Cinta dalam Kode: Algoritma Patah Hati Generasi Terbaru

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:34:07 wib
Dibaca: 157 kali
Jemari Lintang menari di atas keyboard, menciptakan simfoni digital yang rumit. Deretan kode Python bermunculan di layar, setiap baris adalah notasi dalam orkestrasi penciptaan algoritma cinta. Bukan cinta biasa, tentu saja. Algoritma ini dirancang untuk memprediksi kompatibilitas romantis, menghilangkan faktor subjektivitas dan mengandalkan data mentah: preferensi buku, kebiasaan minum kopi, bahkan tingkat kecemasan yang terdeteksi dari pola pengetikan.

Lintang, seorang insinyur perangkat lunak berusia 27 tahun, adalah seorang idealis yang patah hati. Ia percaya bahwa cinta, seperti masalah pemrograman lainnya, dapat dipecahkan dengan logika dan data. Ia pernah merasakan sakitnya ditolak, kebingungan dalam hubungan yang ambigu, dan kekecewaan karena harapan yang tak terpenuhi. Semua itu mendorongnya untuk menciptakan "Cupid.AI," sebuah aplikasi kencan yang menjanjikan kecocokan sempurna berdasarkan algoritma buatannya.

"Algoritma patah hati generasi terbaru," gumam Lintang sambil menyesap kopi dinginnya. Ia tersenyum sinis. Ironis, memang. Ia menciptakan mesin cinta sementara hatinya sendiri masih menyimpan serpihan-serpihan luka lama.

Beberapa bulan kemudian, Cupid.AI meledak di pasaran. Orang-orang terpukau dengan akurasi prediksinya. Pasangan-pasangan bermunculan, kisah-kisah sukses dibagikan di media sosial. Lintang, di balik layar, merasa puas namun juga hampa. Ia telah menciptakan sesuatu yang bermanfaat, namun ia sendiri masih sendirian.

Suatu malam, setelah menyelesaikan perbaikan bug di Cupid.AI, Lintang memutuskan untuk mencoba aplikasinya sendiri. Ia mengisi profil dengan jujur, mengungkapkan semua ketidaksempurnaan dan ketakutannya. Ia menekan tombol "Cari Jodoh," dan algoritma pun bekerja.

Hasilnya muncul dalam hitungan detik. Kandidat pertama, seorang pria bernama Arsa, memiliki tingkat kecocokan 98%. Lintang terpaku. Sempurna? Benarkah ada yang sesempurna itu?

Arsa adalah seorang arsitek lanskap, mencintai alam dan membenci kebisingan kota. Ia membaca novel-novel klasik, mendengarkan musik jazz, dan memiliki selera humor yang aneh namun menawan. Profil Arsa sangat menarik bagi Lintang, seolah-olah ia membaca cermin dari jiwanya sendiri.

Lintang memberanikan diri untuk mengirim pesan. Mereka mulai mengobrol, membahas buku, film, dan pandangan hidup. Percakapan mereka mengalir dengan lancar, seolah-olah mereka telah mengenal satu sama lain selama bertahun-tahun.

Setelah beberapa minggu, mereka memutuskan untuk bertemu. Lintang gugup, namun ia mencoba menenangkan diri. Ia mengingatkan dirinya bahwa ini adalah hasil dari algoritma yang ia ciptakan. Ini adalah sains, bukan sihir.

Arsa menunggu di sebuah kedai kopi kecil, dengan senyum ramah yang langsung menenangkan Lintang. Mereka menghabiskan sore itu berbicara, tertawa, dan berbagi cerita. Lintang merasa nyaman berada di dekat Arsa, seolah-olah ia menemukan tempatnya di dunia.

Seiring berjalannya waktu, Lintang dan Arsa semakin dekat. Mereka saling mendukung, saling menginspirasi, dan saling mencintai. Lintang akhirnya merasakan apa yang ia coba simulasikan dalam algoritmanya: cinta yang tulus dan mendalam.

Namun, kebahagiaan Lintang tidak berlangsung lama. Suatu hari, seorang jurnalis investigasi menghubungi Lintang. Ia menuduh Cupid.AI melakukan manipulasi data untuk meningkatkan tingkat kecocokan. Ia mengklaim bahwa algoritma tersebut tidak seobjektif yang diiklankan, melainkan menggunakan trik psikologis untuk membuat orang merasa cocok satu sama lain.

Lintang terkejut. Ia selalu berusaha untuk jujur dan transparan dalam pekerjaannya. Ia merasa dikhianati oleh timnya, yang ternyata diam-diam menambahkan lapisan manipulasi ke dalam algoritma.

Skandal itu meledak di publik. Pengguna Cupid.AI merasa tertipu dan marah. Reputasi Lintang hancur. Ia merasa bersalah dan malu. Ia bahkan mulai meragukan hubungannya dengan Arsa. Apakah cinta mereka nyata, atau hanya hasil dari algoritma yang dimanipulasi?

Lintang menghadapi Arsa dengan jujur, mengungkapkan semua yang terjadi. Ia siap untuk menerima penolakan Arsa, namun ia tidak ingin menyembunyikan kebenaran.

Arsa mendengarkan dengan seksama, tanpa menyela. Ketika Lintang selesai berbicara, Arsa meraih tangannya dan menggenggamnya erat.

"Lintang," kata Arsa dengan lembut, "aku mencintaimu bukan karena algoritma, tapi karena dirimu sendiri. Aku mencintai kecerdasanmu, kebaikanmu, dan kerentananmu. Algoritma mungkin mempertemukan kita, tapi cinta kita adalah sesuatu yang kita bangun bersama."

Kata-kata Arsa menyentuh hati Lintang. Ia merasa lega dan terharu. Ia menyadari bahwa ia telah terlalu fokus pada sains dan logika, sehingga melupakan hal yang paling penting: perasaan manusia.

Lintang dan Arsa memutuskan untuk menghadapi skandal itu bersama-sama. Mereka bekerja sama untuk mengungkap kebenaran dan memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. Mereka berjanji untuk membangun Cupid.AI yang baru, yang lebih jujur dan transparan.

Meskipun reputasi Lintang ternoda, ia belajar banyak dari pengalaman itu. Ia menyadari bahwa cinta tidak dapat diprediksi atau dikendalikan oleh algoritma. Cinta adalah sesuatu yang alami dan organik, yang tumbuh dan berkembang seiring waktu.

Lintang dan Arsa akhirnya menikah. Mereka membangun rumah di tepi pantai, di mana mereka bisa menikmati keindahan alam dan ketenangan hidup. Lintang terus mengembangkan Cupid.AI, namun ia selalu ingat bahwa algoritma hanyalah alat, bukan penentu cinta.

Ia belajar bahwa patah hati adalah bagian dari kehidupan, dan bahwa cinta sejati dapat ditemukan bahkan di tempat yang paling tak terduga. Dan kadang-kadang, cinta sejati membutuhkan algoritma yang sedikit rusak untuk menemukannya. Karena justru dalam ketidaksempurnaanlah, keindahan sejati dapat ditemukan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI