Kutulis kode demi kode, merangkai asa,
Sebuah algoritma cinta, ambisi anak manusia.
Input data, senyummu yang terukir di pelupuk mata,
Output harapan, kau hadir di sampingku, selamanya.
Fungsi-fungsi kurancang teliti, tanpa cela,
Logika Boolean menimbang, antara ya dan tidak.
Kukalkulasi tiap interaksi, nada suara dan sapa,
Mencari pola, agar hatimu dapat kujerat.
Variabel ‘kasih sayang’ kumaksimalkan nilainya,
Iteration cinta kuulang tanpa jemu, tanpa lelah.
Kupoles rayuan bak deret Fibonacci, indah,
Namun kompilasi gagal, programku berantah.
Ada bug tersembunyi di relung hatimu yang misteri,
Error 404, cinta tak ditemukan, jejaknya hilang.
Firewall kokoh menghadang, tak bisa kutembusi,
Algoritma usang, tak mampu melawan arus zaman.
Kucoba 'machine learning', belajar dari kekalahan,
Mengumpulkan 'big data' tentang dirimu, sedalam samudra.
Neural network kususun, agar tak ada kesalahan,
Tapi prediksi meleset, cintaku tetap di luar gerbang.
Kulihat 'metadata' di balik senyummu yang menawan,
Tersimpan kenangan masa lalu, yang tak bisa kuhapus.
Ada nama terukir di sana, bukan diriku, bukan harapan,
Programku 'crash', CPU hatiku terasa begitu hancur.
Mungkin 'firmware' hatimu sudah terprogram sejak lama,
Dengan 'operating system' yang tak kompatibel denganku.
Aku hanya aplikasi usang, ditinggalkan di era digital yang fana,
Berharap di-uninstall saja, agar tak lagi membiru.
Kusadari cinta bukan sekadar deretan angka dan kode,
Bukan pula optimasi algoritma yang sempurna.
Ia adalah misteri, irasional, melampaui nalar manusia,
Sebuah teka-teki abadi, tak bisa dipecahkan dengan logika.
Kubuang buku manual, kutanggalkan 'debug' di benakku,
Biarlah hati bicara, tanpa rekayasa, tanpa kalkulasi.
Mungkin di sanalah cinta bersembunyi, menunggu waktu,
Untuk mekar dengan sendirinya, tanpa intervensi ilusi.
Kini kurakit puisi, bukan lagi program cinta,
Untaian kata sederhana, jujur dari lubuk jiwa.
Semoga getarannya sampai, menyentuh relung sukma,
Meski tanpa algoritma, hati ke hati, berbicara.
Mungkin cinta memang tak butuh rumus yang rumit,
Cukup keberanian untuk membuka diri, apa adanya.
Menawarkan hati yang rapuh, meski sering terhimpit,
Berharap kau terima, dengan senyum di kedua pipimu, selamanya.