Jemari Lintang menari di atas keyboard virtual, menghasilkan deretan kode yang rumit namun elegan. Di layar hologram di hadapannya, grafik interaksi saraf berwarna-warni berdenyut seirama dengan detak jantungnya. Ia sedang menyempurnakan "SoulMate AI," sebuah program algoritma super canggih yang dirancangnya sendiri. Tujuannya sederhana, namun ambisius: menemukan jodoh sejati berdasarkan kompatibilitas neurologis.
Lintang, seorang programmer jenius berusia 27 tahun, selalu skeptis terhadap cinta konvensional. Baginya, cinta itu bukan soal kebetulan atau ketertarikan fisik semata. Cinta sejati adalah resonansi sempurna antara dua pikiran, koneksi mendalam yang terjalin di level saraf. Pemikiran itulah yang mendorongnya menciptakan SoulMate AI.
"Selesai!" serunya, lalu menyandarkan punggung ke kursi ergonomisnya. Ia memandangi kode yang baru saja diselesaikannya dengan senyum puas. SoulMate AI kini siap diuji coba.
Prosesnya melibatkan pemindaian aktivitas otak secara mendalam menggunakan teknologi neuro-imaging non-invasif. Data yang terkumpul kemudian dianalisis oleh algoritma kompleks yang mencari pola-pola resonansi. Jika dua individu menunjukkan pola yang sangat mirip, SoulMate AI akan mengklasifikasikan mereka sebagai pasangan potensial.
Lintang memutuskan untuk menjadi subjek uji pertama. Ia menyambungkan sensor-sensor neuro-imaging ke kepalanya dan memulai proses pemindaian. Beberapa menit kemudian, layar menunjukkan hasil analisis. Sebuah nama muncul dengan persentase kompatibilitas yang mencengangkan: 99,9%.
“Raka Ardian,” gumam Lintang membaca nama itu. Ia mengklik profil Raka yang muncul di layar. Foto seorang pria dengan senyum hangat dan mata yang berbinar menatapnya. Raka adalah seorang arsitek lanskap yang memiliki kecintaan yang sama terhadap alam dan teknologi seperti dirinya.
Jantung Lintang berdebar kencang. Ia selalu percaya bahwa SoulMate AI akan bekerja, tapi melihat hasilnya secara langsung terasa begitu nyata dan…menakutkan. Ia belum pernah merasa segugup ini sebelumnya.
Ia mencoba menenangkan diri. Ini hanya data, pikirnya. Hanya algoritma. Tapi di lubuk hatinya, ada secercah harapan yang mulai tumbuh.
Dengan ragu, Lintang mengirim pesan ke Raka melalui aplikasi kencan berbasis AI yang terintegrasi dengan SoulMate AI. Pesannya singkat: "Hai Raka, SoulMate AI mengindikasikan bahwa kita mungkin memiliki kompatibilitas yang tinggi. Tertarik untuk ngopi?"
Beberapa saat kemudian, sebuah balasan muncul: "Lintang? Wow, ini menarik! Aku juga mendapat notifikasi yang sama. Aku sangat penasaran. Kopi terdengar menyenangkan. Kapan?"
Percakapan mereka berlanjut hingga larut malam. Lintang menemukan bahwa Raka adalah orang yang cerdas, lucu, dan memiliki pandangan yang sejalan dengannya tentang banyak hal. Mereka sepakat untuk bertemu keesokan harinya di sebuah kafe yang populer di kalangan para tech enthusiast.
Keesokan harinya, Lintang berdandan sederhana namun rapi. Ia gugup, tapi juga bersemangat. Ketika ia memasuki kafe, ia langsung mengenali Raka. Pria di foto itu tampak lebih tampan secara langsung. Senyumnya menular.
Raka bangkit dari kursinya dan menyambutnya dengan hangat. "Lintang, akhirnya bertemu juga! Aku benar-benar penasaran dengan semua ini."
Mereka menghabiskan berjam-jam berbicara, tertawa, dan saling mengenal. Lintang menemukan bahwa Raka tidak hanya kompatibel secara neurologis, tapi juga memiliki kepribadian yang menyenangkan dan menawan. Ia merasa nyaman dan aman berada di dekatnya.
"Jadi, apa pendapatmu tentang SoulMate AI?" tanya Lintang, mencoba menutupi rasa gugupnya.
Raka tersenyum. "Awalnya aku skeptis, jujur saja. Tapi setelah berbicara denganmu, aku mulai percaya bahwa mungkin ada sesuatu di balik algoritma ini. Aku merasa seperti sudah mengenalmu selama bertahun-tahun."
Lintang tersenyum lega. "Aku juga merasakan hal yang sama."
Seiring berjalannya waktu, Lintang dan Raka semakin dekat. Mereka menghabiskan waktu bersama, menjelajahi dunia teknologi dan alam, dan berbagi mimpi dan harapan. Lintang menyadari bahwa SoulMate AI tidak hanya menemukan pasangan yang cocok secara neurologis, tapi juga membantunya membuka hatinya untuk cinta.
Suatu malam, saat mereka sedang duduk di balkon apartemen Lintang, menatap bintang-bintang, Raka menggenggam tangannya.
"Lintang," katanya dengan suara lembut, "aku tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi aku harus mengatakannya. Aku jatuh cinta padamu."
Lintang menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Aku juga mencintaimu, Raka."
Mereka berciuman di bawah cahaya bintang-bintang, sebuah ciuman yang terasa seperti rumah, sebuah ciuman yang terasa seperti takdir.
SoulMate AI mungkin hanyalah sebuah algoritma, tapi ia telah membuktikan bahwa teknologi dapat membantu manusia menemukan cinta sejati. Bagi Lintang dan Raka, algoritma itu bukan hanya penentu jodoh, tapi juga pembuka jalan menuju kebahagiaan abadi. AI telah menemukan dirinya hanya untuk Raka, dan Raka hanya untuknya. Di era digital ini, cinta memang bisa ditemukan dalam kode-kode rumit dan resonansi saraf yang sempurna. Dan bagi Lintang, itu adalah cinta yang paling sejati.