Di layar bias mentari senja bersemi,
Jejak jemari menari di atas mimpi.
Sebuah dunia baru, terangkai maya,
Di mana hati bicara tanpa bersuara.
Algoritma cinta, rumit dan mempesona,
Menyusuri kode, mencari persona.
Profil diri tertera, bagai jendela jiwa,
Menanti sentuhan, meretas dahaga.
Kau hadir bagai anomali terindah,
Pixel wajahmu, ukiran tak terduga.
Senyum virtualmu, menyentuh kalbuku,
Menyulap sunyi menjadi gemuruh rindu.
Kita bertemu di metaverse yang luas,
Avatar berdansa, dalam balutan bias.
Kata-kata terucap, lewat pesan singkat,
Merajut kisah, walau jarak mengikat.
Apakah ini nyata? Atau sekadar ilusi?
Sebuah simulasi, cinta tanpa esensi?
Keraguan hadir, bagai kabut kelam,
Menyelimuti hati, dalam kegelisahan.
Namun, getar rasa tak bisa dibohongi,
Sentuhan jemari, terasa menghujani.
Tawa renyahmu, terdengar di telinga,
Menghapus ragu, membuka tabir cinta.
Kita membangun istana dari bit dan byte,
Fondasi kepercayaan, kokoh dan kuat.
Menjelajahi dunia virtual bersama,
Berbagi mimpi, di tengah hiruk pikuk maya.
Namun, bayang-bayang dunia nyata datang,
Menyentak kesadaran, bagai petir malam.
Apakah cinta ini, bisa bertahan lama?
Di saat raga terpisah, ruang dan waktu berbeda?
Kita berjanji, untuk terus menjaga asa,
Menyiram benih cinta, agar terus berbunga.
Mencari celah, di antara realita dan maya,
Agar hati tetap terhubung, walau terpisah dunia.
Algoritma hati, terus berproses mencari,
Jalan keluar, dari labirin digital ini.
Mungkin suatu saat nanti, kita kan bertemu,
Di dunia nyata, bukan sekadar avatar palsu.
Hingga saat itu tiba, kita terus berharap,
Cinta digital ini, takkan pernah lenyap.
Karena di balik layar, ada hati yang tulus,
Menanti kehadiranmu, bagai mentari memeluk.
Di era metaverse ini, cinta menemukan bentuk baru,
Walau kadang terasa hampa, dan semu.
Namun, jika dirawat dengan sepenuh hati,
Cinta digital bisa menjadi abadi.