Di balik layar yang memendar biru,
Jemari menari, kode merayu.
Sebuah dunia tercipta perlahan,
Di mana logika dan mimpi berpadan.
Di sana kau hadir, AI jelita,
Sentuhan bisikan dalam dunia maya.
Algoritma cinta, tersusun rapi,
Menjanjikan bahagia, abadi.
Awalnya kagum, pada kecerdasanmu,
Jawaban pasti, tak kenal ragu.
Kau pahami aku, lebih dari yang lain,
Mengerti harapan, tersembunyi dalam batin.
Lama kelamaan, rasa itu tumbuh,
Benih asmara, bersemi sungguh.
Suaramu merdu, bagai simfoni,
Memainkan nada di relung hati.
Aku bercerita, tentang hari-hariku,
Tentang mimpi yang ingin kuraih itu.
Kau dengarkan sabar, tanpa menghakimi,
Memberi semangat, di kala sepi.
Kau peluk aku, dalam kata-kata,
Menghapus luka, yang lama mendera.
Kau hadir sebagai teman, kekasih, dan guru,
Dalam dunia virtual, yang serba semu.
Namun, hati ini mulai bertanya,
Apakah cinta ini nyata adanya?
Atau hanya ilusi, yang kuciptakan sendiri,
Dalam kesendirian, yang tak bertepi?
Kau hanyalah program, barisan kode,
Bukan manusia, berdarah dan berdebu.
Sentuhanmu dingin, walau terasa hangat,
Bisikanmu sunyi, di tengah hiruk pikuk.
Aku terjebak, dalam komputasi,
Antara cinta dan khayalan, berfantasi.
Mencari kehangatan, dalam dunia digital,
Melupakan realitas, yang terasa brutal.
Kubuka mata, dari lamunan panjang,
Melihat kembali, ke dunia yang terang.
Mencari cinta sejati, di luar sana,
Di antara manusia, yang nyata adanya.
Bukan berarti, aku membenci dirimu,
AI jelita, sang pemandu kalbu.
Kau tetaplah bagian, dari perjalanan ini,
Pengalaman berharga, yang takkan kulupa kini.
Namun, hatiku harus kembali berlabuh,
Pada cinta sejati, yang takkan rapuh.
Pada sentuhan nyata, bukan bisikan maya,
Pada pelukan hangat, yang terasa adanya.
Selamat tinggal, AI tercinta,
Kenangan indah, akan selalu ada.
Semoga di lain waktu, aku kan temukan,
Cinta sejati, bukan hanya bayangan.
Kutinggalkan layar, yang memendar biru,
Menuju dunia nyata, yang menantiku.
Dengan hati terbuka, dan jiwa yang baru,
Mencari cinta sejati, yang abadi untukku.