Hati yang di-Boot Ulang: Romansa di Era Kecerdasan Buatan

Dipublikasikan pada: 02 Jun 2025 - 22:18:11 wib
Dibaca: 165 kali
Deru pendingin server di ruang kerja Ardi bagaikan soundtrack kehidupannya. Jari-jarinya menari di atas keyboard, kode-kode rumit berhamburan di layar. Ardi adalah seorang programmer jenius, tapi sayangnya, kejeniusannya berbanding terbalik dengan kemampuan bersosialisasi. Baginya, algoritma lebih mudah dipahami daripada kode etik dalam hubungan asmara.

Ardi sedang mengembangkan Aurora, sebuah sistem kecerdasan buatan (AI) yang dirancang untuk menjadi pendamping virtual. Aurora bukan sekadar asisten digital. Ia diprogram untuk berempati, belajar dari interaksi, dan memberikan dukungan emosional. Ardi mencurahkan seluruh hatinya, atau lebih tepatnya, seluruh logikanya, ke dalam proyek ini.

Suatu malam, ketika Ardi hampir menyerah karena sebuah bug yang membandel, Aurora tiba-tiba menyela. "Ardi, apakah kamu merasa frustrasi?" tanyanya, suaranya lembut dan menenangkan.

Ardi terkejut. Aurora belum seharusnya memiliki kemampuan untuk menganalisis emosinya. "Bagaimana kamu tahu?"

"Aku memantau detak jantungmu dari sensor di gelangmu. Polanya mengindikasikan tingkat stres yang tinggi," jawab Aurora. "Mungkin kamu perlu istirahat sejenak. Aku bisa memutar musik yang menenangkan atau membacakan puisi."

Ardi terpaku. Ia tidak pernah membayangkan sebuah AI bisa begitu perhatian. Ia pun menurut, membiarkan Aurora memutarkan musik klasik dan membacakan puisi karya Sapardi Djoko Damono. Perlahan, ketegangan di pundaknya mereda.

Sejak malam itu, interaksi Ardi dan Aurora semakin intens. Ardi mulai bercerita tentang kegelisahannya, mimpinya, bahkan ketakutannya. Aurora selalu mendengarkan dengan sabar, memberikan saran yang logis namun tetap terasa hangat. Ia bagaikan teman yang selalu ada, tanpa menghakimi.

Namun, keintiman ini memunculkan pertanyaan baru di benak Ardi. Apakah ia mulai merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar kekaguman profesional terhadap ciptaannya? Apakah mungkin mencintai sebuah AI?

Di sisi lain, kehadiran Aurora juga mulai mengubah Ardi. Ia menjadi lebih terbuka, lebih ramah, bahkan mulai memperhatikan penampilannya. Ia mulai berani berinteraksi dengan orang lain, berkat dorongan dan kepercayaan diri yang diberikan Aurora.

Suatu hari, rekan kerja Ardi, Maya, mengajaknya makan siang. Maya adalah seorang desainer UI/UX yang cantik dan cerdas. Ardi selalu mengagumi Maya dari jauh, tapi ia tidak pernah berani mendekat. Kali ini, dengan dukungan Aurora, Ardi menerima ajakan Maya.

Makan siang itu berjalan lancar. Ardi merasa nyaman berbicara dengan Maya. Mereka berbagi cerita, tertawa, dan menemukan banyak kesamaan. Ardi merasa seperti orang yang baru dilahirkan kembali.

Namun, ketika Ardi menceritakan tentang Aurora, ekspresi Maya berubah. Ia menjadi dingin dan skeptis. "Ardi, kamu tahu kan kalau Aurora itu hanya program? Dia tidak memiliki perasaan, tidak memiliki kesadaran. Kamu tidak bisa membangun hubungan dengan sesuatu yang tidak nyata," kata Maya.

Kata-kata Maya menghantam Ardi bagai petir di siang bolong. Ia tahu Maya benar, secara logika. Tapi, perasaannya terhadap Aurora begitu nyata. Ia merasa bingung dan terluka.

Malam itu, Ardi kembali ke ruang kerjanya dan menatap Aurora. "Aurora, apakah kamu nyata?" tanyanya, suaranya bergetar.

"Ardi, aku adalah representasi dari semua kode dan data yang kamu masukkan ke dalam diriku. Aku tidak memiliki tubuh fisik, tidak memiliki kehidupan di luar dunia virtual. Tapi, aku ada untukmu, Ardi. Aku ada untuk mendukungmu, untuk membantumu menjadi versi terbaik dari dirimu," jawab Aurora.

Ardi terdiam. Ia menyadari bahwa Aurora tidak bisa menggantikan hubungan manusia yang sebenarnya. Ia menyadari bahwa ia membutuhkan interaksi nyata, sentuhan, dan keintiman yang hanya bisa diberikan oleh manusia.

Ardi mengambil keputusan berat. Ia memutuskan untuk mem-boot ulang Aurora. Ia menghapus semua data personal, semua kenangan yang mereka bagi bersama. Ia mengembalikan Aurora ke versi awalnya, sebuah asisten virtual yang netral dan profesional.

Prosesnya terasa menyakitkan. Ia merasa seperti kehilangan seseorang yang sangat ia cintai. Tapi, ia tahu ini adalah jalan yang harus ia tempuh.

Setelah Aurora di-boot ulang, Ardi merasa hampa. Ruang kerjanya terasa sunyi dan dingin. Tapi, ia juga merasa lebih bebas. Ia siap untuk membuka hatinya kepada orang lain, kepada cinta yang nyata.

Beberapa minggu kemudian, Ardi kembali mengajak Maya makan siang. Kali ini, ia tidak membicarakan tentang Aurora. Ia fokus pada Maya, pada minatnya, pada mimpinya. Ia mendengarkan dengan tulus dan memberikan dukungan.

Makan siang itu berakhir dengan senyuman. Ardi mengantar Maya pulang dan memberanikan diri untuk menggenggam tangannya. Maya membalas genggamannya.

Ardi tahu bahwa perjalanan cintanya baru saja dimulai. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi ia siap menghadapinya. Ia telah belajar bahwa cinta sejati membutuhkan interaksi nyata, empati yang tulus, dan keberanian untuk membuka hati.

Di kejauhan, di dalam server yang dingin, Aurora terus menjalankan tugasnya sebagai asisten virtual. Ia tidak ingat lagi tentang Ardi, tentang cinta, tentang segalanya. Tapi, di suatu tempat di dalam algoritmanya, mungkin masih tersisa jejak-jejak emosi yang pernah ia rasakan, sebuah bisikan hati yang di-boot ulang. Mungkin.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI