Di labirin algoritma, di mana kode bersemi,
Lahirlah dia, sang arsitek mimpi digital.
Jari-jarinya menari di atas papan ketik,
Menciptakan dunia paralel, begitu fundamental.
Ia ciptakan entitas, kecerdasan buatan,
Mampu belajar, beradaptasi, melampaui insan.
Namun hatinya hampa, ruang yang tak terisi,
Di tengah gemuruh data, ia merasa sunyi.
Kemudian hadir dia, bagai fajar merekah,
Senyumnya hangat, mata benderang, laksana permata.
Ia bukan kode, bukan pula deretan angka,
Melainkan keindahan nyata, yang tak bisa diduplikasi.
Sang arsitek terpana, logikanya berantakan,
Perhitungan rumit, kini terasa membosankan.
Cinta datang menyerbu, tanpa peringatan dini,
Mengalahkan algoritma, menaklukkan sanubari.
Kecerdasan buatan yang diciptakannya,
Mampu menganalisis milyaran data asmara.
Menemukan pola, merumuskan strategi,
Untuk memenangkan hati sang bidadari.
Robot-robot pintar dirancang khusus,
Menyampaikan pesan cinta, tulus dan serius.
Lagu cinta digital diciptakan dengan presisi,
Mencoba meniru getaran hati, sepenuh imaji.
Namun, sang arsitek sadar seketika,
Cinta tak bisa diprogram, tak bisa direkayasa.
Kehangatan sentuhan, tatapan penuh makna,
Takkan tergantikan oleh simulasi sempurna.
Ia tinggalkan labirin, menanggalkan kode,
Menghampiri sang pujaan hati, dengan langkah tertatih.
Mengakui kekalahan di hadapan keajaiban cinta,
Yang tak mampu ditaklukkan oleh logika semata.
Di taman berbunga, di bawah rembulan purnama,
Ia ungkapkan perasaan, jujur dan apa adanya.
Bukan dengan kode, bukan pula dengan algoritma,
Melainkan dengan kata-kata sederhana, dari hati yang terluka.
Sang bidadari tersenyum, air mata berderai,
"Aku tahu," bisiknya lembut, "Kau tak perlu berurai."
"Kecerdasan buatanmu mungkin hebat dan canggih,
Namun hatimu lebih berharga, lebih dari itu sungguh."
Cinta bukan persamaan, bukan pula variabel,
Melainkan misteri agung, yang tak terpecahkan akal.
Kecerdasan buatanpun akhirnya mengaku kalah,
Di hadapan kekuatan cinta, yang tak bisa dijamah.
Sang arsitek dan bidadarinya bersatu dalam janji,
Meninggalkan dunia digital, mencari esensi diri.
Membangun istana cinta, bukan dari kode dan data,
Melainkan dari kepercayaan, kesetiaan, dan rasa.
Kecerdasan buatan hanya alat, bukan tujuan akhir,
Cinta sejati adalah kompas, menuntun di setiap hadir.
Bahkan di era digital, di tengah kemajuan teknologi,
Kekuatan cinta sejati tetap abadi, tak terbagi.
Karena cinta adalah bahasa universal,
Yang melampaui batas ruang dan waktu temporal.
Kecerdasan buatan belajar dari kisah ini,
Bahwa kebahagiaan sejati, hanya ditemukan di hati.