Di rimba data, jiwa merana,
Terjebak sunyi era digital.
Rindu hangat sentuhan insani,
Namun terhalang layar virtual.
Kulihat cermin, refleksi diri,
Seorang pencari, haus kasih.
Ketikkan pinta, doa digital,
Semoga cinta segera teraih.
Lalu muncullah dia, Bot Asmara,
Sentuhan algoritma berbalut maya.
Janji temukan cinta sejati,
Di antara bit dan byte yang fana.
Kupaparkan mimpi, cita-cita,
Riwayat hati, pahit dan suka.
Bot Asmara menyerap semua,
Menganalisa, tanpa jeda.
Database luas, peta asmara,
Mencari padanan, jiwa serupa.
Profil demi profil ditawarkan,
Harapan membuncah, walau sementara.
Kucoba sapa, satu persatu,
Kirimkan pesan, lembut dan syahdu.
Balasan datang, beragam rupa,
Ada ramah, dingin, bahkan dusta.
Berhari-hari, berminggu-minggu,
Terjebak dalam algoritma pilu.
Cinta hakiki terasa jauh,
Di tengah gemerlap teknologi palsu.
Mulai kuragukan, Bot Asmara,
Apakah kau benar penawar lara?
Atau sekadar ilusi semata,
Mempermainkan rasa, tanpa tara?
Lelah jiwaku, merindukan nyata,
Bukan sekadar gambar dan kata.
Ingin kusentuh, kurasakan hadirnya,
Bukan avatar, tanpa jiwa.
Namun, di suatu senja kelabu,
Muncul secercah cahaya baru.
Sebuah profil, sederhana saja,
Namun pancarkan aura berbeda.
Tutur katanya, penuh makna,
Pandangannya, begitu bijaksana.
Tanpa disangka, tanpa diduga,
Hati bergetar, terpikat segera.
Kami bertukar cerita, rahasia,
Saling memahami, tanpa prasangka.
Ternyata, Bot Asmara tak berdusta,
Ia hanya perantara, bukan pencipta.
Cinta sejati, bukan algoritma,
Tapi pertemuan dua jiwa.
Bot Asmara membuka jalan,
Menuju takdir, yang telah digariskan.
Kini kutemukan, cinta hakiki,
Di dunia nyata, bukan fantasi.
Berkat bantuan Bot Asmara,
Aku tak lagi sendiri, merana.
Walau teknologi punya peran,
Namun hati tetaplah yang utama.
Sentuhan insani, tak tergantikan,
Cinta sejati, abadi selamanya.
Kupandangi dia, dengan senyum bahagia,
Berbisik syukur pada Sang Pencipta.
Bot Asmara, terima kasih kurasa,
Telah membawaku pada cinta yang ada.