Aroma kopi robusta memenuhi ruangan yang didominasi cahaya biru dari tiga monitor besar. Jari-jemari Arya menari di atas keyboard, menciptakan barisan kode yang rumit namun elegan. Di usia 28 tahun, Arya adalah seorang lead programmer di sebuah startup teknologi bernama "Aetheria". Ia terkenal jenius, namun juga terkenal dengan dunianya yang tertutup. Baginya, kode adalah bahasa cinta yang paling jujur.
"Arya, sudah makan siang?" sapa seorang wanita dari ambang pintu.
Arya mendongak. "Belum, Luna. Sedang fokus menyelesaikan modul recommendation engine ini."
Luna tersenyum, mendekat dan meletakkan kotak bekal di mejanya. "Jangan sampai lupa makan. Ini aku buatkan nasi goreng kimchi kesukaanmu."
Luna adalah desainer UI/UX di Aetheria. Sosoknya ceria, ramah, dan selalu membawa aura positif ke dalam tim. Ia adalah kebalikan total dari Arya. Namun, entah sejak kapan, Luna diam-diam menyimpan rasa pada pria berkacamata tebal yang selalu tenggelam dalam dunia digitalnya itu.
Arya mengangguk singkat. "Terima kasih, Luna." Ia kembali menatap layar, lalu berhenti sejenak. "Ngomong-ngomong, desain landing page yang kamu buat kemarin sangat bagus. Penggunaannya intuitif dan estetikanya pas."
Pipi Luna merona. Pujian dari Arya adalah hal langka. "Ah, itu... hanya kebetulan saja."
"Tidak ada kebetulan dalam desain yang baik. Itu adalah hasil dari pemikiran yang matang dan eksekusi yang presisi," balas Arya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.
Luna terdiam. Kata-kata Arya, meski terdengar seperti analisis kode, terasa seperti pujian yang mendalam. Ia memutuskan untuk kembali ke mejanya, hatinya menghangat.
Beberapa minggu berlalu. Aetheria sedang mengembangkan aplikasi kencan berbasis kecerdasan buatan. Proyek ini diberi nama "SoulMate AI". Algoritma aplikasi ini dirancang untuk mencocokkan pengguna berdasarkan minat, nilai-nilai, dan bahkan preferensi genetik. Arya memimpin tim programming, sementara Luna bertanggung jawab atas desain antarmuka dan pengalaman pengguna.
Selama proses pengembangan, Arya dan Luna semakin sering berinteraksi. Mereka berdiskusi tentang algoritma pencocokan, desain profil, dan bahkan tentang harapan dan ketakutan mereka tentang cinta. Arya mulai menyadari bahwa Luna bukan hanya sekadar rekan kerja yang kompeten, tetapi juga seseorang yang memiliki pandangan hidup yang menarik dan hati yang tulus.
Suatu malam, Arya terjebak di kantor hingga larut. Ia sedang berusaha memecahkan masalah dengan algoritma pencocokan yang menghasilkan hasil yang tidak terduga. Frustrasi, ia mengacak-acak rambutnya.
Luna, yang juga masih berada di kantor, menghampirinya. "Ada masalah, Arya?"
Arya menghela napas. "Algoritmanya aneh. Aku sudah mencoba berbagai parameter, tapi tetap saja hasilnya tidak sesuai dengan yang aku harapkan."
Luna melihat layar monitor Arya yang dipenuhi barisan kode yang rumit. "Coba aku lihat."
Arya ragu-ragu. "Kamu tidak akan mengerti. Ini terlalu teknis."
"Biar aku coba. Mungkin dengan sudut pandang yang berbeda, kita bisa menemukan solusinya," jawab Luna dengan nada meyakinkan.
Luna mempelajari kode Arya dengan seksama. Setelah beberapa saat, ia menunjuk ke sebuah baris kode. "Sepertinya ada kesalahan logika di sini. Kamu menggunakan operator 'AND' padahal seharusnya 'OR'."
Arya mengerutkan kening. Ia memeriksa kembali kodenya dan menyadari bahwa Luna benar. Ia telah melakukan kesalahan yang sangat mendasar.
"Astaga, bagaimana bisa aku tidak melihatnya?" gumam Arya.
Arya memperbaiki kesalahan tersebut, dan algoritma pun berjalan dengan sempurna. Ia menatap Luna dengan takjub. "Kamu luar biasa, Luna. Terima kasih."
Luna tersenyum. "Sama-sama. Kadang-kadang, kita hanya perlu melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda."
Malam itu, Arya tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan Luna. Ia menyadari bahwa ia telah jatuh hati pada wanita yang selama ini selalu ada di sisinya. Namun, ia takut untuk mengungkapkan perasaannya. Ia takut ditolak, dan ia takut merusak persahabatan yang telah mereka bangun.
Keesokan harinya, Arya memberanikan diri untuk berbicara dengan Luna. Ia mengajaknya makan siang di sebuah kafe yang tenang.
"Luna, ada sesuatu yang ingin aku katakan," ujar Arya dengan gugup.
Luna menatap Arya dengan rasa ingin tahu.
Arya menarik napas dalam-dalam. "Selama kita bekerja bersama, aku menyadari bahwa kamu adalah orang yang sangat istimewa. Kamu cerdas, kreatif, dan memiliki hati yang tulus. Aku... aku jatuh cinta padamu."
Luna terkejut. Ia tidak menyangka Arya akan mengungkapkan perasaannya. Ia telah lama memendam rasa pada Arya, tetapi ia tidak pernah berani berharap bahwa perasaannya akan berbalas.
"Arya, aku juga..." Luna tidak melanjutkan kalimatnya, matanya berkaca-kaca.
Arya menggenggam tangan Luna. "Aku tahu ini mungkin mengejutkanmu. Aku tidak tahu apakah kamu merasakan hal yang sama. Tapi aku harus mengatakannya. Aku tidak ingin menyesal di kemudian hari."
Luna tersenyum. "Aku juga menyukaimu, Arya. Sudah lama."
Arya merasa lega dan bahagia. Ia menarik Luna ke dalam pelukannya. "Aku janji akan membahagiakanmu, Luna."
Beberapa bulan kemudian, Aetheria meluncurkan SoulMate AI. Aplikasi ini menjadi sangat populer dan membantu banyak orang menemukan pasangan yang cocok. Namun, bagi Arya dan Luna, aplikasi ini memiliki arti yang lebih dalam. SoulMate AI adalah simbol dari cinta mereka yang tumbuh di antara barisan kode dan desain antarmuka.
Saat menghadiri pesta peluncuran SoulMate AI, Luna menggenggam tangan Arya erat. "Kau tahu, Arya, aku rasa algoritma terbaik adalah yang membawa kita bersama."
Arya tersenyum dan membalas genggaman tangan Luna. "Ya, dan rumusnya sangat sederhana: 40% kecerdasan, 30% ketulusan, dan 30% keberanian untuk mengungkapkan perasaan." Ia mengecup kening Luna. "Dan yang terpenting, 100% cinta padamu."