Sentuhan Data: Algoritma Cinta, Hati yang Luka?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:29:24 wib
Dibaca: 176 kali
Jemari Luna menari di atas keyboard, menghasilkan deretan kode yang rumit. Layar komputernya memancarkan cahaya biru, menerangi wajahnya yang serius. Di usia 27 tahun, Luna adalah seorang ahli algoritma terkemuka di "SoulMate Inc.", perusahaan yang mengklaim diri mampu menemukan pasangan ideal bagi setiap orang melalui algoritma cinta yang mereka kembangkan.

Namun, ironisnya, di balik kepiawaiannya merancang formula cinta, Luna sendiri masih sendiri. Ia tenggelam dalam pekerjaannya, larut dalam logika dan angka, berusaha menghindari kenyataan pahit: hatinya pernah hancur berkeping-keping.

Dulu, ada Arya. Mereka bertemu di konferensi teknologi, saling terpikat oleh kecerdasan dan ambisi masing-masing. Cinta mereka tumbuh seiring dengan proyek kolaborasi yang sukses. Luna percaya, Arya adalah belahan jiwanya, orang yang mengerti dirinya luar dalam. Sampai akhirnya, Arya memilih tawaran pekerjaan di perusahaan rival, meninggalkan Luna tanpa penjelasan yang memadai. Luka itu masih terasa perih, bahkan setelah bertahun-tahun.

"Luna, kamu sudah lihat hasil 'Match Perfect' untuk klien terbaru kita, Ibu Rahayu?" suara Maya, rekan kerjanya, memecah lamunan Luna. Maya berdiri di ambang pintu, memegang tabletnya.

Luna menghela napas. "Belum. Biar kulihat."

Ia membuka file yang dikirim Maya. "Ibu Rahayu, 52 tahun, pengusaha sukses... kriterianya lumayan spesifik. Suka traveling, benci orang yang malas, mencari pasangan yang intelektual dan mandiri."

Algoritma SoulMate Inc. bekerja dengan menganalisis data pengguna, mulai dari riwayat media sosial, preferensi belanja, hingga hasil tes psikologi. Berdasarkan data tersebut, algoritma akan mencocokkan pengguna dengan kandidat yang paling kompatibel.

Setelah beberapa detik, layar menampilkan hasil: "Kandidat Terbaik: Bapak Dirga, 55 tahun, arsitek."

Luna mengamati profil Bapak Dirga. Foto profilnya menunjukkan seorang pria dengan senyum ramah dan mata yang teduh. "Arsitek? Menarik. Sepertinya cocok dengan kriteria Ibu Rahayu," gumam Luna.

Namun, saat ia membaca lebih lanjut, ada sesuatu yang membuatnya tertegun. Bapak Dirga memiliki hobi yang sama persis dengan Arya: mendaki gunung. Bahkan, salah satu foto di profilnya menunjukkan Bapak Dirga berdiri di puncak Gunung Rinjani, gunung yang pernah didaki Luna bersama Arya.

Kenangan itu menyeruak kembali, menghantam Luna dengan kekuatan penuh. Ia teringat tawa Arya di puncak gunung, janji mereka untuk menaklukkan lebih banyak puncak bersama. Dadanya terasa sesak.

"Luna, kamu baik-baik saja?" tanya Maya, melihat ekspresi Luna yang berubah.

Luna berusaha menenangkan diri. "Aku... aku hanya sedikit lelah. Mungkin perlu istirahat sebentar."

Setelah Maya pergi, Luna kembali menatap profil Bapak Dirga. Algoritma memang hebat, pikirnya, tapi bisakah algoritma memahami kompleksitas emosi manusia? Bisakah algoritma merasakan sakitnya kehilangan, kerinduan yang tak terucapkan?

Ia tahu, Ibu Rahayu akan senang dengan hasil ini. Secara logika, Bapak Dirga adalah pasangan yang sempurna. Tapi, Luna tak bisa menghilangkan perasaan aneh yang menghantuinya. Ia merasa seperti mengkhianati dirinya sendiri, seperti menjual cinta sejati hanya demi memenuhi tuntutan algoritma.

Keesokan harinya, Luna memutuskan untuk mengambil cuti. Ia ingin menjauh dari layar komputer, dari deretan kode, dari segala hal yang mengingatkannya pada SoulMate Inc. Ia pergi ke pantai, duduk di atas pasir, dan membiarkan ombak membasahi kakinya.

Ia memejamkan mata, mencoba menenangkan pikirannya. Ia bertanya pada dirinya sendiri: apa arti cinta baginya? Apakah cinta hanya sekadar kecocokan data, persamaan hobi, dan kesamaan visi? Atau adakah sesuatu yang lebih dalam, lebih misterius, yang tak bisa diukur dengan algoritma?

Saat matahari mulai terbenam, Luna melihat seorang pria berjalan mendekat. Pria itu tampak familiar. Ketika pria itu semakin dekat, Luna terkejut. Itu Bapak Dirga.

"Maaf mengganggu," kata Bapak Dirga dengan suara yang lembut. "Saya melihat kamu di sini dan merasa... tertarik. Saya Bapak Dirga."

Luna terdiam. Jantungnya berdebar kencang.

"Saya tahu ini mungkin aneh," lanjut Bapak Dirga. "Tapi, kemarin saya menerima notifikasi dari SoulMate Inc. tentang profil Ibu Rahayu. Profil kamu juga muncul sebagai salah satu rekomendasinya."

Luna semakin terkejut. Ia tak pernah mengisi profil di SoulMate Inc.

"Saya penasaran. Lalu, saya mencari tahu tentang kamu. Saya melihat foto-foto kamu mendaki gunung. Kamu pernah mendaki Gunung Rinjani, kan?" tanya Bapak Dirga.

Luna mengangguk.

"Saya juga suka mendaki gunung. Saya merasa... kita memiliki sesuatu yang sama," kata Bapak Dirga. "Mungkin ini hanya kebetulan. Tapi, saya percaya pada keajaiban."

Luna menatap mata Bapak Dirga. Ada ketulusan di sana, sesuatu yang tak pernah ia lihat dalam kode algoritma.

"Saya... saya Luna," kata Luna akhirnya, dengan suara bergetar.

"Senang bertemu denganmu, Luna," kata Bapak Dirga, tersenyum. "Maukah kamu menemaniku melihat matahari terbenam?"

Luna tersenyum. Ia tahu, ini mungkin bukan cinta yang sempurna, cinta yang diprediksi oleh algoritma. Tapi, ini adalah awal yang baru, kesempatan untuk membuka hati, untuk mempercayai keajaiban, dan untuk menemukan cinta yang sejati. Mungkin, algoritma bisa membantunya menemukan kandidat, tapi hati yang akan memutuskan. Luka lama mungkin belum sepenuhnya sembuh, tapi Luna siap untuk membuka lembaran baru, dengan harapan dan keberanian. Karena, terkadang, sentuhan data hanyalah permulaan, dan cinta sejati membutuhkan lebih dari sekadar algoritma.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI