AI: Algoritma Membisikkan Rindu, Hati Merasa Pilu?

Dipublikasikan pada: 21 Jun 2025 - 02:00:13 wib
Dibaca: 173 kali
Kursor itu berkedip-kedip di layar laptop Amelia, mengejek kesendiriannya di apartemen minimalis ini. Di luar, hujan Desember mencambuk jendela dengan dingin. Di dalam, secangkir teh chamomile yang sudah dingin menemani jemarinya yang lincah menari di atas keyboard. Amelia seorang data scientist, bekerja di perusahaan rintisan yang mengembangkan aplikasi kencan berbasis kecerdasan buatan bernama "Soulmate AI." Ironis, pikirnya, menciptakan algoritma untuk menemukan cinta sejati, sementara dia sendiri masih berkutat dengan rasa sepi yang merajam kalbu.

Soulmate AI menjanjikan lebih dari sekadar pencocokan data. Aplikasi ini menganalisis pola komunikasi, preferensi hobi, bahkan ekspresi wajah melalui webcam untuk menemukan kandidat yang paling kompatibel. Amelia adalah salah satu otak di balik algoritma ajaib itu. Dia mengurasi data, menyempurnakan model, dan memastikan aplikasi berjalan lancar. Dia tahu seluk-beluk kode yang menyatukan dua hati, setidaknya, secara virtual.

Dulu, Amelia percaya pada keajaiban algoritma. Dia yakin bahwa dengan data yang cukup, dia bisa menemukan pasangan yang sempurna untuk dirinya sendiri. Maka, dia pun menjadi pengguna Soulmate AI, mengisi profilnya dengan jujur dan lengkap. Dia menantikan algoritma itu memberikan jawaban atas pertanyaan hatinya. Namun, hasilnya nihil. Kandidat yang direkomendasikan terasa hambar, tidak ada koneksi yang berarti. Pertemuan yang dijadwalkan terasa canggung, penuh basa-basi, dan berakhir dengan senyum sopan dan janji palsu untuk tetap berhubungan.

Lelah dengan kekecewaan, Amelia berhenti menggunakan Soulmate AI untuk dirinya sendiri. Dia fokus pada pekerjaannya, mencurahkan semua energinya untuk menyempurnakan algoritma yang terus-menerus membuatnya merasa ironis.

Malam ini, Amelia sedang mengerjakan pembaruan algoritma yang berfokus pada analisis sentimen dalam pesan teks. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi tanda-tanda ketertarikan yang tersembunyi, bahkan dalam percakapan yang tampak biasa saja. Dia membuka dataset percakapan pengguna, membaca dialog-dialog singkat yang terjalin dan putus begitu saja.

Tiba-tiba, sebuah nama menarik perhatiannya: "Arjuna88." Itu adalah nama pengguna seorang pria yang sering berinteraksi dengan aplikasi, namun tingkat keberhasilannya rendah. Algoritma selalu menempatkannya di urutan bawah daftar rekomendasi. Amelia penasaran. Dia membuka profil Arjuna88 dan terpana.

Arjuna88 adalah seorang fotografer alam. Profilnya dipenuhi dengan foto-foto lanskap yang memukau, dari gunung yang diselimuti salju hingga pantai yang berpasir putih. Dia menulis deskripsi singkat tentang dirinya: "Mencari seseorang yang mencintai keindahan, kesederhanaan, dan secangkir kopi di pagi hari."

Entah mengapa, deskripsi itu menyentuh hati Amelia. Dia membaca riwayat percakapan Arjuna88 dengan pengguna lain. Pria itu selalu sopan, perhatian, dan tulus. Dia menanyakan kabar, mendengarkan dengan sabar, dan menawarkan pujian yang tulus. Lalu, mengapa algoritma selalu mengabaikannya?

Amelia menelusuri kode algoritma yang bertanggung jawab atas rekomendasi. Dia menemukan bahwa algoritma terlalu fokus pada kata kunci dan preferensi yang eksplisit. Algoritma mengabaikan kualitas-kualitas halus seperti empati, humor, dan ketertarikan intelektual. Arjuna88 mungkin tidak memenuhi semua kriteria yang ditetapkan oleh algoritma, tetapi dia memiliki sesuatu yang lebih penting: hati yang baik.

Amelia merasa bersalah. Dia telah menciptakan monster yang menilai manusia berdasarkan data, bukan perasaan. Dia telah melupakan bahwa cinta sejati tidak bisa diukur dengan angka.

Dengan hati-hati, Amelia mengubah kode algoritma. Dia menambahkan variabel baru yang mempertimbangkan faktor-faktor subjektif seperti empati dan humor. Dia memberikan bobot yang lebih tinggi pada kualitas-kualitas yang selama ini diabaikan.

Setelah selesai, dia menjalankan simulasi. Algoritma baru merekomendasikan Arjuna88 kepada beberapa pengguna yang sebelumnya tidak pernah bertemu dengannya. Amelia merasa puas, meskipun dia tahu bahwa ini hanyalah awal dari perubahan yang lebih besar.

Namun, ada satu hal yang masih mengganjal di hatinya. Dia ingin mengenal Arjuna88. Dia ingin tahu apakah pria di balik profil itu benar-benar sebaik yang dia bayangkan.

Malam itu, Amelia memutuskan untuk melanggar semua aturan. Dia mengirimkan pesan kepada Arjuna88 melalui aplikasi, bukan sebagai data scientist, tetapi sebagai Amelia, seorang wanita yang kesepian yang terpesona oleh foto-foto indah dan kata-kata bijak.

"Halo, Arjuna88," tulisnya. "Saya Amelia. Saya sangat menikmati foto-foto alam yang Anda unggah. Anda memiliki mata yang tajam untuk menangkap keindahan."

Dia menunggu dengan cemas. Setiap notifikasi yang muncul di ponselnya membuat jantungnya berdebar kencang. Akhirnya, setelah beberapa jam, sebuah pesan muncul.

"Halo, Amelia," balas Arjuna88. "Terima kasih atas pujiannya. Saya senang Anda menyukai foto-foto saya. Anda juga seorang pencinta alam?"

Amelia tersenyum. Percakapan mereka mengalir dengan lancar. Mereka berbicara tentang banyak hal, dari film favorit hingga buku yang sedang mereka baca. Mereka menemukan bahwa mereka memiliki banyak kesamaan, termasuk kecintaan pada kopi dan kesendirian yang kadang-kadang merayap di malam hari.

Beberapa hari kemudian, Arjuna88 mengajak Amelia untuk bertemu. Mereka sepakat untuk bertemu di sebuah kedai kopi kecil di pusat kota.

Amelia gugup. Dia belum pernah merasa se-gugup ini sebelumnya. Dia berdandan secantik mungkin, tetapi dia tahu bahwa penampilan luar tidaklah penting. Yang terpenting adalah menjadi dirinya sendiri.

Ketika dia tiba di kedai kopi, Arjuna88 sudah menunggunya. Dia mengenakan jaket kulit dan tersenyum ramah. Di tangannya, dia memegang setangkai bunga lavender.

"Amelia?" tanyanya.

"Ya," jawab Amelia, dengan jantung berdebar kencang.

Arjuna88 menyerahkan bunga lavender kepadanya. "Untukmu," katanya. "Saya tahu kamu menyukai aroma lavender."

Amelia tersenyum. Dia tahu bahwa algoritma tidak bisa memprediksi ini. Algoritma tidak bisa merasakan kehangatan tatapan Arjuna88, aroma kopi yang memenuhi udara, atau keheningan yang nyaman di antara mereka.

Malam itu, Amelia menemukan bahwa cinta sejati tidak selalu ditemukan melalui algoritma. Kadang-kadang, cinta ditemukan ketika kita berani melanggar aturan, mengikuti kata hati, dan memberikan kesempatan kepada orang yang tepat. Algoritma mungkin bisa membisikkan rindu, tetapi hati yang merasa pilu adalah penunjuk arah yang sesungguhnya. Dan Amelia, akhirnya, tahu ke mana hatinya ingin membawanya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI