Algoritma Hati: Mencari Cinta di Google Heart?

Dipublikasikan pada: 30 May 2025 - 08:06:39 wib
Dibaca: 159 kali
Jari-jarinya menari di atas keyboard, mengetikkan serangkaian kode rumit. Di layar monitor, barisan angka dan simbol membentuk jalinan algoritma yang kompleks. Anya, seorang programmer muda dengan rambut dikepang dua dan kacamata tebal, sedang berada di puncak konsentrasi. Ia bukan sedang memecahkan kode keamanan negara atau merancang sistem navigasi roket. Ia sedang membangun sesuatu yang jauh lebih personal: Google Heart.

Google Heart adalah aplikasi kencan inovatif yang didasarkan pada algoritma kompatibilitas tingkat lanjut. Alih-alih hanya mengandalkan preferensi dangkal seperti usia, hobi, atau pekerjaan, Google Heart menganalisis data kepribadian pengguna secara mendalam, mulai dari pola pikir, nilai-nilai, hingga preferensi komunikasi. Anya percaya bahwa cinta sejati bisa ditemukan melalui analisis data yang akurat.

"Hanya orang bodoh yang percaya pada cinta pandangan pertama," gumamnya pada dirinya sendiri, menyeka keringat di dahi. "Cinta itu adalah hasil dari kompatibilitas psikologis dan emosional yang terverifikasi."

Anya, ironisnya, belum pernah merasakan cinta. Ia terlalu sibuk dengan kode dan logika untuk memperhatikan dunia di sekitarnya. Ia menganggap kencan konvensional sebagai proses yang membuang-buang waktu dan energi. Mengapa harus terlibat dalam basa-basi canggung dan harapan palsu, ketika algoritma bisa menyaring semua itu dan langsung memberikan hasil yang paling potensial?

Setelah berbulan-bulan bekerja keras, akhirnya Google Heart siap diluncurkan. Anya memutuskan untuk menjadi pengguna pertama, sekalian menguji keampuhan algoritmanya. Ia mengisi kuesioner panjang dengan jujur dan detail, mengungkapkan segala kelebihan dan kekurangannya, harapan dan ketakutannya. Setelah semua data diunggah, algoritma mulai bekerja.

Beberapa menit kemudian, hasilnya muncul. Nama pertama yang direkomendasikan adalah: Rian.

Profil Rian menampilkan foto seorang pria berambut ikal dengan senyum menenangkan. Ia seorang arsitek lanskap, mencintai alam, musik klasik, dan puisi. Deskripsi dirinya menunjukkan bahwa ia adalah orang yang sensitif, kreatif, dan memiliki jiwa petualang. Algoritma Google Heart memberikan skor kompatibilitas 98%.

Anya terkejut. Skor setinggi itu jarang terjadi. Ia biasanya skeptis terhadap aplikasi kencan, tetapi data tidak berbohong. Ia memutuskan untuk mengirim pesan kepada Rian.

"Halo, Rian. Google Heart merekomendasikan kita sebagai pasangan yang sangat cocok. Apakah kamu tertarik untuk mengobrol?"

Balasan Rian datang dengan cepat. "Hai, Anya. Sungguh kebetulan! Aku juga baru saja melihat profilmu. Skor kita memang tinggi. Aku penasaran ingin mengenalmu lebih jauh."

Obrolan mereka mengalir dengan lancar. Mereka membahas minat yang sama, berbagi pandangan tentang kehidupan, dan bahkan saling mengirimkan puisi. Anya terkesan dengan kecerdasan dan kepekaan Rian. Ia mulai membayangkan kemungkinan adanya koneksi yang lebih dalam di antara mereka.

Setelah beberapa hari mengobrol, Rian mengajak Anya untuk bertemu. Anya, yang biasanya menghindari interaksi sosial, merasa ragu. Namun, rasa ingin tahu dan harapan yang tumbuh dalam hatinya mengalahkan keraguannya.

Mereka bertemu di sebuah kafe kecil dengan taman yang indah. Rian, dalam kehidupan nyata, bahkan lebih menawan daripada fotonya. Ia memiliki mata yang hangat dan senyum yang tulus. Saat mereka mengobrol, Anya merasa nyaman dan santai. Ia bahkan bisa tertawa lepas, sesuatu yang jarang ia lakukan.

Rian bercerita tentang proyek lanskap terbarunya, sebuah taman botani yang berkelanjutan. Anya menceritakan tentang Google Heart dan obsesinya terhadap algoritma. Mereka menemukan banyak kesamaan, tetapi juga menghargai perbedaan masing-masing.

Setelah beberapa jam, Rian mengulurkan tangannya dan menyentuh tangan Anya. "Anya, aku merasa ada sesuatu yang spesial di antara kita. Aku tahu ini mungkin terdengar klise, tetapi aku merasa seperti aku sudah mengenalmu seumur hidup."

Jantung Anya berdegup kencang. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia selalu percaya bahwa cinta adalah hasil dari perhitungan dan analisis data, tetapi sekarang ia merasakan sesuatu yang lebih dari itu. Ia merasakan ketertarikan, kehangatan, dan kebahagiaan yang tidak bisa dijelaskan dengan algoritma apa pun.

"Aku juga merasakan hal yang sama, Rian," jawabnya akhirnya, dengan suara bergetar.

Mereka terus berkencan, menjelajahi kota bersama, menonton film, dan berbagi mimpi. Anya mulai membuka diri, belajar untuk melepaskan kontrol dan mempercayai instingnya. Ia menyadari bahwa cinta tidak hanya tentang kompatibilitas logis, tetapi juga tentang koneksi emosional, kerentanan, dan penerimaan.

Namun, kebahagiaan Anya tidak berlangsung lama. Suatu hari, ia menemukan sebuah artikel online yang mengungkap bahwa Rian ternyata telah menjadi sukarelawan untuk sebuah studi psikologi yang berfokus pada efek algoritma kencan. Rian, tanpa sepengetahuan Anya, telah diberi instruksi untuk mengikuti profil yang direkomendasikan oleh Google Heart dan berpura-pura tertarik pada orang tersebut.

Anya merasa hancur. Ia merasa telah dimanipulasi dan diperalat. Ia membenci dirinya sendiri karena telah begitu mudah percaya pada algoritma dan pada Rian. Ia merasa kembali ke titik nol, bahkan lebih buruk.

Ia menghadapi Rian dengan amarah dan kekecewaan. Rian mengakui semuanya, tetapi menjelaskan bahwa ia telah melanggar protokol studi karena ia benar-benar jatuh cinta pada Anya. Ia mengakui bahwa awalnya ia hanya berpura-pura, tetapi seiring berjalannya waktu, ia menyadari bahwa Anya adalah wanita yang selama ini ia cari.

"Aku tahu aku salah, Anya," kata Rian dengan air mata di matanya. "Tapi aku bersumpah, perasaanku padamu itu nyata. Aku mencintaimu, bukan karena algoritma, tapi karena dirimu sendiri."

Anya tidak tahu harus mempercayai Rian atau tidak. Ia merasa dikhianati dan bingung. Ia memutuskan untuk menjauhi Rian dan fokus pada pekerjaannya. Ia bahkan mempertimbangkan untuk menutup Google Heart, karena ia tidak ingin orang lain mengalami hal yang sama seperti dirinya.

Namun, setelah beberapa minggu merenung, Anya menyadari bahwa ia tidak bisa menyalahkan algoritma atau Rian atas apa yang terjadi. Ia menyadari bahwa masalahnya adalah ia terlalu bergantung pada teknologi dan terlalu takut untuk membuka hatinya.

Ia memutuskan untuk menemui Rian dan memberinya kesempatan kedua. Ia tahu bahwa hubungan mereka tidak akan mudah, tetapi ia bersedia untuk mencoba. Ia percaya bahwa cinta sejati tidak bisa ditemukan dalam algoritma, tetapi dalam keberanian untuk saling membuka hati dan menerima satu sama lain apa adanya.

"Rian," kata Anya ketika mereka bertemu kembali. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tetapi aku bersedia untuk memberimu kesempatan. Tapi kali ini, kita harus melupakan Google Heart dan fokus pada diri kita sendiri. Kita harus membangun hubungan kita berdasarkan kepercayaan, kejujuran, dan cinta yang tulus, bukan berdasarkan data dan algoritma."

Rian tersenyum dan memeluk Anya erat-erat. "Aku berjanji, Anya. Aku akan membuktikan cintaku padamu setiap hari."

Anya tahu bahwa perjalanan mereka masih panjang, tetapi ia merasa optimis. Ia telah belajar bahwa cinta itu rumit, tidak terduga, dan terkadang menyakitkan. Tetapi cinta juga bisa menjadi hal yang paling indah dan bermakna dalam hidup. Dan meskipun ia menciptakan Google Heart untuk mencari cinta melalui algoritma, ia akhirnya menemukan cinta yang sejati dengan cara yang paling tak terduga: melalui hati yang terbuka dan keberanian untuk mempercayai. Algoritma hati, ternyata, jauh lebih kompleks dan misterius daripada yang pernah ia bayangkan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI