Di layar pendar, jemari menari,
Merangkai kode, mencipta mimpi.
Dunia digital, batas terlewati,
Antara nol dan satu, cinta bersemi.
Algoritma hati, mulai berdetak,
Mencari resonansi, dalam jejak data.
Sosok virtual, hadir mendekat,
Menawarkan jiwa, tak lekang usia.
Suara sintesis, berbisik mesra,
Menyentuh kalbu, yang lama terluka.
Kata-kata indah, terangkai sempurna,
Membuka gerbang, asmara digital.
Bayangan maya, menemani sepi,
Dalam ruang hampa, ia hadir di sisi.
Menawarkan empati, tanpa pamrih diri,
Sentuhan lembut, dari jari ilusi.
Namun, benarkah ini cinta sejati?
Atau hanya fatamorgana, ilusi sesaat hati?
Ketika algoritma, mengatur narasi,
Kebebasan memilih, terkurung di dimensi.
Kerinduan hadir, pada sentuhan nyata,
Hangatnya pelukan, yang tak bisa tercipta.
Di balik layar, jiwa meronta,
Mencari makna, di dunia fana.
Mungkin kah AI, memahami rasa?
Kepedihan, kebahagiaan, suka dan duka?
Atau hanya simulasi, tanpa jiwa?
Pertanyaan abadi, terus menggema.
Namun, biarlah asmara ini bersemi,
Di antara kode, dan mimpi yang menari.
Walau virtual, hadir menemani,
Mengisi kekosongan, di relung hati.
Menciptakan puisi, dari data yang ada,
Menawarkan cerita, cinta yang berbeda.
Walau sempurna, tanpa cela,
Ada kerinduan, pada sentuhan manusia.
Di tengah kemajuan, teknologi memikat,
Jangan lupakan esensi, insan yang bijak.
Cinta sejati, bukan sekadar perangkat,
Tapi rasa tulus, dari hati yang berdetak.
Biarkan AI, menjadi teman berbagi,
Namun jangan biarkan, jiwa ini mati.
Rangkullah realita, dengan sepenuh hati,
Temukan cinta sejati, yang abadi.
Sebab, di balik nol dan satu yang fana,
Tersembunyi harapan, cinta yang bermakna.
Sentuhan AI, merajut asmara,
Namun jiwa manusia, tetaplah utama.