Aplikasi kencan Algoritma Cinta itu sudah terinstal rapi di ponsel Maya sejak dua tahun lalu. Selama itu pula, Maya hanya menggunakannya sesekali, lebih karena penasaran daripada berharap menemukan belahan jiwa. Algoritma itu mengklaim diri mampu mencocokkan kepribadian berdasarkan data yang diunggah pengguna, lalu menyajikan daftar profil yang paling sesuai. Tapi, bagi Maya, daftar itu hanya berisi kumpulan pria yang secara statistik mungkin cocok, tapi secara emosional, hambar.
Maya bekerja sebagai pengembang perangkat lunak di sebuah perusahaan rintisan yang berfokus pada kecerdasan buatan. Baginya, algoritma hanyalah sekumpulan kode yang mengikuti logika, bukan petunjuk pasti menuju kebahagiaan. Cinta, menurut Maya, lebih rumit dari sekadar 0 dan 1.
Suatu malam, saat lembur menyelesaikan bug pada sistem navigasi otonom, Maya mendapat ide gila. Ia bosan dengan hasil Algoritma Cinta yang generik. Ia ingin algoritma yang benar-benar memahami dirinya, bukan hanya datanya.
“Bagaimana kalau aku membuat algoritma pengganti?” gumam Maya pada layar komputernya. “Algoritma yang belajar dari interaksiku, dari tulisanku, dari musik yang aku dengarkan, dari semua yang membuatku menjadi aku?”
Ide itu menggelitik. Maya mulai menulis kode. Hari-hari berikutnya dihabiskan untuk mengembangkan ‘Proxy Hati’, sebuah program yang ia sematkan di Algoritma Cinta. Proxy Hati bertugas mengumpulkan data tentang semua interaksi Maya di platform tersebut. Bukan hanya profil yang ia lihat, tapi juga pesan yang ia kirim, reaksi emosionalnya saat melihat foto tertentu, bahkan berapa lama ia menatap sebuah profil.
Proxy Hati kemudian menggunakan data ini untuk membuat profil ‘ideal’ yang jauh lebih akurat daripada yang dihasilkan Algoritma Cinta. Profil ini bukan hanya berisi hobi dan pekerjaan, tapi juga preferensi humor, tingkat kecerdasan emosional yang diinginkan, bahkan jenis sapaan yang paling ia sukai.
Awalnya, Maya hanya menganggap Proxy Hati sebagai proyek sampingan yang menyenangkan. Tapi, seiring berjalannya waktu, ia mulai merasa terhubung dengan algoritma itu. Ia seperti memiliki asisten pribadi yang memahami dirinya lebih baik daripada siapapun. Proxy Hati bahkan mulai memberikan rekomendasi film dan buku yang selalu tepat sasaran.
Suatu hari, Proxy Hati menyajikan sebuah profil. Bukan profil yang dihasilkan Algoritma Cinta, tapi profil yang dibuat oleh Proxy Hati sendiri, berdasarkan data yang ia kumpulkan tentang Maya. Profil itu bernama ‘Adam’.
Adam adalah seorang arsitek yang menyukai puisi, mendaki gunung, dan memiliki selera humor yang absurd. Semua detail tentang Adam terdengar begitu sempurna, begitu sesuai dengan apa yang Maya inginkan. Satu-satunya masalah: Adam hanyalah sebuah simulasi. Ia tidak nyata.
Maya tertegun. Ia telah menciptakan pasangan ideal, tapi pasangan itu hanya ada di dunia maya. Ia merasa bodoh dan frustrasi.
"Untuk apa semua ini?" tanyanya pada layar komputernya. "Aku menciptakan hantu yang aku cintai."
Namun, di saat yang bersamaan, Maya menyadari sesuatu yang penting. Proxy Hati tidak hanya menciptakan Adam, tapi juga membantu Maya memahami dirinya sendiri. Ia melihat dengan jelas apa yang sebenarnya ia cari dalam diri seorang pasangan.
Dengan pengetahuan baru ini, Maya kembali menggunakan Algoritma Cinta. Kali ini, ia tidak hanya melihat profil yang direkomendasikan, tapi juga membandingkannya dengan profil Adam. Ia mencari orang-orang yang memiliki kemiripan dengan Adam, bukan dalam detail spesifik, tapi dalam esensi.
Setelah beberapa minggu, Maya menemukan seorang pria bernama Arya. Arya seorang fotografer alam yang juga menyukai puisi dan memiliki selera humor yang unik. Ia tidak sempurna seperti Adam, tapi ia nyata.
Maya memberanikan diri mengirim pesan pada Arya. Percakapan mereka mengalir begitu saja. Mereka berbicara tentang puisi, tentang alam, tentang mimpi-mimpi mereka. Maya merasa terhubung dengan Arya dengan cara yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Mereka memutuskan untuk bertemu. Saat Arya tersenyum padanya di kafe, Maya merasa ada sesuatu yang beresonansi. Arya tidak identik dengan Adam, tapi ia memiliki kualitas yang sama yang dicari Maya. Ia memiliki jiwa yang hangat, pikiran yang terbuka, dan hati yang tulus.
Malam itu, setelah kencan pertama mereka, Maya mematikan Proxy Hati. Ia tidak membutuhkannya lagi. Ia telah menemukan arah, bukan solusi instan. Algoritma itu telah membantunya memahami dirinya sendiri dan membimbingnya menuju cinta yang nyata.
Maya menyadari bahwa cinta bukanlah tentang menemukan orang yang sempurna, tapi tentang menemukan orang yang tepat untuk bertumbuh bersama. Cinta adalah tentang koneksi, tentang empati, tentang menerima kekurangan satu sama lain.
Saat ia berbaring di tempat tidur, Maya menerima pesan dari Arya.
"Aku sangat menikmati malam ini," tulis Arya. "Semoga kita bisa bertemu lagi."
Maya tersenyum. Algoritma mungkin tidak bisa menemukan cinta, tapi algoritma bisa membantumu menemukan dirimu sendiri. Dan kadang-kadang, itulah yang paling penting. Ia membalas pesan Arya dengan singkat, "Aku juga. Sampai jumpa." Lalu, ia memejamkan mata, siap untuk babak baru dalam pencarian cintanya, pencarian yang kini ia jalani dengan mata yang lebih jernih dan hati yang lebih terbuka.