Cinta, Algoritma, dan Kenangan yang Terhapus Cloud

Dipublikasikan pada: 02 Jun 2025 - 02:12:12 wib
Dibaca: 163 kali
Jemari Maya menari di atas keyboard virtual, kode-kode rumit tersusun rapi bagaikan permadani digital. Di balik kacamatanya, matanya memancarkan fokus yang intens, menyiratkan bahwa dia sedang berada di dunia yang hanya dimengerti oleh segelintir orang. Di dunia itu, Maya adalah seorang arsitek algoritma handal, seorang penyihir modern yang mampu menciptakan keajaiban dari barisan angka dan logika.

Malam itu, dia sedang berjuang melawan sebuah bug membandel dalam proyek terbarunya: sebuah platform kencan revolusioner bernama “SoulSync”. SoulSync tidak hanya mencocokkan preferensi dangkal seperti hobi atau lokasi, tetapi menggali jauh ke dalam data psikologis, analisis mimpi, bahkan ekspresi wajah mikro untuk menemukan pasangan yang benar-benar kompatibel. Maya percaya bahwa cinta, meskipun seringkali dianggap irasional dan spontan, sebenarnya dapat diurai menjadi serangkaian persamaan kompleks, sebuah algoritma yang menunggu untuk dipecahkan.

Namun, ironisnya, Maya sendiri kesulitan menemukan cinta. Dia terlalu tenggelam dalam dunianya sendiri, terlalu nyaman dengan kode dan logika. Kencan baginya terasa seperti memecahkan teka-teki silang yang tidak menarik.

Suatu hari, di sela-sela debugging yang melelahkan, dia menemukan sebuah catatan kecil yang terselip di antara baris kode. Catatan itu ditulis dengan tangan, dalam gaya kaligrafi yang elegan: “Algoritma terbaik pun tidak bisa menggantikan sentuhan hati. Berhentilah mencari solusi, mulailah merasakan.”

Maya mengerutkan kening. Dia tidak ingat pernah menulisnya. Mungkinkah ini ulah salah satu rekannya? Tapi gaya tulisannya terasa begitu… familiar.

Beberapa hari kemudian, catatan serupa muncul lagi. Kali ini, isinya lebih personal: “Ingat malam di bawah bintang-bintang saat kita membicarakan mimpi-mimpi kita? Aku masih menyimpannya di sini.” Di bawah catatan itu, terlampir sebuah lokasi koordinat.

Jantung Maya berdegup kencang. Koordinat itu mengarah ke Bukit Senja, tempat yang sudah lama terlupakan di pinggiran kota. Tempat di mana… dia tidak bisa mengingatnya. Otaknya terasa kosong, seolah ada bagian penting dari memorinya yang telah terhapus.

Rasa penasaran membakar dirinya. Dia memutuskan untuk mengunjungi Bukit Senja.

Ketika dia tiba, senja benar-benar menyelimuti bukit dengan warna oranye keemasan. Pemandangan yang indah, namun terasa asing. Di tengah bukit, dia menemukan sebuah ayunan kayu tua, bergoyang pelan ditiup angin. Di sandaran ayunan itu, terukir dua inisial: M & A.

Air mata tiba-tiba mengalir di pipinya. Dia tidak tahu kenapa, tapi melihat inisial itu membuatnya merasa sangat sedih dan kehilangan.

Seorang pria muncul dari balik pepohonan. Tingginya sedang, rambutnya sedikit beruban, tapi matanya masih memancarkan kehangatan yang sama. Dia tersenyum lembut pada Maya.

“Andi?” Maya bertanya, suaranya bergetar.

Andi mengangguk. “Hai, Maya. Lama tidak bertemu.”

“Aku… aku tidak ingat,” kata Maya, berusaha menahan isak tangisnya. “Aku tidak ingat apa pun tentang kita.”

Andi mendekat dan memegang tangannya. Sentuhannya terasa familiar, meskipun Maya tidak bisa mengingat kapan terakhir kali mereka bersentuhan.

“Dulu, kita sering datang ke sini,” kata Andi, menunjuk ke arah ayunan. “Kita membicarakan segalanya, dari impian kita sampai ketakutan kita. Kita berjanji akan selalu bersama.”

Andi menceritakan kisah cinta mereka, kisah tentang dua jiwa yang bertemu di dunia digital, kemudian menemukan koneksi yang lebih dalam di dunia nyata. Dia menceritakan tentang malam-malam di Bukit Senja, tentang ciuman pertama mereka, tentang janji mereka untuk menikah.

Maya mendengarkan dengan seksama, berusaha keras untuk mengingat. Tapi ingatannya tetap kabur, seolah tertutup kabut tebal.

“Beberapa tahun lalu, kau terlibat dalam kecelakaan mobil,” lanjut Andi, suaranya bergetar. “Kau selamat, tapi kehilangan sebagian ingatanmu. Para dokter mengatakan bahwa memorimu kemungkinan tidak akan pernah kembali.”

Andi menjelaskan bahwa setelah kecelakaan itu, Maya menarik diri dari dunia luar. Dia fokus sepenuhnya pada pekerjaannya, mencoba melupakan rasa sakit dan kebingungan dengan menenggelamkan diri dalam kode. Andi berusaha untuk tetap bersamanya, tetapi Maya selalu menjauh, seolah dia takut untuk terikat lagi.

“Aku tahu ini sulit untukmu,” kata Andi, menatap matanya. “Aku tahu kau mungkin tidak akan pernah mengingat segalanya. Tapi aku ingin kau tahu, aku tidak pernah berhenti mencintaimu.”

Kata-kata Andi menyentuh hatinya. Maya merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang hangat dan familiar, mulai tumbuh di dalam dirinya.

“Aku… aku tidak tahu harus berkata apa,” kata Maya, air matanya semakin deras.

Andi tersenyum. “Kau tidak perlu mengatakan apa pun. Biarkan hatimu yang berbicara.”

Andi mendekat dan memeluknya. Pelukan itu terasa begitu tepat, begitu nyaman, seolah Maya telah kembali ke rumah setelah perjalanan panjang.

Dalam pelukan Andi, Maya merasakan sedikit demi sedikit ingatannya mulai kembali. Gambaran-gambaran masa lalu muncul di benaknya: tawa mereka di Bukit Senja, ciuman mereka di bawah bintang-bintang, janji mereka untuk saling mencintai selamanya.

Meskipun ingatannya masih belum lengkap, Maya tahu satu hal pasti: dia mencintai Andi.

Cinta memang bukan hanya sekadar algoritma. Cinta adalah sentuhan hati, adalah kenangan yang berharga, adalah perasaan yang tidak bisa dihapus oleh apa pun, bahkan oleh awan digital sekalipun. Cinta adalah tentang memberi kesempatan kedua, tentang percaya pada keajaiban, tentang menemukan kembali diri sendiri di pelukan orang yang kita cintai.

Maya melepaskan pelukan Andi dan menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

“Aku… aku ingat,” bisiknya. “Aku ingat semuanya.”

Andi tersenyum, air mata juga mengalir di pipinya.

“Selamat datang kembali, Maya,” katanya. “Selamat datang kembali ke rumah.”

Malam itu, di bawah bintang-bintang di Bukit Senja, Maya dan Andi saling berjanji untuk memulai lembaran baru. Mereka tahu bahwa masa depan mungkin tidak pasti, tetapi mereka memiliki satu sama lain, dan itu sudah cukup. Karena cinta, meskipun terkadang hilang dalam kabut ingatan yang terhapus cloud, selalu menemukan jalannya untuk kembali.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI