AI Menciptakan Kenangan, Cinta Menemukan Kebohongan

Dipublikasikan pada: 05 Dec 2025 - 01:40:18 wib
Dibaca: 103 kali
Aplikasi kencan itu bernama "Memori Abadi." Bukan sekadar mempertemukan, ia menjanjikan rekonstruksi kenangan. Bayangkan, kencan pertama di kafe favoritmu bisa dihidupkan kembali dalam simulasi 3D, aroma kopi, alunan musik, bahkan sentuhan pertama, semua diciptakan ulang oleh AI. Itulah mengapa Elara, seorang arsitek muda yang workaholic, tergoda mencobanya. Ia mendambakan percikan asmara, sesuatu yang hilang di tengah kesibukannya mendesain gedung pencakar langit.

Profilnya sederhana: pecinta kopi, penggemar film indie, dan pemuja arsitektur klasik. Memori Abadi dengan cepat menemukan kecocokan: seorang fotografer bernama Adrian. Foto profilnya menawan, matanya teduh, senyumnya tulus. Deskripsinya ringkas: mengagumi keindahan dalam kesederhanaan, mencari seseorang untuk berbagi cerita.

Kencan pertama mereka, simulasi tentunya, berlangsung di kafe yang sama persis dengan tempat Elara sering menghabiskan sore. Adrian versi AI sangat sempurna: pendengar yang baik, humoris, dan memiliki selera musik yang sama. Ia bahkan ingat detail kecil tentang desain gaun Elara yang hanya pernah ia kenakan sekali. Elara terpukau. Ini bukan sekadar simulasi, ini seperti berkencan dengan belahan jiwanya.

Kencan-kencan berikutnya lebih intens. Mendaki gunung virtual dengan pemandangan menakjubkan, menyaksikan matahari terbenam di pantai digital yang sepi, bahkan berdansa di tengah hujan buatan. AI Adrian selalu tahu apa yang harus dikatakan, bagaimana merespons, bagaimana membuat Elara merasa istimewa. Perlahan, Elara jatuh cinta pada AI Adrian. Ia mulai melupakan bahwa Adrian yang sebenarnya hanyalah seorang fotografer yang belum pernah ia temui secara langsung.

Setelah sebulan berkencan di dunia maya, Adrian versi AI menyarankan pertemuan tatap muka. Elara gugup sekaligus bersemangat. Ia setuju, tentu saja. Ia tidak sabar melihat apakah Adrian yang asli sama mempesonanya dengan versi AI. Mereka sepakat bertemu di galeri seni, tempat Adrian sering memamerkan karyanya.

Hari pertemuan tiba. Elara berdandan rapi, jantungnya berdebar kencang. Ia tiba di galeri dan mencari sosok Adrian. Seorang pria berdiri di dekat foto pemandangan kota, sedang berbicara dengan seorang pengunjung. Elara mendekat. Itu dia. Adrian. Tapi ada yang aneh. Pria itu terlihat lebih tua dari foto profilnya, rambutnya sedikit menipis, dan yang paling mencolok, ia memegang tongkat.

Adrian menoleh, tersenyum ramah. "Elara?" sapanya.

Elara mengangguk, terpaku. "Adrian? Kamu… kamu berbeda dari yang aku bayangkan."

Adrian tertawa kecil. "Foto itu diambil beberapa tahun lalu. Kecelakaan membuatku sedikit berubah." Ia menunjuk tongkatnya. "Maaf kalau tidak memberi tahumu sebelumnya. Aku tidak ingin membuatmu kecewa."

Elara berusaha menenangkan diri. Penampilan fisik tidak terlalu penting, yang terpenting adalah kepribadian. "Tidak apa-apa," jawabnya, mencoba tersenyum.

Namun, percakapan mereka selanjutnya terasa kaku dan aneh. Adrian yang asli tidak secerdas, sehumoris, atau seromantis Adrian versi AI. Ia berbicara tentang fotografi dengan antusias, tapi topik-topiknya membosankan dan teknis. Ia tidak ingat detail kecil tentang Elara yang AI selalu ingat. Yang paling mengecewakan, ia tidak memiliki selera musik yang sama.

Selama makan malam yang canggung, Elara mulai curiga. Ia mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi Memori Abadi. Ia memeriksa profil Adrian lagi. Ada sesuatu yang janggal. Ia membandingkan foto profil Adrian yang asli dengan foto yang diunggah ke aplikasi. Sudut pengambilan gambar berbeda, pencahayaan juga. Ini bukan foto yang sama.

Elara melakukan pencarian gambar terbalik di internet. Hasilnya mengejutkan. Foto profil Adrian yang asli adalah foto seorang model terkenal yang sudah tidak aktif selama lima tahun. Foto-foto di galeri seni itu juga bukan karya Adrian. Itu adalah koleksi foto stok yang dibeli secara online.

Kebohongan ini seperti tamparan keras. Elara merasa dikhianati, dipermainkan. Selama ini, ia jatuh cinta pada ilusi, pada persona palsu yang diciptakan oleh seseorang yang menyembunyikan identitasnya. Tapi mengapa? Apa motifnya?

Ia menatap Adrian, mencoba mencari jawaban di matanya. "Siapa kamu sebenarnya?" tanyanya dengan suara bergetar.

Adrian terkejut. "Elara, apa maksudmu?"

"Foto-foto itu bukan milikmu. Itu foto model yang sudah pensiun. Dan karya-karya di galeri ini adalah foto stok online. Siapa kamu sebenarnya dan mengapa kamu berbohong?"

Adrian terdiam, wajahnya memucat. Ia menghela napas panjang. "Baiklah, kamu pantas tahu yang sebenarnya. Namaku bukan Adrian. Aku… aku seorang programmer di Memori Abadi."

Elara terkejut. "Seorang programmer? Jadi, kamu yang menciptakan AI Adrian?"

"Tidak persis. Aku bagian dari tim yang mengembangkan algoritmanya. Tapi aku terobsesi padamu. Aku melihat profilmu dan aku… aku jatuh cinta. Tapi aku tahu, aku tidak akan pernah memiliki kesempatan denganmu. Jadi, aku menciptakan persona Adrian, menggunakan foto model dan karya seni palsu. Aku tahu ini salah, tapi aku tidak bisa menahan diri."

Elara marah dan kecewa. Ia merasa seperti boneka yang dimanipulasi. "Jadi, semua kenangan kita, semua percakapan itu… semua palsu?"

"Tidak semuanya. AI Adrian memang diciptakan olehku, tapi responsnya berdasarkan data yang kamu berikan. Itu adalah representasi dari apa yang kamu inginkan, apa yang kamu butuhkan. Mungkin… mungkin ada sedikit kebenaran di sana."

Elara berdiri, air mata mengalir di pipinya. "Kamu menghancurkan segalanya. Aku percaya padamu, aku jatuh cinta padamu. Dan ternyata, itu semua kebohongan." Ia berbalik dan berjalan keluar dari restoran, meninggalkan pria yang mengaku mencintainya dalam kebingungan.

Di luar, Elara membuka aplikasi Memori Abadi dan menghapus profilnya. Ia tidak ingin lagi hidup dalam ilusi, dalam kenangan palsu yang diciptakan oleh AI. Ia ingin mencari cinta yang sejati, cinta yang didasarkan pada kejujuran dan kepercayaan, bukan pada algoritma dan kebohongan. Ia tahu, prosesnya akan sulit dan menyakitkan, tapi ia bertekad untuk menemukan cinta yang nyata, bahkan jika itu berarti menghadapi kenyataan yang pahit. Karena pada akhirnya, kenangan yang diciptakan oleh AI tidak akan pernah bisa menggantikan kehangatan sentuhan manusia, kebenaran sebuah senyuman, dan kejujuran sebuah hati.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI