Di bilik data, jiwa mencari koneksi,
Sebuah server hati, tak henti beroperasi.
Kupikir logika cinta, terukir rapi dalam kode,
Namun algoritma salah alamat, melodi asmara jadi ode.
Layar monitor, pantulkan wajahmu, bidadari digital,
Setiap piksel senyummu, membuatku gagal total.
Ku susun baris demi baris, kode pengakuan rasa,
Berharap kompilasi sempurna, cinta kita kan terasa.
Namun kompiler cinta, ternyata tak kenal namamu,
Syntax error berkali-kali, hancurkan semua mimpiku.
Variabel 'kasih' terdefinisi, tapi tak bisa kau sentuh,
Sebab firewall hatimu, terlalu kuat, teramat kukuh.
Kucoba brute force perasaan, dengan rayuan berulang,
Namun firewall itu pintar, menolak setiap serang.
Rate limiting cintamu, membuatku frustrasi berat,
Di tengah lautan data, aku merasa sekarat.
Kubaca log cintamu, mencari celah kelemahan,
Mungkin ada bug di hatimu, yang bisa kubetulkan.
Kutemukan preferensi data, yang tersembunyi rapi,
Kau suka puisi metafora, bukan rayuan basi.
Maka kuukir sajak ini, dengan bit dan dengan bait,
Tentang cinta yang terdistribusi, tak terikat oleh limit.
Kutulis tentang neuron hati, yang berdenyut tanpa henti,
Mencari resonansi cinta, di dalam sunyi sepi.
Kuceritakan tentang qubit asmara, yang bisa berada di dua keadaan,
Antara ada dan tiada, antara penolakan dan penerimaan.
Kugambarkan tentang jaringan syaraf cinta, yang rumit tak terhingga,
Menghubungkan dua jiwa, dalam simpul tak terduga.
Mungkin ini bukan algoritma sempurna, untuk menaklukkan hatimu,
Tapi ini adalah curahan rasa, dari lubuk jiwaku yang terdalam.
Kuharap kau bisa merasakannya, getaran frekuensi cinta ini,
Meski terenkripsi rapat, di dalam kode abadi.
Ku debug hatiku sendiri, mencari sumber kebimbangan,
Mungkin aku terlalu fokus, pada hasil akhir kemenangan.
Lupa menikmati prosesnya, setiap langkah pendekatan,
Setiap interaksi kecil, yang menyimpan keindahan.
Ku hapus semua asumsi, tentang cinta ideal yang sempurna,
Ku biarkan hatiku terbuka, menerima segala warna.
Karena cinta sejati, bukan tentang kode yang teruji,
Tapi tentang kerentanan jiwa, yang berani berbagi.
Jika firewall hatimu, tetap menolakku mentah-mentah,
Aku akan terima dengan lapang dada, tanpa amarah.
Karena cinta bukan paksaan, tapi pilihan yang mulia,
Dan aku akan terus memprogram hatiku, menjadi lebih bijaksana.
Namun jika suatu saat nanti, kau temukan secercah cahaya,
Dalam baris kode puisiku, yang tulus dan apa adanya,
Mungkin algoritma cintamu, akan berubah perlahan,
Dan kita berdua, bisa menulis program cinta, yang lebih bermakna.