Di Balik Layar: Algoritma Menciptakan Cinta?

Dipublikasikan pada: 03 Jun 2025 - 20:00:14 wib
Dibaca: 168 kali
Debu-debu neon berpendar di wajah Anya, pantulan dari tiga layar besar yang mengelilinginya. Jari-jarinya menari di atas keyboard, kode-kode rumit mengalir secepat denyut jantungnya. Anya adalah seorang developer AI di Stellaris Tech, perusahaan rintisan yang sedang naik daun berkat aplikasi kencan revolusioner mereka, "Soulmate Algorithm". Ironisnya, di balik algoritma yang konon mampu menemukan cinta sejati itu, Anya sendiri masih bergelut dengan kesendirian.

"Anya, kopi?" sapa Leo, rekannya, membuyarkan konsentrasinya. Leo selalu muncul di saat yang tepat, dengan senyum teduh dan secangkir kopi panas.

"Makasih, Leo. Kamu penyelamatku," jawab Anya, meraih cangkir tersebut. "Bug di modul 'Emotional Resonance' lagi-lagi bikin pusing. Kenapa sih, manusia itu serumit ini?"

Leo terkekeh. "Itulah tantangannya, Anya. Mencoba memahami sesuatu yang pada dasarnya irasional. Tapi, bukankah justru itu yang membuat cinta menarik?"

Anya menghela napas. Ia tahu Leo benar. Algoritma yang ia rancang berupaya membaca pola perilaku, preferensi, bahkan gelombang otak untuk menemukan kecocokan. Namun, cinta bukan sekadar kecocokan di atas kertas, bukan sekadar data yang bisa diproses. Ada faktor X yang tak terdefinisikan, yang mungkin tak akan pernah bisa dipahami oleh mesin.

"Ngomong-ngomong, kamu sudah coba 'Soulmate Algorithm'?" tanya Leo, sedikit menggoda.

Anya menggeleng. "Belum. Aku sibuk memperbaikinya, mana sempat mencari cinta?"

"Sayang sekali. Siapa tahu, algoritma itu bisa menemukan seseorang yang istimewa untukmu," kata Leo, matanya menatap Anya dengan intensitas yang membuat jantungnya berdegup lebih kencang.

Anya mengalihkan pandangannya, gugup. Leo memang baik, perhatian, dan tampan. Tapi, ia selalu menganggapnya sebagai teman, rekan kerja. Terlalu nyaman untuk membayangkan sesuatu yang lebih.

Malam itu, setelah menyelesaikan pekerjaannya, Anya memutuskan untuk akhirnya mencoba "Soulmate Algorithm". Ia memasukkan data dirinya, menjawab pertanyaan-pertanyaan konyol, mengunggah foto terbaiknya. Algoritma bekerja, memproses informasi, dan tak lama kemudian, muncul daftar nama dengan persentase kecocokan.

Di urutan pertama, dengan persentase kecocokan 98%, tertulis nama… Leo Andromeda.

Anya terkejut. Algoritma yang ia rancang sendiri, algoritma yang seharusnya objektif dan tanpa bias, justru menunjukkan Leo sebagai pasangan idealnya. Ia merasa aneh, seolah ada yang salah. Apakah ini hanya kebetulan? Atau algoritma itu sebenarnya tahu sesuatu yang ia sendiri tidak sadari?

Keesokan harinya, Anya bersikap canggung di dekat Leo. Ia mencoba bersikap biasa, tapi hatinya berdebar-debar setiap kali Leo menatapnya. Ia terus memikirkan hasil dari "Soulmate Algorithm".

"Ada apa, Anya? Kamu kelihatan aneh hari ini," tanya Leo, memperhatikan perubahan sikap Anya.

Anya menarik napas dalam-dalam. "Aku… aku mencoba 'Soulmate Algorithm' semalam," ucapnya, ragu-ragu.

Leo mengangkat alisnya, penasaran. "Lalu?"

"Hasilnya… kamu ada di urutan pertama. Dengan persentase kecocokan tertinggi," kata Anya, menunduk.

Leo terdiam sejenak, lalu tersenyum. "Benarkah? Menarik."

"Apa maksudmu?" tanya Anya, bingung.

"Maksudku, mungkin algoritmaku tidak sepenuhnya salah. Selama ini, aku memang menyimpan perasaan padamu, Anya. Aku hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkannya," jawab Leo, suaranya lembut dan tulus.

Anya terpana. Ia tidak menyangka Leo memendam perasaan yang sama. Selama ini, ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya, terlalu fokus pada algoritma, sehingga ia tidak menyadari sinyal-sinyal yang diberikan Leo.

"Aku… aku tidak tahu harus berkata apa," ucap Anya, masih terkejut.

"Tidak perlu berkata apa-apa. Hanya perlu memberi kesempatan," kata Leo, meraih tangannya. "Biarkan kita mencari tahu, apakah algoritma itu benar atau salah. Biarkan kita menciptakan cinta kita sendiri."

Anya menatap mata Leo, melihat ketulusan dan harapan di sana. Ia menggenggam tangan Leo erat-erat, merasakan kehangatan menjalar ke seluruh tubuhnya. Mungkin, algoritma itu tidak menciptakan cinta, tapi algoritma itu membuka matanya. Algoritma itu memberinya keberanian untuk melihat apa yang selama ini ada di depan matanya.

Mereka mulai berkencan, mencoba mengenal satu sama lain lebih dalam. Mereka berbagi cerita, tawa, dan mimpi. Anya menyadari bahwa Leo adalah sosok yang istimewa, seseorang yang memahami dirinya, yang membuatnya merasa nyaman dan bahagia.

Namun, di balik kebahagiaan itu, Anya masih merasa sedikit ganjil. Ia bertanya-tanya, apakah cintanya pada Leo benar-benar tulus, atau hanya hasil manipulasi algoritma? Apakah ia mencintai Leo karena ia memang mencintainya, atau karena algoritma mengatakan bahwa mereka cocok?

Suatu malam, Anya menceritakan keraguannya pada Leo.

"Aku takut, Leo. Aku takut cintaku padamu tidak nyata. Aku takut aku hanya mencintaimu karena algoritma itu," ucap Anya, air mata mulai mengalir di pipinya.

Leo memeluk Anya erat-erat. "Anya, jangan menyalahkan dirimu sendiri. Algoritma itu hanyalah alat, sebuah petunjuk. Yang terpenting adalah apa yang kita rasakan di dalam hati. Apakah kamu bahagia bersamaku? Apakah kamu merasa nyaman di dekatku? Apakah kamu bisa membayangkan masa depan bersamaku?"

Anya mengangguk, air matanya semakin deras. "Iya, Leo. Aku bahagia bersamamu. Aku merasa nyaman di dekatmu. Aku bisa membayangkan masa depan bersamamu."

"Kalau begitu, jangan ragu lagi. Cinta kita nyata, Anya. Cinta kita bukan diciptakan oleh algoritma, tapi oleh kita sendiri," kata Leo, menghapus air mata Anya dengan lembut.

Anya memejamkan mata, merasakan kehangatan pelukan Leo. Ia tahu Leo benar. Cinta bukan hanya tentang algoritma, bukan hanya tentang kecocokan di atas kertas. Cinta adalah tentang perasaan, tentang kebersamaan, tentang pilihan. Ia memilih untuk mencintai Leo, bukan karena algoritma, tapi karena hatinya.

Anya tersenyum, merasa lega. Ia membalas pelukan Leo erat-erat. Ia tahu, perjalanan cinta mereka baru saja dimulai. Dan di balik layar algoritma yang rumit, mereka akan menciptakan kisah cinta mereka sendiri, sebuah kisah yang tulus, nyata, dan abadi. Algoritma mungkin membantu mereka menemukan satu sama lain, tapi merekalah yang akan membangun jembatan cinta, selangkah demi selangkah, dengan hati yang terbuka dan tulus.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI