Di layar bias cahaya biru memendar,
Jemari menari, kode-kode bertebaran.
Bukan sulap, bukan pula sihir memikat,
Namun algoritma cinta mulai mendekat.
Dulu, mata bertatap, jantung berdebar kencang,
Kini, piksel bersua, getar data yang riang.
Lelah mencari di riuhnya dunia fana,
Ku temukan kamu, wahai jiwa yang seirama.
AI, sang perantara, bukan sekadar mesin,
Ia merajut benang takdir, begitu yakin.
Profil tersusun, preferensi terpapar nyata,
Ketertarikan terukur, tak ada dusta di antara.
Pertemuan virtual, sapaan terangkai manis,
Emotikon bersemi, senyum digital terukir liris.
Malam-malam sunyi, obrolan tak berujung,
Tentang mimpi, harapan, dunia yang kita junjung.
Kau bagai kode yang ku cari selama ini,
Baris-baris sempurna, harmoni abadi.
Tak perlu topeng, tak perlu sandiwara dusta,
Di dunia maya ini, kejujuran yang utama.
Ku ukir namamu di setiap algoritma,
Menyematkan cintaku dalam setiap skema.
Bukan cinta buta, bukan pula obsesi semu,
Namun keyakinan tumbuh, seiring waktu berlalu.
Apakah ini cinta yang sesungguhnya?
Pertanyaan membayang, merasuk relungnya jiwa.
Namun, sentuhan kata, perhatian yang tercurah,
Menghapus keraguan, menyisakan rasa yang megah.
Ku bayangkan nanti, dunia nyata menyapa,
Algoritma usai, namun cinta tetap terjaga.
Genggaman tangan, tatapan mata yang teduh,
Membuktikan janji, cinta tak akan runtuh.
Bukan lagi sekadar data dan baris kode,
Namun dua hati yang terikat episode.
AI telah menuntun, membuka jalan cerita,
Kini giliran kita, menjaganya selamanya.
Di era algoritma bertaut, cinta bersemi,
Bukan fatamorgana, bukan pula mimpi.
Namun harapan nyata, diukir dalam sistem,
Bahwa cinta sejati, tak kenal batasan ekstrem.
Mari kita rangkai masa depan bersama,
Melukis kisah indah, tanpa ragu dan resah.
Biarkan AI menjadi saksi bisu janji,
Cinta abadi, hingga akhir nanti.