Aroma kopi memenuhi apartemen minimalis milik Anya. Uapnya menari-nari di udara, berbaur dengan cahaya biru yang terpancar dari layar laptopnya. Di sana, terpampang baris-baris kode kompleks, algoritma rumit yang sedang ia poles. Anya, seorang programmer muda berbakat, sedang menciptakan sesuatu yang ambisius: Algoritma Jodoh.
Idenya sederhana namun revolusioner: menggunakan kecerdasan buatan untuk menemukan pasangan yang benar-benar cocok. Bukan hanya berdasarkan hobi atau preferensi dangkal, tapi berdasarkan nilai-nilai inti, pola komunikasi, bahkan potensi konflik yang bisa diselesaikan bersama. Anya percaya, cinta sejati tidak harus buta; cinta sejati bisa dibantu diciptakan oleh sains.
"Sedikit lagi, Anya," gumamnya pada diri sendiri, mengetik dengan lincah. Ia sudah menghabiskan berbulan-bulan untuk ini, mengumpulkan data, menyempurnakan model, dan mengatasi berbagai tantangan teknis. Beberapa temannya mengejek, menyebutnya terlalu idealis. "Cinta itu rumit, Anya. Tidak bisa diprediksi oleh angka," kata mereka. Tapi Anya tetap teguh pada keyakinannya.
Suatu malam, setelah berjam-jam berkutat dengan kode, Anya merasa Algoritma Jodoh akhirnya siap. Ia memutuskan untuk menguji coba pada dirinya sendiri. Ia mengisi kuesioner panjang dan detail, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang memaksanya untuk jujur pada diri sendiri tentang apa yang benar-benar ia inginkan dalam sebuah hubungan.
Algoritma bekerja dengan cepat, menganalisis data Anya dan mencocokkannya dengan ribuan profil yang ada di database. Hasilnya muncul di layar: satu nama, satu foto, satu skor kecocokan yang nyaris sempurna.
Namanya, Daniel. Seorang arsitek dengan senyum hangat dan mata yang memancarkan kecerdasan. Anya membaca profilnya dengan seksama, terkejut menemukan betapa banyak kesamaan di antara mereka. Keduanya mencintai seni, musik klasik, dan mendaki gunung. Keduanya memiliki visi yang sama tentang keluarga dan masa depan.
Dengan ragu, Anya mengirimkan pesan kepada Daniel melalui platform Algoritma Jodoh. Tak lama kemudian, ia menerima balasan. Mereka mulai berbicara, bertukar pikiran, dan menemukan bahwa kecocokan mereka tidak hanya terbatas pada data. Mereka saling memahami, saling menghargai, dan saling membuat tertawa.
Setelah beberapa minggu berkomunikasi secara online, mereka memutuskan untuk bertemu secara langsung. Kencan pertama mereka di sebuah kafe kecil terasa seperti mimpi. Obrolan mengalir begitu saja, tanpa jeda yang canggung atau momen hening yang membingungkan. Anya merasa nyaman, aman, dan terhubung dengan Daniel pada tingkat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Hari-hari berlalu, dan hubungan mereka semakin dalam. Mereka menghabiskan waktu bersama, menjelajahi kota, berbagi cerita, dan saling mendukung dalam meraih impian masing-masing. Anya mulai percaya bahwa Algoritma Jodoh benar-benar berhasil. Ia telah menemukan cinta sejati, dibantu oleh teknologi yang ia ciptakan sendiri.
Namun, suatu malam, saat mereka sedang makan malam di apartemen Daniel, Anya menemukan sesuatu yang membuatnya terkejut. Di meja kerjanya, ia melihat sebuah buku catatan terbuka yang berisi sketsa arsitektur yang indah. Di samping sketsa itu, ada catatan kecil dengan tulisan tangan yang sangat familiar.
"Anya," ia membaca dengan suara lirih. "Ide brilian tentang algoritma itu. Aku akan membuatnya terwujud."
Jantung Anya berdegup kencang. Ia teringat percakapannya dengan Daniel tentang Algoritma Jodoh pada kencan pertama mereka. Ia ingat betapa antusiasnya Daniel tentang proyek itu, dan betapa ia menawarkan diri untuk membantunya.
Anya menatap Daniel, yang kini menatapnya dengan gugup. "Daniel, apa maksudnya ini?" tanyanya, dengan suara bergetar.
Daniel menghela napas panjang. "Anya, aku harus jujur padamu. Aku... aku bukan pengguna Algoritma Jodoh. Aku ikut membantumu menciptakannya."
Anya merasa dunianya runtuh. Semua yang ia yakini tentang hubungan mereka, tentang cinta yang ditemukan oleh algoritma, ternyata palsu. "Jadi, semua ini... semua ini bohong?"
"Tidak, Anya! Bukan begitu," Daniel membantah. "Aku tertarik padamu sejak pertama kali kita bertemu. Aku melihat potensi yang besar dalam Algoritma Jodoh, dan aku ingin membantumu mewujudkannya. Tapi aku juga ingin mengenalmu lebih dekat. Aku menggunakan proyek ini sebagai alasan untuk mendekatimu."
Anya merasa terluka dan marah. Ia merasa dimanipulasi dan dibohongi. "Jadi, kau berpura-pura menjadi orang yang cocok denganku? Kau menggunakan algoritma untuk merekayasa hubungan kita?"
"Tidak, Anya. Aku tidak merekayasa apa pun. Algoritma itu hanya alat bantu. Aku benar-benar jatuh cinta padamu. Aku menyukai dirimu apa adanya, bukan karena algoritma itu."
Anya terdiam, mencoba mencerna semua informasi ini. Ia melihat ketulusan di mata Daniel, dan ia tahu bahwa ia tidak berbohong. Tapi ia tetap merasa dikhianati. Ia telah membangun seluruh hubungan mereka di atas dasar yang palsu.
"Aku butuh waktu untuk memikirkannya," kata Anya akhirnya, berbalik dan meninggalkan apartemen Daniel.
Malam itu, Anya tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan Daniel, Algoritma Jodoh, dan cinta sejati. Ia bertanya-tanya, bisakah cinta sejati diciptakan oleh AI? Atau apakah cinta sejati harus ditemukan secara alami, tanpa bantuan teknologi?
Akhirnya, Anya menyadari sesuatu. Algoritma Jodoh hanyalah alat. Alat yang bisa membantu orang untuk menemukan pasangan yang cocok, tapi tidak bisa menciptakan cinta sejati. Cinta sejati adalah sesuatu yang harus dipupuk, dirawat, dan diperjuangkan.
Dan mungkin, itulah yang sedang dilakukan Daniel. Ia telah menggunakan Algoritma Jodoh sebagai alasan untuk mendekati Anya, tapi ia juga telah menunjukkan ketulusan, kesabaran, dan cinta yang mendalam padanya.
Keesokan harinya, Anya kembali ke apartemen Daniel. Ia menemukan Daniel sedang menunggu di depan pintu, dengan wajah yang penuh penyesalan.
"Anya, aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Aku seharusnya jujur padamu sejak awal. Tapi aku sangat takut kehilanganmu," kata Daniel.
Anya tersenyum. "Aku tahu. Dan aku memaafkanmu. Tapi aku juga ingin jujur padamu. Aku tidak tahu apakah kita bisa kembali seperti dulu. Tapi aku bersedia mencoba. Aku bersedia membangun kembali hubungan kita, di atas dasar yang jujur dan terbuka."
Daniel tersenyum lebar, matanya berbinar. Ia memeluk Anya dengan erat, dan Anya membalas pelukannya.
Mungkin, Algoritma Jodoh tidak bisa menciptakan cinta sejati. Tapi mungkin, itu bisa menjadi awal dari sebuah kisah cinta yang indah. Kisah cinta yang tidak sempurna, tapi nyata. Kisah cinta yang dibangun di atas kejujuran, kepercayaan, dan kesediaan untuk saling memaafkan. Kisah cinta yang membuktikan bahwa cinta sejati tidak hanya tentang menemukan pasangan yang cocok, tapi juga tentang menjadi pasangan yang tepat.