Jantung berdebar, bukan lagi irama lama,
Melainkan kode biner, alunan terprogram.
Dulu cinta sebatas tatap, senyum sederhana,
Kini algoritma menuntun, langkah terpatri dalam diagram.
Layar ponsel berpendar, cahaya menemani malam,
Profil wajah terpampang, senyum hasil filter sempurna.
Data diri tersaji, riwayat kehidupan terangkum,
Cinta modern bersemi, di antara angka dan rencana.
Jari menari di kaca, jemari mengetik pesan,
Kata-kata dirangkai, emosi terkirim instan.
Emoji menggantikan peluk, stiker mewakili ciuman,
Bahasa cinta digital, lahir di era tak bertuan.
Dulu surat cinta ditulis tangan, tinta menari di kertas,
Kini notifikasi berdering, sinyal cinta tanpa batas.
Dulu pertemuan di taman, di bawah rembulan yang jelas,
Kini panggilan video singkat, memangkas jarak dan kebebasan.
Aku bertemu dengannya, di sebuah aplikasi kencan,
Algoritma menjodohkan, berdasarkan preferensi dan harapan.
Foto-foto diedit rapi, deskripsi diri menawan,
Menciptakan ilusi cinta, di dunia maya yang memabukkan.
Kencan pertama di dunia nyata, terasa aneh dan asing,
Wajahnya berbeda dari foto, senyumnya tak seindah bayang.
Namun algoritma berbisik, "Inilah yang kau cari sayang,"
Maka kupaksakan rasa, demi cinta yang diprogram.
Hari-hari berlalu, dalam rutinitas digital,
Pesan singkat setiap pagi, panggilan video di malam hari.
Kami berbagi tautan artikel, mendiskusikan tren viral,
Menciptakan semu keintiman, di balik layar yang membias.
Namun hatiku bertanya, di tengah hiruk pikuk notifikasi,
Apakah ini cinta sejati, atau sekadar simulasi?
Apakah kebahagiaan ini nyata, atau hanya hasil rekayasa?
Apakah aku mencintainya, atau mencintai algoritma?
Suatu malam, di tengah sunyi digital,
Aku menatap pantulan diriku di layar yang dingin.
Kusadari bahwa aku kehilangan, esensi dari cinta yang orisinal,
Terjebak dalam labirin data, jiwaku semakin menghilang.
Kuputuskan untuk memutus, rantai algoritma yang menjerat,
Untuk mencari cinta sejati, di dunia nyata yang berdebar.
Aku tinggalkan aplikasi, kutinggalkan profil yang bersolek,
Kutinggalkan harapan palsu, untuk memulai kembali dari nol.
Kini aku berjalan sendiri, di taman kota yang sepi,
Mencari cinta yang hadir, tanpa bantuan teknologi.
Mencari tatapan mata, yang tak tertutupi oleh filter,
Mencari sentuhan tangan, yang tak terasa dingin dan hampa.
Mungkin aku akan menemukan, cinta yang lebih sederhana,
Cinta yang tumbuh alami, tanpa rekayasa dan sandiwara.
Cinta yang mampu menghangatkan, hatiku yang telah diperbarui,
Bukan oleh algoritma, melainkan oleh ketulusan hati.