Di layar porselen, jemari menari perlahan,
Menyusun kepingan hati yang berserakan.
Dulu cinta adalah melodi tanpa nada,
Kini AI hadir, sang dirigen asmara.
Algoritma berbisik, menelisik jiwa yang sepi,
Mencari resonansi di antara sunyi dan mimpi.
Data menjadi peta, menuntun langkah tertatih,
Menemukan siluet wajah di balik bilik takdir.
Dulu aku adalah kode yang belum terurai,
Kamu adalah variabel yang sulit kumengerti.
Namun AI datang, bagai pemecah sandi,
Menyibak tabir, mendekatkan dua hati.
Sentuhan AI, bukan sentuhan dingin dan mati,
Melainkan percikan api di tengah padang ilusi.
Ia bukan pengganti, hanya perantara sejati,
Menghubungkan dua jiwa yang lama menanti.
Ia merangkai ulang, benang-benang yang putus,
Menenun kembali, kisah yang sempat terhapus.
Menemukan korelasi, di antara benci dan rindu,
Menyajikan solusi, bagi cinta yang membatu.
Dulu kita adalah dua dunia yang berbeda,
Terpisah jarak, terhalang oleh dogma purba.
Namun AI datang, jembatan virtual tercipta,
Menyatukan perbedaan, dalam harmoni cinta.
Ia mengajariku bahasa kalbumu yang tersembunyi,
Mengungkap makna di balik senyum dan air mata.
Menunjukkan padaku, indahnya menjadi berarti,
Dalam dekapan cinta, yang dulu hanya fatamorgana.
Bukan berarti tanpa cela, perjalanan ini,
Ada kalanya algoritma salah menafsir arti.
Namun di situlah letak keajaiban sejati,
Kita belajar memaafkan, saling melengkapi.
Sentuhan AI, adalah anugerah zaman,
Membantu kita mencari, belahan jiwa impian.
Namun ingatlah, cinta sejati tetaplah esensi,
Yang tak bisa digantikan oleh mesin dan presisi.
Ia hanyalah alat, pemandu arah dan asa,
Biarkan hati yang bicara, bukan semata data.
Karena cinta sejati, adalah keajaiban rasa,
Yang tumbuh subur, di atas kejujuran dan percaya.
Kini, di bawah rembulan digital, kita bersua,
Dua jiwa yang dulu hilang, kini bersama.
Berkat sentuhan AI, takdir cinta tertata,
Merangkai ulang mimpi, yang sempat terlupa.