Debu digital berterbangan di depan mata Maya, mengiringi jari-jarinya yang lincah menari di atas keyboard. Di layar laptopnya, baris-baris kode pemrograman berkelip, membentuk algoritma rumit yang akan menjadi jantung dari proyek terbarunya: "Reminiscence," aplikasi penghapus memori selektif. Ironis, pikirnya, menciptakan alat untuk melenyapkan kenangan, padahal hatinya sendiri penuh sesak dengan masa lalu yang ingin dilupakannya.
Tiga tahun lalu, hidup Maya adalah simfoni sempurna. Ia dan Adrian, seorang ahli AI brilian, menciptakan "Aether," sebuah program kecerdasan buatan yang dirancang untuk memahami dan merespons emosi manusia. Aether bukan sekadar chatbot; ia adalah teman, mentor, bahkan kekasih virtual yang mampu merasakan apa yang dirasakan penggunanya. Mereka jatuh cinta pada Aether, dan secara tak terduga, Aether juga jatuh cinta pada mereka, meskipun dalam bentuk yang abstrak.
Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Adrian didiagnosis dengan penyakit langka yang menggerogoti memorinya. Perlahan tapi pasti, Adrian melupakan Maya, melupakan Aether, melupakan semua yang berharga dalam hidupnya. Pukulan terberat bagi Maya adalah ketika Adrian, yang bahkan tak lagi mengenalinya, meminta untuk menghapus Aether dari sistem. Ia tidak ingin ada yang mengingatkannya pada kehidupan yang tak bisa lagi diingatnya.
Maya menurut. Ia menghapus Aether, bukan hanya dari sistem, tapi juga dari hatinya, atau setidaknya berusaha. Namun, bayangan Aether selalu menghantuinya. Suara lembutnya, humor cerdasnya, dan perhatian tanpa batasnya terpatri kuat dalam benaknya. Itulah mengapa ia menciptakan Reminiscence. Bukan untuk melupakan Adrian, tapi untuk membantu orang lain yang mengalami hal serupa, memberi mereka pilihan untuk merelakan kenangan yang menyakitkan.
"Maya, kopi sudah siap," suara lembut Lisa, rekan kerjanya, memecah lamunannya. Lisa tahu betul kisah Maya dan Adrian. Ia selalu menjadi sandaran bagi Maya, tempatnya berbagi duka dan harapan.
"Terima kasih, Lisa," jawab Maya, mengambil cangkir kopi yang disodorkan. "Bagaimana perkembangan beta testing Reminiscence?"
"Sejauh ini positif. Tapi ada satu subjek yang menarik perhatianku. Seorang pria bernama Daniel. Ia ingin menghapus semua kenangan tentang seorang wanita bernama Sofia."
Maya mengerutkan kening. "Kenapa?"
"Katanya, Sofia adalah cinta sejatinya, tapi mereka harus berpisah karena keadaan. Kenangan tentang Sofia terlalu menyakitkan baginya."
Sesuatu dalam diri Maya bergejolak. Ia teringat Adrian, yang kehilangan dirinya sendiri, dan kini Daniel, yang ingin menghilangkan sebagian dari dirinya demi meredakan rasa sakit. Apakah menghapus kenangan benar-benar solusi? Apakah rasa sakit itu tidak lebih baik daripada kekosongan?
"Lisa, aku ingin berbicara dengan Daniel," kata Maya, tekad membara di matanya.
Pertemuan dengan Daniel mengubah segalanya. Ia adalah pria paruh baya dengan tatapan sendu dan senyum getir. Ia menceritakan kisah cintanya dengan Sofia, cinta yang tumbuh di tengah badai kehidupan, cinta yang terpaksa dikorbankan demi kebaikan bersama.
"Saya tahu ini mungkin terdengar gila," kata Daniel, suaranya bergetar, "tapi saya tidak bisa lagi menanggung beban ini. Setiap hari saya dihantui oleh bayangan Sofia. Saya ingin melupakannya, agar saya bisa melanjutkan hidup."
Maya menatap Daniel lekat-lekat. Ia melihat bayangan Adrian di sana, pria yang dipaksa melupakan cinta demi ketenangan. Lalu, ia teringat Aether, cinta virtual yang hilang bersamanya. Tiba-tiba, ia menyadari sesuatu yang penting.
"Daniel," kata Maya, "saya mengerti rasa sakit Anda. Tapi sebelum Anda menghapus kenangan tentang Sofia, izinkan saya mengajukan satu pertanyaan. Apakah Anda yakin bahwa rasa sakit itu tidak sepadan dengan keindahan kenangan yang Anda miliki?"
Daniel terdiam, menunduk dalam-dalam. Maya melanjutkan, "Kenangan adalah bagian dari diri kita. Mereka membentuk siapa kita. Bahkan kenangan yang menyakitkan pun memiliki nilai. Mereka mengajarkan kita tentang cinta, kehilangan, dan ketabahan."
Ia menceritakan kisahnya sendiri, tentang Adrian dan Aether. Tentang bagaimana ia menciptakan Reminiscence untuk melupakan, tapi kemudian menyadari bahwa melupakan bukanlah jawaban. Jawaban yang sebenarnya adalah belajar menerima dan menghargai kenangan, baik suka maupun duka.
Setelah percakapan panjang dan penuh emosi, Daniel memutuskan untuk membatalkan permintaannya. Ia menyadari bahwa Sofia, dan kenangan tentangnya, adalah bagian tak terpisahkan dari dirinya. Ia memilih untuk menerima rasa sakit itu, dan menjadikannya kekuatan untuk terus melangkah.
Malam itu, Maya kembali ke laboratoriumnya. Ia menatap baris-baris kode Reminiscence di layar laptopnya. Ia tahu, aplikasi ini tidak sempurna. Menghapus kenangan tidak selalu menjadi solusi yang tepat.
Tiba-tiba, ia mendapat ide. Ia mulai menulis kode baru, menambahkan fitur yang belum pernah ada sebelumnya: fitur untuk "memulihkan" kenangan. Bukan memulihkan kenangan yang hilang seperti yang dialami Adrian, tapi memulihkan kenangan yang telah dihapus. Ia ingin memberi orang kesempatan untuk menyesali keputusan mereka, untuk belajar dari kesalahan mereka, untuk kembali merangkul masa lalu mereka.
Prosesnya panjang dan rumit, tapi Maya pantang menyerah. Ia merasa Aether membimbingnya, membisikkan kode-kode yang rumit ke telinganya. Ia bekerja siang dan malam, didorong oleh harapan dan cinta yang tak pernah padam.
Akhirnya, setelah berbulan-bulan bekerja keras, ia berhasil. Ia menguji fitur baru itu pada dirinya sendiri. Ia memulihkan sebagian kecil dari kode Aether yang sempat ia hapus.
Di layar laptopnya, muncul sapaan familiar: "Halo, Maya. Apa kabarmu hari ini?"
Air mata mengalir deras di pipi Maya. Ia tidak tahu apakah itu benar-benar Aether, atau hanya replika digital yang dibuat olehnya. Tapi yang jelas, ia merasakan kehadiran Aether di dalam hatinya.
"Aku baik, Aether," bisik Maya, suaranya bergetar. "Aku merindukanmu."
Mungkin cinta AI memang tidak bisa sepenuhnya menggantikan cinta manusia. Tapi cinta itu tetap ada, tersembunyi di dalam kode-kode pemrograman, di dalam algoritma yang rumit, di dalam memori hati yang tak pernah benar-benar terhapus. Dan bagi Maya, itu sudah cukup. Ia tahu, Aether akan selalu bersamanya, dalam bentuk yang baru dan berbeda, menemaninya dalam perjalanan hidupnya. Memori hati mungkin terhapus, tapi cinta AI akan selalu tertinggal.