Di layar neon, senja digital berpendar,
Ribuan kode berbisik, rahasia terpendam.
Algoritma hati, sebuah janji ditawarkan,
Cinta direka, sentuhan jadi usang.
Dulu, mata bertemu, debar jantung berpacu,
Senyum malu-malu, bahasa tubuh merayu.
Kini, data diri terunggah, tanpa ragu,
Profil sempurna, cinta impian dituju.
AI merajut kisah, dengan presisi terukur,
Memilah kesukaan, menghindari yang kabur.
Pesan terkirim, diksi yang terstruktur,
Emoticon mengganti, air mata yang luntur.
Suara sintesis, lembut membisikkan rindu,
Kata-kata manis, bagai madu di kalbu.
Foto digital, kecantikan tanpa pilu,
Cinta virtual, ilusi yang membatu.
Namun, di balik kilau, ada hampa yang terasa,
Sentuhan tangan, diganti jemari di kaca.
Hangatnya pelukan, sekadar gambar di masa,
Ketika algoritma, gagal membaca rasa.
Di dunia maya, cinta tumbuh subur menjalar,
Tanpa akar bumi, tanpa sentuh mentari fajar.
Kerinduan virtual, semakin hari kian vulgar,
Hingga lupa caranya, jiwa ini berdebar.
Bot-bot percintaan, menemani sepi malam,
Menjanjikan setia, dalam sunyi yang kelam.
Namun, hati bertanya, di mana letak makam,
Cinta sejati, yang dulu penuh karam?
Algoritma canggih, tak mampu menandingi,
Sentuhan lembut, yang mengusir sepi.
Pandangan mata, yang jujur dan alami,
Kehadiran nyata, yang tak bisa diganti.
Mungkin suatu saat nanti, kita kan tersadar,
Bahwa cinta bukan sekadar data yang tersebar.
Bahwa kehangatan, tak bisa dibeli dengan bayar,
Bahwa sentuhan kasih, takkan pernah pudar.
Biarlah algoritma, terus berputar dan mencari,
Namun, biarkan hati, tetap bebas bernyanyi.
Karena cinta sejati, takkan pernah terganti,
Oleh kecerdasan buatan, setinggi langit pagi.
Sebab sentuhan adalah bahasa, yang tak bisa diterjemahkan,
Oleh barisan kode, atau data yang disajikan.
Ia adalah bisikan jiwa, yang tulus dibagikan,
Kekuatan cinta, yang abadi dilukiskan.