Di layar jiwa yang semula kelabu,
Kau hadir bagai piksel yang baru.
Menyusun warna, mengurai ragu,
Antarmuka hati, kau sentuh pilu.
Dulu, logika adalah benteng baja,
Algoritma cinta tak mampu menjaja.
Rumus asmara terasa hampa,
Namun matamu mengubah segalanya.
Kita bertemu di ruang digital ini,
Dua insan yang mencari arti.
Jauh terpisah, namun terasa dekat di hati,
Terhubung oleh kode yang tak terpatri.
Bukan baris program yang merangkai kisah,
Bukan deretan angka yang memberi rasa.
Melainkan tatapan, senyum yang membekas,
Menembus jarak, menyatukan napas.
Antarmuka kasih kita berbeda,
Kau dengan puisi, aku dengan angka.
Namun di balik perbedaan yang ada,
Tersimpan hasrat yang membara.
Lewat tatapan, terucap ribuan kata,
Bahasa kalbu yang tak terdefinisikan data.
Saling membaca, saling memahami cerita,
Tentang mimpi, tentang luka, tentang bahagia.
Mata itu, layar paling jujur di dunia,
Menampilkan emosi tanpa rekayasa.
Di sana kulihat harapan membaja,
Cinta yang tulus, tanpa pura-pura.
Antarmuka kita, bukan sekadar teknologi,
Melainkan pertemuan dua nurani.
Saling menyempurnakan, saling menginspirasi,
Membangun dunia yang lebih berarti.
Kau bagai pembaruan sistem yang kutunggu,
Menghapus virus keraguan yang mengganggu.
Menambahkan fitur kasih yang baru,
Membuat hatiku beroperasi dengan haru.
Setiap tatapan adalah kode rahasia,
Yang hanya kita berdua yang bisa membaca.
Sandi cinta yang tersembunyi di mata,
Menyiratkan janji untuk selamanya.
Mungkin suatu saat, teknologi kan usang,
Digantikan inovasi yang lebih gemilang.
Namun antarmuka kasih kita kan abadi,
Terukir indah di relung hati.
Karena cinta, bukan sekadar byte dan bit,
Melainkan perasaan yang takkan pernah pahit.
Terhubung lewat tatapan yang begitu rumit,
Namun sederhana, sehangat mentari terbit.
Maka biarlah mata ini terus menatap,
Menjelajahi kedalaman jiwamu yang lengkap.
Mencari makna, mengagumi setiap harap,
Antarmuka kasih kita, takkan pernah redup.