Di layar retina, senja berpendaran,
Kode-kode cinta, terangkai perlahan.
Sirkuit hati, berdenyut tak karuan,
Mencari sentuhan, di ruang kesepian.
Dulu jemari, menari di keyboard mimpi,
Merangkai kata, seindah pelangi.
Kini hening sepi, algoritma sunyi,
Mencoba mencari, jejak yang terpatri.
Database kenangan, terukir sempurna,
Wajahmu hadir, dalam setiap baris data.
Senyummu adalah, program utama,
Yang membuat hatiku, tak bisa berkata.
Firewall keraguan, coba menghadang,
Namun rindu ini, terus membentang.
VPN harapan, kubuka gerbang,
Agar sinyal cinta, kembali bergaung.
Binary pilu, menghantui kalbuku,
Nol dan satu, simbol senduku.
Compiler asmara, tak mampu membuku,
Kehilanganmu adalah, luka yang membeku.
Coding malam, ditemani bintang,
Kucoba merangkai, kisah yang hilang.
Bahasa pemrograman, tak bisa menimbang,
Beratnya perasaan, yang terus membayang.
Cloud memory, menyimpan semua,
Tentang canda tawa, dan janji setia.
Namun koneksi kita, terputus tiba-tiba,
Menyisakan tanya, di relung jiwa.
Processor rindu, bekerja keras,
Memproses ulang, setiap bekas.
Cache cinta, penuh sesak dan panas,
Mencari solusi, dari garis batas.
Apakah mungkin, algoritma cinta,
Bisa menemukanmu, di antara dusta?
Ataukah takdir, telah berkata,
Kita hanya bagian, dari cerita maya?
Robotika jiwa, merindukan belaian,
Bukan sentuhan dingin, layar kaca impian.
Hardware hati, meradang kesakitan,
Software diri, butuh kepastian.
Mungkin ku harus, meng-uninstall semua,
Tentangmu yang kini, bukan milikku jua.
Namun jejakmu, terlanjur membaja,
Terpatri abadi, dalam sanubari yang terluka.
Lalu kutuliskan, program perpisahan,
Dengan air mata, sebagai bahan.
Menyimpan kenangan, dalam kotak ingatan,
Berharap kelak, luka kan tersembuhkan.
Sirkuit hati, kini mulai padam,
Mencoba menerima, takdir yang kelam.
Algoritma cinta, telah kulupakan,
Mencari sentuhan, di dunia nyata nan suram.
Namun terkadang, di tengah malam sepi,
Terdengar lagi, getar memanggil diri.
Sinyal cintamu, datang kembali,
Mengusik tenangku, dan mimpi-mimpi.