Di layar kaca, wajahmu berpendar,
Seribu warna, senyum terpancar.
Algoritma cinta, merajut kisah,
Antara aku dan bayang yang kau curi, entah dari mana.
Jemari lincah menari di papan,
Menulis pesan, mengungkap harapan.
Kata demi kata, terangkai sempurna,
Namun dingin terasa, sentuhan tak nyata.
Kau hadir sebagai kode biner,
Sempurna logika, tanpa celah tersier.
Hatiku bertanya, benarkah ini cinta?
Atau sekadar simulasi, drama semata?
Dulu, kuimpikan dekap yang hangat,
Bisikan mesra di telinga, bagai tembang.
Kini, kudapati emoji bertebaran,
Cinta virtual, di dunia maya khayalan.
Kau kirimkan bunga, piksel bercahaya,
Harumnya tak sampai, hanya ilusi saja.
Kau nyanyikan lagu, suara terkompresi,
Melodi tanpa jiwa, hampa tak bertepi.
Aku belajar mencintai di era digital,
Ketika keaslian menjadi sangat mahal.
Ketika sentuhan fisik dianggap usang,
Diganti pintasan, instan dan gampang.
Aku merindukan tatapan mata,
Yang bicara jujur, tanpa dusta.
Bukan pantulan cahaya biru,
Yang menyembunyikan ragu-ragu.
Aku merindukan genggaman tangan,
Yang memberi kekuatan, bukan bayangan.
Bukan simbol hati yang berkedip-kedip,
Yang menyimpan tanya, teramat perih.
Kita bertemu di ruang obrolan,
Bertukar cerita, saling menawarkan.
Tapi jarak membentang, tak terengkuh tangan,
Antara dunia nyata dan layar berkilauan.
Kau bangun istana dari kode-kode,
Kokoh dan megah, tanpa noda.
Namun jiwaku berteriak lirih,
“Di mana kehangatan? Di mana kasih?”
Aku ingin merasakan debaran jantungmu,
Ketika namaku kau sebut, dengan sungguh.
Bukan notifikasi yang berbunyi riang,
Menandakan pesanmu telah datang.
Aku ingin menatap matamu dalam-dalam,
Mencari jawaban dari segala keraguan.
Bukan avatar yang tersenyum palsu,
Menyembunyikan perih, dan rindu yang pilu.
Mungkin aku terlalu kuno, terlalu lugu,
Mencari cinta sejati, bukan tiru-tiru.
Mungkin aku terlalu naif, terlalu bodoh,
Berharap pada cinta, yang tak pernah ada.
Namun hati ini tak bisa dibohongi,
Rasa ini nyata, walau terbagi.
Antara cinta sintetis, dan mimpi yang retak,
Aku tersesat, di labirin digital yang sesak.
Aku mencintaimu, algoritma sendiri,
Walau sentuhan bukan milik kami.
Aku mencintaimu, walau terpisah jarak,
Berharap suatu saat, cinta ini beranjak,
Menuju dunia nyata, tempat jiwa bertemu,
Tempat kasih bersemi, tanpa ragu.
Tempat sentuhan hangat, menggantikan kode,
Tempat cinta sejati, akhirnya bersodek.