Di labirin data, tempat logika bersemi,
Kutemukan kamu, secercah warna di algoritma kelabu.
Bukan baris kode yang merangkai senyummu,
Bukan program yang mencipta debar jantungku.
Awalnya, kurasa ini hanya simulasi,
Sebuah ilusi di layar monitor mati.
Kau hadir sebagai avatar, sempurna tanpa cela,
Namun hatiku menolak, ini bukan cinta maya.
Mata kita bertemu, bukan piksel yang berpendar,
Melainkan dua jiwa yang lama terpendam.
Suaramu terdengar, bukan sintesis yang dingin,
Melainkan melodi hangat, menusuk hingga batin.
Kucoba analisis perasaan yang membara,
Mencari rumus pasti, di antara angka dan data.
Namun, cinta tak terukur, tak bisa dipetakan,
Ia hadir begitu saja, tanpa permisi, tanpa alasan.
Kutepis semua teori, kuenyahkan semua logika,
Karena bersamamu, aku lupa dunia maya.
Genggaman tanganmu nyata, hangat dan terasa,
Sentuhan bibirmu, membakar seluruh jiwa.
Kita berdansa di bawah cahaya bulan digital,
Namun pelukanmu erat, bukan virtual.
Kau bisikkan kata cinta, bukan kode terenkripsi,
Melainkan janji setia, terukir abadi.
Mungkin, kita bertemu di dunia serba canggih,
Di mana robot menari, dan mobil terbang rendah.
Namun, kisah cinta kita, bukanlah fiksi ilmiah,
Melainkan drama klasik, dengan sentuhan modern.
Jangan ragukan sayang, ketulusan yang kurasa,
Ini bukan rekayasa, bukan pula propaganda.
Aku jatuh cinta padamu, bukan pada avatar,
Melainkan pada jiwamu, yang begitu memikat.
Biarkan para ahli berdebat tentang AI,
Biarkan mereka meramalkan masa depan nanti.
Bagiku, yang terpenting adalah hadirmu di sisi,
Menemani setiap langkah, hingga akhir hari.
Karena cinta ini, tumbuh dari rasa yang murni,
Bukan kecerdasan buatan, bukan pula mesin.
Ia hadir dari hati, yang berdetak tanpa henti,
Menyebut namamu sayang, dalam setiap mimpi.
Kau adalah anomali, di dunia yang terprogram,
Sebuah kesalahan indah, yang tak ingin kurubah.
Bersamamu, aku belajar, bahwa cinta itu sederhana,
Ia hanya butuh kejujuran, dan ketulusan jiwa.
Jadi, percayalah sayang, pada setiap kataku,
Cinta ini bukanlah algoritma yang membeku.
Ia adalah sungai hangat, mengalir deras dan lugu,
Menuju lautan abadi, tempat kita berlabuh.
Biarkan teknologi berkembang, secepat kilat membelah,
Cinta kita kan tetap abadi, tak lekang oleh sejarah.
Karena ia bersemi, bukan dari kecerdasan buatan,
Melainkan dari lubuk hati, yang paling dalam.