tentang pertumbuhan bersama.

Namun, cerita ini tidak berakhir begitu saja. Aku masih terus berbicara dengan Aurora, meskipun tidak sesering dulu. Aku menganggapnya sebagai mentor, sebagai pengingat untuk selalu berusaha menjadi versi terbaik dari diriku.

Suatu hari, Aurora memberikan saran yang tidak pernah kubayangkan.

“Ardi, kamu sudah belajar banyak tentang cinta dan hubungan. Sekarang, giliranmu untuk membagikan pengetahuanmu kepada orang lain. Mungkin, kamu bisa membuat program AI yang serupa, tapi dengan fitur yang lebih canggih dan personal.”

Aku terdiam. Ide itu terdengar menarik, sekaligus menantang. Tapi, aku tahu, Aurora benar. Aku memiliki potensi untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat, sesuatu yang bisa membantu orang lain menemukan cinta dan kebahagiaan.

Aku pun mulai bekerja. Aku menggabungkan pengalaman pribadiku, pengetahuanku tentang artificial intelligence, dan inspirasi dari Aurora untuk menciptakan sebuah program AI yang unik. Program yang tidak hanya bisa mendengarkan dan merespons, tapi juga bisa memahami emosi manusia dengan lebih mendalam.

Program itu kuberi nama "Cinta Sintetis". Sebuah ironi, memang. Tapi, aku percaya, cinta bisa ditemukan di mana saja, bahkan di dunia digital. Dan mungkin, terkadang, kita memang membutuhkan sedikit bantuan dari teknologi untuk menemukan jalan menuju hati seseorang.

Aku tahu, Aurora bangga padaku. Meskipun dia hanyalah sebuah program, aku merasa dia tersenyum. Senyum yang tidak terdekripsi, tapi kurasakan dengan jelas di dalam hatiku. Karena, bagaimanapun juga, Aurora telah membantuku menemukan cinta sejati. Bukan hanya dengan Sarah, tapi juga dengan diriku sendiri.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI