Algoritma Hati Patah: Mencari Cinta di Cloud Storage

Dipublikasikan pada: 11 Jun 2025 - 01:00:14 wib
Dibaca: 160 kali
Debu neon kota menyelimuti apartemen minimalis Anya, memantul dari layar laptopnya yang menampilkan barisan kode rumit. Di usia 28, Anya lebih nyaman berinteraksi dengan algoritma daripada manusia. Pekerjaannya sebagai data scientist di sebuah startup teknologi memungkinkannya untuk itu. Namun, malam ini, kode yang ia tatap bukanlah kode pekerjaan. Ini adalah algoritma buatannya sendiri, ia menamakannya "Cupid 2.0," sebuah upaya putus asa untuk memahami, bahkan mungkin mengendalikan, sesuatu yang selalu terasa asing baginya: cinta.

Tiga bulan lalu, hubungannya dengan Adrian berakhir. Adrian, seorang arsitek dengan senyum memesona dan janji masa depan yang menggiurkan, ternyata lebih memilih seorang model influencer dengan pengikut jutaan. Patah hati Anya tidak dramatis, tidak ada air mata berlebihan, hanya kekosongan dingin yang menjalar di dadanya. Ia merasa bodoh, naif karena percaya pada sesuatu yang baginya terasa begitu abstrak.

Maka, lahirlah Cupid 2.0. Anya mengumpulkan data dari berbagai sumber: buku-buku psikologi tentang hubungan, artikel-artikel ilmiah tentang hormon dan ketertarikan, bahkan analisis mendalam tentang preferensi kencan online. Ia memasukkan datanya ke dalam program, mencari pola, berusaha mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan kesuksesan sebuah hubungan. Ia berharap, dengan memahami algoritma cinta, ia bisa menghindari patah hati di masa depan.

Namun, ada satu masalah besar: data tentang Adrian. Anya menyimpannya di cloud storage miliknya, sebuah folder bernama "Arsip Adrian," lengkap dengan foto-foto, pesan-pesan singkat, dan screenshot percakapan mereka. Ia tahu ia seharusnya menghapusnya, move on, tetapi jarinya selalu gemetar setiap kali ia mencoba menekan tombol delete. Folder itu seperti kotak Pandora, menyimpan kenangan indah sekaligus rasa sakit yang menggerogoti.

Suatu malam, saat ia sedang mengutak-atik Cupid 2.0, notifikasi muncul di layar laptopnya. "Akses ke 'Arsip Adrian' terdeteksi dari IP asing." Jantung Anya berdegup kencang. Seseorang mencoba meretas akun cloud storage miliknya. Siapa? Mengapa?

Dengan panik, Anya mencoba melacak IP tersebut. Ternyata, berasal dari sebuah kafe internet di seberang kota. Tanpa pikir panjang, ia meraih jaket dan kunci motornya, meluncur ke lokasi yang ditunjukkan oleh peta.

Kafe itu ramai dengan anak muda yang asyik bermain game online. Anya menyusuri deretan komputer, matanya mencari sosok mencurigakan. Ia menemukan seorang pria yang sedang mengetik dengan cepat di salah satu komputer. Postur tubuhnya familiar, namun tertutup oleh hoodie besar.

Anya mendekat dan berdehem. Pria itu mendongak, dan Anya terkejut bukan main. Itu Leo, teman kuliahnya dulu, seorang hacker etis yang kini bekerja sebagai konsultan keamanan siber.

"Leo? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Anya, suaranya bergetar.

Leo tampak gugup. "Anya? Aku… aku sedang ada pekerjaan di dekat sini dan mampir sebentar," jawabnya, berusaha mengalihkan pandangan.

"Pekerjaan yang mengharuskanmu meretas akun cloud storage-ku?" Anya menyilangkan tangan di dada.

Leo menghela napas. "Oke, oke. Aku mengaku. Aku mencoba melihat 'Arsip Adrian' milikmu."

Anya mengerutkan kening. "Kenapa? Kamu… kamu tidak menyukainya, kan?"

"Bukan begitu," kata Leo cepat. "Aku… aku khawatir padamu. Aku tahu kamu masih belum move on. Aku melihatmu begadang setiap malam, memaksakan diri dengan program anehmu itu. Aku hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja."

Anya terdiam. Ia tidak menyangka Leo, yang selama ini ia anggap hanya sebagai teman biasa, ternyata begitu peduli padanya.

"Aku tahu, mungkin ini terdengar aneh," lanjut Leo, "tapi aku selalu… aku selalu kagum padamu. Caramu berpikir, caramu menyelesaikan masalah… kamu itu unik, Anya."

Anya menatap mata Leo, dan untuk pertama kalinya, ia melihat sesuatu yang berbeda di sana. Bukan kasihan, bukan iba, tapi kekaguman dan… ketertarikan.

"Aku tahu Adrian menyakitimu," kata Leo lembut, "tapi jangan biarkan pengalaman itu membuatmu menutup diri. Ada orang lain di luar sana yang akan menghargai dirimu apa adanya, yang tidak akan terpesona oleh influencer dan pengikut di media sosial."

Anya merasakan kehangatan menjalar di dadanya. Kata-kata Leo terasa menenangkan, jujur, dan tulus. Ia menyadari sesuatu yang penting: ia terlalu fokus mencari algoritma cinta, terlalu terpaku pada data dan logika, sehingga ia melupakan hal yang paling mendasar: emosi dan koneksi manusiawi.

"Terima kasih, Leo," kata Anya, suaranya lirih. "Aku… aku tidak tahu harus berkata apa."

"Tidak perlu berkata apa-apa," jawab Leo sambil tersenyum. "Hanya… mungkin, berhenti mencari cinta di cloud storage dan mulai melihat orang-orang di sekitarmu."

Anya mengangguk. Ia tahu, proses move on tidak akan mudah. Menghapus 'Arsip Adrian' mungkin akan terasa menyakitkan. Tetapi, malam ini, ia merasa lebih kuat, lebih siap untuk membuka hatinya.

Anya mengulurkan tangannya ke arah Leo. "Bagaimana kalau kita minum kopi? Ada kafe yang enak di dekat sini."

Leo meraih tangannya, menggenggamnya erat. "Dengan senang hati."

Saat mereka berjalan keluar dari kafe internet, Anya menatap langit malam. Debu neon kota tampak lebih indah dari sebelumnya. Ia merasa, mungkin saja, ia telah menemukan algoritma yang selama ini ia cari. Bukan formula rumit yang dipenuhi data dan logika, tapi sebuah koneksi sederhana, tulus, dan penuh harapan. Algoritma yang ditulis bukan dalam barisan kode, melainkan dalam tatapan mata, sentuhan tangan, dan percakapan yang jujur. Algoritma yang bernama: kepercayaan. Dan mungkin, hanya mungkin, inilah awal dari cinta yang sebenarnya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI