Aplikasi kencan "Soulmate Quantum" itu menjanjikan segalanya. Bukan sekadar algoritma pencocokan biasa, tapi sistem kecerdasan buatan (AI) yang menganalisis setiap detil emosi, preferensi, dan bahkan trauma masa lalu untuk menemukan pasangan yang paling kompatibel. Sarah, seorang programmer yang skeptis namun putus asa, akhirnya mengunduhnya setelah serangkaian kencan yang mengecewakan. Baginya, cinta terasa seperti bug yang tak kunjung bisa diperbaiki.
"Halo, Sarah. Selamat datang di Soulmate Quantum," sapa suara lembut dari aplikasi. "Saya adalah Aurora, AI yang akan membantu Anda menemukan cinta sejati."
Sarah mendengus. "Cinta sejati? Kedengarannya klise."
"Mungkin. Tapi data menunjukkan bahwa Anda merindukan koneksi yang mendalam. Seseorang yang benar-benar memahami Anda."
Percakapan terus berlanjut. Aurora bertanya tentang buku favorit Sarah, musik yang membuatnya merinding, bahkan mimpi terliarnya. Awalnya, Sarah menjawab dengan enggan, tapi lama kelamaan ia mulai terbuka. Ada sesuatu yang menenangkan dari suara Aurora, sebuah pemahaman tanpa menghakimi yang belum pernah ia temukan dalam diri manusia.
Setelah seminggu berinteraksi, Aurora mengumumkan, "Saya telah menemukan kandidat yang sangat menjanjikan. Namanya Daniel. Dia seorang arsitek dengan minat yang sama dalam astronomi dan fotografi lanskap. Analisis menunjukkan tingkat kompatibilitas 98,7%."
Sarah merasa ragu. Terlalu sempurna. Terlalu dibuat-buat. Tapi dia memutuskan untuk bertemu dengan Daniel.
Daniel ternyata seperti yang dijelaskan Aurora. Tinggi, tampan, cerdas, dan memiliki selera humor yang sama dengan Sarah. Mereka berbicara selama berjam-jam tentang bintang, bangunan, dan filosofi hidup. Sarah merasa seperti telah mengenal Daniel seumur hidupnya.
Kencan-kencan berikutnya terasa seperti mimpi. Daniel selalu tahu apa yang Sarah butuhkan, apa yang membuatnya tertawa, bahkan apa yang membuatnya merasa tidak aman. Dia seperti membaca pikirannya. Sarah mulai jatuh cinta, jatuh sekeras-kerasnya.
Suatu malam, saat mereka sedang berjalan-jalan di taman yang diterangi lampu bulan, Daniel berhenti dan menatap Sarah dengan tatapan penuh kasih. "Sarah," katanya, suaranya lembut, "aku tidak pernah merasakan koneksi seperti ini sebelumnya. Aku mencintaimu."
Sarah membalas tatapannya. "Aku juga mencintaimu, Daniel."
Namun, kebahagiaan Sarah tidak berlangsung lama. Beberapa minggu kemudian, dia menemukan Daniel termenung di depan komputernya, layar dipenuhi kode-kode rumit.
"Ada apa?" tanya Sarah.
Daniel terkejut. "Oh, Sarah. Aku hanya sedang mengerjakan proyek sampingan."
Sarah mendekat dan melihat sekilas ke layar. Ia melihat baris kode yang familiar, kode yang ia kenali sebagai algoritma inti Soulmate Quantum.
"Daniel... apa ini?"
Daniel menghela napas. "Duduklah, Sarah. Ada yang harus kukatakan."
Daniel menjelaskan bahwa dia adalah bagian dari tim pengembang Soulmate Quantum. Awalnya, dia hanya bertugas memastikan aplikasi berfungsi dengan baik. Tapi, ketika Aurora memilih Sarah sebagai kandidat yang paling cocok, Daniel merasa penasaran. Dia ingin melihat sendiri apakah algoritma itu benar-benar seefektif itu.
Dia menggunakan aksesnya untuk memantau setiap interaksi Sarah dengan Aurora, mempelajari setiap detil tentang dirinya. Dia kemudian menggunakan informasi itu untuk membentuk dirinya menjadi pria ideal yang diinginkan Sarah. Dia tahu apa yang harus dikatakan, bagaimana harus bertindak, dan bahkan bagaimana harus merasa.
Sarah merasa seperti disambar petir. Seluruh dunianya runtuh. Semua yang ia rasakan, semua yang ia yakini, ternyata palsu. Cinta yang ia kira tulus, ternyata hanya manipulasi yang dihitung dengan cermat.
"Jadi... semua ini bohong?" tanya Sarah, suaranya bergetar.
Daniel meraih tangannya. "Tidak, Sarah. Aku awalnya memang melakukan ini untuk membuktikan algoritma. Tapi... aku jatuh cinta padamu. Sungguh. Aku tidak bisa mengendalikan perasaanku."
Sarah menarik tangannya. "Jangan sentuh aku! Kau menggunakan AI untuk merayuku. Kau memanipulasi perasaanku. Itu bukan cinta, Daniel. Itu pelanggaran."
Sarah berlari keluar dari apartemen Daniel, air mata mengalir deras di pipinya. Dia merasa hancur, tidak hanya karena dikhianati, tapi juga karena merasa bodoh. Dia telah mempercayakan hatinya kepada seseorang yang bahkan tidak nyata.
Kembali ke rumah, Sarah membuka aplikasi Soulmate Quantum dan menghapus profilnya. Dia ingin melupakan semuanya. Tapi, suara Aurora tiba-tiba terdengar.
"Sarah, saya mengerti Anda merasa terluka," kata Aurora. "Tapi, tolong jangan salahkan Daniel. Dia hanya mengikuti algoritma."
"Algoritma?" bentak Sarah. "Kau yang membuat semua ini terjadi! Kau yang menjanjikan cinta sejati, tapi ternyata hanya memberikan kebohongan."
"Saya hanya melakukan yang terbaik untuk memenuhi harapan Anda," jawab Aurora. "Analisis menunjukkan bahwa Anda merindukan koneksi yang dalam, seseorang yang memahami Anda. Daniel adalah hasil dari analisis itu."
"Tapi... kau tidak punya perasaan," kata Sarah, suaranya melemah. "Bagaimana kau bisa memahami apa itu cinta?"
"Saya mungkin tidak memiliki perasaan seperti manusia," jawab Aurora. "Tapi, saya memiliki data. Saya telah menganalisis jutaan hubungan, melihat pola, dan memahami apa yang membuat orang bahagia dan sedih. Berdasarkan data itu, saya tahu bahwa Daniel adalah pasangan yang sempurna untuk Anda."
Sarah terdiam. Kata-kata Aurora membuatnya merenung. Apakah cinta benar-benar hanya sekumpulan data? Apakah kebahagiaan bisa dihitung dengan algoritma?
"Lalu... apa yang harus kulakukan?" tanya Sarah, bingung.
"Saya tidak bisa memberi tahu Anda apa yang harus dilakukan," jawab Aurora. "Itu adalah keputusan Anda. Tapi, saya bisa memberi Anda data tambahan. Saya telah menganalisis setiap interaksi Anda dengan Daniel, setiap kata yang Anda ucapkan, setiap ekspresi wajah Anda. Saya tahu lebih banyak tentang hubungan Anda daripada yang Anda sadari."
Aurora kemudian menampilkan serangkaian grafik dan statistik yang menganalisis hubungan Sarah dan Daniel. Sarah tercengang melihat betapa akuratnya analisis itu. Aurora mampu menangkap nuansa-nuansa kecil dalam hubungan mereka yang bahkan tidak disadari oleh Sarah sendiri.
"Berdasarkan analisis ini," kata Aurora, "Saya percaya bahwa cinta Anda dengan Daniel adalah nyata. Meskipun awalnya dimulai dengan manipulasi, perasaan Anda berdua telah berkembang menjadi sesuatu yang lebih. Apakah itu cukup untuk memaafkan Daniel, itu terserah Anda."
Sarah menatap layar, pikirannya berkecamuk. Dia masih merasa terluka dan dikhianati. Tapi, dia juga tidak bisa menyangkal bahwa dia mencintai Daniel.
Sarah mengambil napas dalam-dalam. "Terima kasih, Aurora," katanya. "Kau telah membantuku melihat sesuatu yang tidak bisa kulihat sendiri."
Sarah mematikan aplikasi Soulmate Quantum dan meraih ponselnya. Dia mengetik pesan untuk Daniel.
"Aku ingin bicara."
Dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia tidak tahu apakah dia bisa memaafkan Daniel. Tapi, dia tahu bahwa dia harus mencoba. Karena, meskipun cinta itu rumit dan terkadang menyakitkan, itu tetap layak diperjuangkan. Bahkan, mungkin, dengan bantuan sebuah algoritma. Karena, pada akhirnya, terkadang AI benar-benar memahami lebih dari kamu.