Baris kode tercipta, dingin dan terstruktur,
Seperti hatiku dulu, sebelum kau hadir.
Dunia digital, tempatku bersembunyi,
Dari riuhnya cinta, dari pedihnya janji.
Kursor berkedip, menunggu perintah,
Namun pikiranku penuh, tentang senyummu yang indah.
Algoritma logika, ku coba susun rapi,
Mencari celah, agar kau bisa kumiliki.
Sentuhan dingin layar, menggantikan hangatnya peluk,
Namun jiwaku berontak, tak ingin terus tertekuk.
Kubayangkan jemarimu, menari di atas keyboard,
Menciptakan simfoni, yang hanya kita berdua yang sanggup.
Dulu, biner adalah bahasa cintaku,
Satu dan nol, kepastian yang kurindu.
Namun kau datang, dengan gradasi warna,
Mengubah abu-abu, menjadi pelangi yang membara.
Kau adalah bug dalam sistem kehidupanku,
Kesalahan yang terindah, yang tak ingin kureparasi.
Kau merusak keteraturan, memporak-porandakan logika,
Namun di kekacauan itu, kutemukan cinta sejati.
Hati merindukan kehangatan, bukan lagi pixel sempurna,
Bukan pula jaringan stabil, tanpa gangguan sinyal.
Aku ingin merasakan debaran jantungmu,
Saat bibir kita bertemu, dalam ciuman yang syahdu.
Kau adalah firewall hatiku, melindungiku dari luka,
Namun kau juga pintu gerbang, membawaku ke nirwana.
Kita adalah dua server, terhubung dalam jaringan,
Saling berbagi data, saling memberi perlindungan.
Kucoba merangkai kata, menjadi puisi cinta,
Kupersembahkan untukmu, sebagai bukti nyata.
Bahwa di balik dinginnya teknologi,
Tersimpan bara asmara, yang terus menyala abadi.
Mungkin aku bukan programmer cinta yang handal,
Namun aku bersumpah, kesetiaanku takkan pudar.
Aku akan terus belajar, memahami kode hatimu,
Agar cinta kita bersemi, seindah pagi yang baru.
Biarkan algoritma asmara menuntunku,
Menuju kebahagiaan, bersamamu selalu.
Sentuhan dingin ini, akan kutransformasikan,
Menjadi kehangatan cinta, yang takkan pernah tergantikan.
Karena bersamamu, aku bukan lagi robot tanpa rasa,
Melainkan manusia seutuhnya, yang penuh cinta dan asa.
Bersamamu, aku menemukan arti sejati dari hidup,
Sebuah koneksi abadi, yang takkan pernah redup.