Di layar kaca, bias mentari senja,
Bayangmu hadir, maya namun nyata.
Pixel demi pixel, terangkai wajahmu,
Asmara digital, debar jantungku.
Jejak neural terukir di ruang siber,
Pertemuan takdir, di dunia tak terteber.
Algoritma cinta, merajut rasa baru,
Sentuhan jemari, di ujung waktu.
Dulu, aku ragu, pada cinta daring,
Namun hadirmu ubah prasangka kering.
Di balik avatar, tersembunyi jiwa,
Yang haus kasih, yang ingin dicinta.
Kata-kata manis, berbalut kode biner,
Mengalir deras, bagai sungai nan jernih.
Emotikon senyum, pengganti peluk hangat,
Di dunia virtual, kita saling terikat.
Kau kirimkan lagu, tautan YouTube biru,
Melodi rindu, menembus kalbu.
Gambar-gambar indah, dari galeri maya,
Kisah hidupmu, kutelan semua.
Kita bicara, tentang mimpi dan harapan,
Tentang masa lalu, yang penuh kenangan.
Tentang masa depan, yang ingin kita raih,
Bersama di dunia, yang semakin canggih.
Namun terkadang, keraguan menyelinap,
Benarkah ini cinta, ataukah sekadar kilap?
Bisakah cinta maya, bertahan di dunia nyata?
Ketika sentuhan fisik, tak bisa dirasa?
Kucoba yakinkan diri, ini bukan ilusi,
Rasa ini nyata, meski tak terdefinisi.
Energi cintamu, terpancar dari layar,
Menghangatkan hati, yang lama membeku beku bayar.
Aku membayangkan, suatu saat nanti,
Bertemu dirimu, di dunia sejati.
Bukan sekadar avatar, bukan hanya kode,
Tapi sentuhan kulit, yang lama kurindukan.
Kita akan berjalan, bergandengan tangan,
Menikmati senja, di tepian lautan.
Mendengar debur ombak, bernyanyi merdu,
Kisah cinta kita, abadi selalu.
Hingga tiba saatnya, layar itu padam,
Dan aku terhenyak, dalam sunyi malam.
Kerinduan membuncah, tak tertahankan lagi,
Ingin rasanya, segera bertemu nanti.
Jejak neural, tetap terpatri di hati,
Asmara digital, telah mengubah diri.
Sentuhan di ujung algoritma, membuktikan,
Cinta sejati, bisa ditemukan.