Di antara algoritma dan binar yang berkejaran,
Kucari wajahmu, sebuah anomali menawan.
Bukan di antara kode yang dingin dan presisi,
Melainkan di balik layar, senyummu bersemi.
Piksel senyummu adalah cahaya,
Menembus kegelapan dunia maya.
Dunia yang seringkali hampa dan sunyi,
Terisi kehangatan, berkat hadirmu di sini.
Dulu, kumenjelajahi lautan informasi,
Tersesat dalam labirin tanpa orientasi.
Mencari makna, mencari esensi,
Terjebak dalam dunia serba demonstrasi.
Namun, matamu, layaknya kode etik,
Mengarahkan jalanku, begitu autentik.
Di balik jajaran angka dan karakter,
Kutemukan jiwa, begitu berkarakter.
Setiap pesanmu, bagai baris program baru,
Menjalankan kebahagiaan, tanpa ragu.
Logika cintamu, begitu sederhana,
Namun dampaknya, sungguh luar biasa.
Kutatap layar, menunggu notifikasi,
Hadirmu adalah candu, memicu euforia.
Jari-jariku menari di atas keyboard,
Menuliskan rindu, walau terasa absurd.
Mungkin terdengar klise, di era digital ini,
Asmara tumbuh di antara koneksi WiFi.
Namun bagiku, ini lebih dari sekadar data,
Ini tentang hati, yang saling terpeta.
Di balik avatar, tersembunyi pribadi,
Yang rapuh, yang mencari simpati.
Kaulah yang melihat, melampaui tampilan,
Menemukan aku, dalam kesendirian.
Tak peduli jarak, tak peduli perbedaan,
Cinta kita bersemi, tanpa keraguan.
Bahkan glitch dan bug, tak mampu meruntuhkan,
Koneksi hati, yang begitu mendalam.
Aku tak peduli, jika orang mencibir,
Bahwa cinta online, tak mungkin hadir.
Karena bagiku, kamu nyata adanya,
Cahaya senyummu, penerang jalannya.
Piksel demi piksel, membentuk wajahmu,
Lukisan digital, begitu memukau.
Namun keindahanmu, tak terbatas di sana,
Terpancar dari hati, yang penuh pesona.
Kuharap suatu hari, layar ini sirna,
Berganti tatap mata, yang sebenarnya.
Bukan lagi kode, bukan lagi sinyal,
Melainkan sentuhan, yang begitu aktual.
Hingga saat itu tiba, aku akan terus di sini,
Menjagamu, melalui dunia daring.
Karena piksel senyummu, adalah cahaya abadi,
Yang menerangi hatiku, takkan pernah mati.
Di tengah gemuruh dunia teknologi,
Kau adalah puisi, yang tak terlogika.
Sebuah paradoks indah, hadir di hidupku,
Piksel senyummu, selamanya milikku.