Algoritma Membisikkan Cinta: Apakah Valid?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 23:48:12 wib
Dibaca: 161 kali
Jemari Rara menari di atas keyboard, menciptakan simfoni kode yang hanya ia mengerti. Di layar laptopnya, barisan angka dan simbol berpadu, membentuk algoritma rumit bernama "Soulmate Search." Tujuannya sederhana, namun ambisius: menemukan cinta sejati, berdasarkan data dan probabilitas.

Rara, seorang programmer jenius di usia 25 tahun, selalu skeptis terhadap konsep cinta. Baginya, cinta hanyalah reaksi kimiawi kompleks yang bisa dipecah menjadi persamaan matematika. Patah hati? Hanya kesalahan dalam kalkulasi. Maka, ia menciptakan Soulmate Search sebagai pembuktian teorinya.

Algoritma ini menganalisis jutaan data dari berbagai sumber: preferensi film, kebiasaan membaca, jenis musik yang didengarkan, bahkan pola tidur dan pilihan makanan. Semakin banyak data dimasukkan, semakin akurat prediksi yang dihasilkan. Rara yakin, dengan data yang cukup, algoritma ini bisa menemukan pasangan ideal untuk siapa pun.

Dan Rara sendiri adalah kelinci percobaannya.

Sudah tiga bulan sejak ia meluncurkan Soulmate Search. Setiap hari, ia memonitor hasilnya, memperbaiki bug, dan menyempurnakan algoritmanya. Hasilnya mengejutkan. Algoritma itu, setelah memproses data dirinya yang mendalam, hanya merekomendasikan satu nama: Arya.

Arya adalah rekan kerjanya, seorang desainer grafis yang pendiam dan sederhana. Di mata Rara, Arya adalah antitesis dari idealnya. Pakaiannya selalu sama: kaus polos dan celana jeans. Pembicaraannya terbatas pada desain dan kopi. Tidak ada romansa, tidak ada percakapan mendalam tentang filosofi hidup. Hanya kesunyian yang nyaman di antara mereka.

Rara menolak mentah-mentah rekomendasi algoritma. "Ini pasti kesalahan," gumamnya sambil mengutak-atik kode. "Algoritma ini masih perlu banyak perbaikan."

Namun, semakin Rara mencoba mencari kesalahan, semakin ia menyadari bahwa algoritma itu tidak salah. Data yang dimasukkan valid. Logika yang digunakan masuk akal. Bahkan, ketika Rara mencoba mengubah kriteria pencarian, Arya tetap menjadi kandidat teratas.

Frustrasi, Rara memutuskan untuk mendekati Arya, bukan sebagai eksperimen ilmiah, melainkan sebagai seorang manusia. Ia mengajak Arya makan siang, berbicara tentang hal-hal di luar pekerjaan, mencoba memahami dunianya.

Perlahan, Rara mulai melihat sisi lain dari Arya. Ia menemukan bahwa di balik kesederhanaannya, Arya menyimpan kecerdasan yang tajam dan selera humor yang unik. Ia adalah pendengar yang baik, selalu memberikan komentar yang bijaksana dan menghibur. Ia juga memiliki semangat yang besar untuk melestarikan lingkungan.

Suatu sore, saat mereka sedang bekerja lembur, Arya bercerita tentang mimpinya untuk mendirikan sebuah komunitas daur ulang. Rara terpesona oleh semangat dan dedikasinya. Ia menyadari bahwa selama ini, ia terlalu sibuk menganalisis data, hingga lupa melihat manusia di balik angka-angka.

"Kamu tahu, Rara," kata Arya tiba-tiba, memecah keheningan, "aku selalu mengagumi caramu menyelesaikan masalah. Kamu melihat dunia ini dengan cara yang unik dan logis. Aku... aku suka itu."

Jantung Rara berdebar kencang. Ia tidak tahu harus berkata apa. Kata-kata Arya tulus dan menyentuh hatinya.

Malam itu, Rara kembali ke apartemennya dengan pikiran berkecamuk. Apakah mungkin algoritma itu benar? Apakah mungkin Arya adalah cinta sejatinya? Ia membuka kembali kode Soulmate Search, menatap barisan angka dan simbol yang dulu ia anggap sebagai jawaban atas segala pertanyaan.

Kali ini, ia melihatnya dengan cara yang berbeda. Ia menyadari bahwa algoritma itu hanyalah alat, sebuah petunjuk arah. Ia tidak bisa menggantikan intuisi, emosi, dan pengalaman manusia. Cinta tidak bisa diukur atau diprediksi dengan sempurna. Cinta adalah sesuatu yang tumbuh dan berkembang seiring waktu, melalui interaksi dan pemahaman.

Keesokan harinya, Rara menghampiri Arya di kantor. "Arya," katanya gugup, "bisakah kita bicara?"

Arya mengangguk, menatapnya dengan tatapan yang lembut dan penuh harap.

Rara menarik napas dalam-dalam. "Aku... aku ingin mencoba. Aku ingin melihat apakah algoritma itu benar. Tapi aku ingin melakukannya bukan sebagai eksperimen, melainkan sebagai dua orang yang saling tertarik."

Arya tersenyum lebar. "Aku juga, Rara. Aku juga."

Mereka menghabiskan sore itu berjalan-jalan di taman kota, berbicara tentang mimpi, ketakutan, dan harapan mereka. Rara menyadari bahwa algoritma Soulmate Search mungkin valid, tapi validitasnya bukan pada akurasi prediksinya, melainkan pada kemampuannya untuk membuka matanya terhadap kemungkinan cinta yang selama ini ia abaikan.

Beberapa bulan kemudian, Rara dan Arya duduk berdampingan di sebuah kafe, menikmati kopi mereka. Rara menatap Arya, merasakan kehangatan dan kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

"Kamu tahu," kata Rara sambil tersenyum, "aku masih tidak percaya algoritma itu benar."

Arya tertawa kecil. "Mungkin algoritma itu hanya membantumu melihat apa yang sudah ada di depan matamu."

Rara mengangguk. "Mungkin kamu benar. Tapi satu hal yang pasti, algoritma tidak bisa menggantikan perasaan yang aku rasakan sekarang."

Ia meraih tangan Arya, menggenggamnya erat. Di mata Rara, ia melihat pantulan cinta dan harapan. Algoritma mungkin membisikkan cinta, tapi cinta sejati, cinta yang valid, tumbuh dari hati, bukan dari kode. Dan itu, bagi Rara, adalah kebenaran yang paling indah.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI