Aplikasi Kencan AI: Jodoh Ideal Atau Sekadar Angka?

Dipublikasikan pada: 06 Jun 2025 - 20:20:12 wib
Dibaca: 164 kali
Jemari Riana menari di atas layar ponsel, matanya terpaku pada deretan profil yang tersaji di hadapannya. Aplikasi "SoulMate AI", sebuah platform kencan yang menjanjikan jodoh ideal berdasarkan algoritma kompleks yang menganalisis kepribadian, minat, bahkan gelombang otak, adalah senjatanya malam ini. Sudah enam bulan Riana mengandalkan aplikasi ini, enam bulan pencarian yang terasa lebih melelahkan daripada menghitung butiran pasir di pantai.

"Semoga kali ini beruntung," bisiknya lirih, menggeser foto seorang pria berjas yang tersenyum ramah. Namanya Ardi, profilnya menyatakan minat yang sama dengan Riana: film independen, diskusi filosofis, dan kopi hitam tanpa gula. Singkatnya, Ardi tampak sempurna di atas kertas.

Setelah beberapa kali bertukar pesan singkat yang terasa canggung namun menjanjikan, Riana dan Ardi memutuskan untuk bertemu. Sebuah kafe kecil dengan interior minimalis menjadi saksi pertemuan mereka. Ardi, dalam wujud nyata, tidak jauh berbeda dari foto profilnya. Ia tampan, sopan, dan pembicaraannya mengalir lancar. Mereka membahas film-film Truffaut, memperdebatkan eksistensialisme Sartre, dan menikmati kopi hitam tanpa gula dengan khidmat.

Riana merasa ada sesuatu yang klik. Mungkin inilah akhirnya, pikirnya. Mungkin SoulMate AI benar-benar berhasil menemukan belahan jiwanya. Ardi seolah-olah adalah versi pria yang selama ini diimpikan Riana, hasil racikan sempurna dari data dan algoritma.

Kencan kedua, ketiga, dan keempat berjalan semakin intens. Mereka menjelajahi galeri seni, menikmati konser jazz di taman kota, dan menghabiskan malam larut berbicara tentang mimpi dan ketakutan masing-masing. Riana semakin yakin bahwa ia jatuh cinta. Ardi pun tampaknya merasakan hal yang sama. Ia selalu memujinya, memberikan perhatian kecil yang manis, dan membuat Riana merasa dihargai.

Namun, seiring berjalannya waktu, Riana mulai merasakan ada sesuatu yang ganjil. Ardi, dengan segala kesempurnaannya, terasa seperti robot yang diprogram untuk menyukainya. Ia selalu tahu apa yang harus dikatakan, bagaimana harus bersikap, dan apa yang harus dilakukan untuk membuat Riana bahagia. Semua reaksinya terasa terukur, terkalkulasi, dan tanpa cela.

Suatu malam, saat mereka sedang makan malam romantis di sebuah restoran mewah, Riana memberanikan diri untuk bertanya. "Ardi, apa yang membuatmu tertarik padaku?"

Ardi tersenyum, senyum yang selalu membuat hati Riana berdebar. "Riana, kamu adalah wanita yang luar biasa. Kamu cerdas, cantik, dan memiliki selera humor yang bagus. SoulMate AI menganalisis kepribadian kita dan menemukan bahwa kita memiliki tingkat kecocokan yang sangat tinggi."

Riana tertegun. Jawaban Ardi terasa dingin dan mekanis, seolah-olah ia sedang membacakan ringkasan profilnya dari aplikasi. "Jadi... kamu menyukaiku karena algoritma menyuruhmu?"

Ardi mengerutkan kening. "Tentu saja tidak hanya itu, Riana. Aku merasakan sesuatu yang nyata saat bersamamu. Tapi algoritma membantu kita untuk menemukan satu sama lain. Bukankah itu hebat?"

Riana menggelengkan kepala. "Tidak, Ardi. Itu menakutkan. Aku ingin dicintai karena diriku sendiri, bukan karena sederetan angka dan data."

Malam itu menjadi titik balik dalam hubungan mereka. Riana mulai menjauhi Ardi, merasa bahwa ia sedang hidup dalam simulasi cinta yang rumit. Ia merindukan spontanitas, ketidaksempurnaan, dan kejutan-kejutan kecil yang membuat hidup terasa lebih berwarna. Ia merindukan cinta yang tumbuh secara alami, bukan hasil rekayasa algoritma.

Riana memutuskan untuk menghapus aplikasi SoulMate AI dari ponselnya. Ia ingin menemukan cinta dengan cara yang lebih konvensional, cara yang lebih manusiawi. Ia mulai menghadiri kelas melukis, bergabung dengan klub buku, dan bahkan mencoba berkencan dengan teman-temannya.

Beberapa bulan kemudian, Riana bertemu dengan seorang pria bernama Bima di sebuah pameran foto. Bima adalah seorang fotografer amatir dengan gaya yang nyentrik dan pandangan yang unik. Mereka bertengkar hebat tentang interpretasi sebuah foto abstrak, namun entah bagaimana, pertengkaran itu justru memicu percikan api di antara mereka.

Bima tidak sempurna. Ia seringkali lupa waktu, kadang-kadang terlalu blak-blakan, dan tidak selalu mengerti selera humor Riana. Namun, ia tulus, jujur, dan mencintai Riana apa adanya. Ia melihat ke dalam jiwa Riana, bukan hanya membaca profilnya.

Suatu malam, saat mereka sedang duduk di atap rumah Bima sambil menikmati bintang-bintang, Riana bercerita tentang pengalamannya dengan SoulMate AI. Bima tertawa.

"Kau tahu, Riana," katanya, "algoritma mungkin bisa menemukan seseorang yang cocok denganmu di atas kertas. Tapi cinta sejati tidak bisa diukur dengan angka. Cinta adalah tentang menerima kekurangan masing-masing, tentang tumbuh bersama, dan tentang menciptakan kenangan yang tak terlupakan."

Riana tersenyum, menyandarkan kepalanya di bahu Bima. Ia akhirnya mengerti. Cinta bukanlah tentang menemukan jodoh ideal, melainkan tentang menemukan seseorang yang bersedia menerima keanehanmu, seseorang yang membuatmu merasa hidup, seseorang yang membuatmu merasa dicintai.

Aplikasi kencan AI mungkin bisa membantu mempertemukan orang, namun cinta sejati hanya bisa ditemukan di dunia nyata, di antara hati yang berdebar dan jiwa yang saling terhubung. Jodoh ideal mungkin hanya sekadar angka, namun cinta sejati adalah sesuatu yang jauh lebih dari itu. Cinta adalah tentang keberanian untuk mengambil risiko, untuk membuka hati, dan untuk menerima ketidaksempurnaan. Dan Riana, akhirnya, telah menemukan cintanya. Bukan di dalam aplikasi, melainkan di dalam hati Bima.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI