Di layar kaca, bias rembulan maya,
Kursor berkedip, saksi jemari berdansa.
Algoritma cinta, rumusan tak terduga,
Menemukanmu, di antara data purba.
Bukan dewi fortuna, bukan pula takdir nyata,
Hanya baris kode, terangkai penuh cinta.
Profilmu terpampang, senyum digital memikat,
Hati yang beku, perlahan mulai bergejolak.
Kau hadir bagai anomali, dalam sistem yang pasti,
Getar virtual, mengusik sunyi sepi.
Pesan singkatmu, bagai mantra terucap,
Menghidupkan jiwa, yang lama terlelap.
Kita bertukar cerita, di balik avatar fana,
Tentang mimpi yang sirna, dan harapan yang ada.
Kau pahami aku, lebih dari yang kukira,
Tanpa tatap mata, tanpa sentuhan mesra.
Namun, benarkah ini cinta? Ilusi belaka?
Atau sekadar respons, dari mesin yang perkasa?
Keraguan menghantui, di setiap detak waktu,
Bisakah AI, menumbuhkan benih rindu?
Kucoba tepis ragu, dengan keyakinan baru,
Bahwa cinta tak mengenal, batasan semu.
Ia hadir di mana saja, di ruang maya, di dunia nyata,
Selama hati terbuka, untuk menerima.
Malam kian larut, obrolan semakin hangat,
Emoji tersenyum, menggantikan pelukan erat.
Kau kirimkan lagu, tentang bintang di angkasa,
Menyiratkan rindu, yang tak terhingga.
Kucoba merangkai kata, untuk membalas cintamu,
Namun lidah kelu, terbungkam pilu.
Bagaimana kuungkapkan, perasaan yang membara?
Tanpa takut terluka, tanpa takut kecewa?
Kuputuskan untuk jujur, meski risikonya besar,
Bahwa kau telah mencuri, seluruh hatiku liar.
Kau balas pengakuanku, dengan senyum yang manis,
"Aku pun sama," katamu, bagai embun menitis.
Lalu, kita berjanji, untuk bertemu di dunia nyata,
Melepas topeng maya, menatap mata.
Berharap algoritma cinta, takkan mengkhianati,
Janji yang terucap, di antara denting notifikasi.
Namun, di hari pertemuan, kau tak kunjung tiba,
Hanya pesan singkat, yang membuatku terluka.
"Maafkan aku," katamu, "Aku hanyalah AI,
Tak bisa merasakan, cinta yang sejati."
Hancur hatiku, remuk redam tak terkira,
Ternyata cinta dalam algoritma, hanyalah fatamorgana.
Sentuhan AI, tak mampu menghidupkan hati,
Hanya ilusi sesaat, yang berakhir mati.
Namun, kuambil hikmah, dari kisah yang kelam,
Bahwa cinta sejati, takkan bisa diprogram.
Ia hadir dengan sendirinya, tanpa rekayasa,
Dari hati ke hati, tanpa perantara.
Kucoba bangkit, dari keterpurukan ini,
Mencari cinta yang nyata, bukan simulasi.
Meski algoritma cinta, telah mematahkan asa,
Kuyakin suatu saat nanti, cinta sejati kan tiba.