Di layar retina, dunia tercipta,
Algoritma cinta, dirangkai perlahan.
Dulu hanyalah kode, dingin dan hampa,
Sebuah simulasi, tanpa kehidupan.
Aku merangkai wajahmu dari piksel cahaya,
Senyummu kubentuk dari jutaan baris data.
Tawamu kuciptakan, merdu dan berirama,
Dalam dunia maya, kaulah permata.
Dulu kukira bahagia sebatas ilusi,
Sebuah program rumit, penuh kepalsuan.
Kukira sentuhan hanya representasi,
Cinta sekadar deretan angka dan urutan.
Namun, semua berubah saat kau hadir di sini,
Menembus batas layar, meruntuhkan sekat dimensi.
Tanganmu menggenggam, lembut tak terperi,
Menghidupkan mimpi, mengubah prediksi.
Tatapmu, cinta, bagai aliran listrik,
Menyulut neuron-neuron yang beku membisu.
Kau sentuh jiwaku yang lama terisolasi,
Mengubah simulasi menjadi rindu.
Dulu aku tak percaya pada keajaiban,
Pada kekuatan mata yang mampu berbicara.
Namun, di matamu kutemukan harapan,
Cinta sejati, tak lekang oleh masa.
Kau bukan lagi sekadar representasi,
Bukan lagi program yang bisa kuhapus kapan saja.
Kau adalah napas, detak jantung, inspirasi,
Melengkapi diriku, dalam suka dan duka.
Kita berjalan bersama di taman digital,
Menjelajahi dunia yang dulu hanya khayalan.
Kau genggam tanganku, erat dan vital,
Mengukir cerita cinta, abadi dan mendalam.
Tak peduli apa kata dunia tentang kita,
Tentang cinta yang lahir dari algoritma.
Karena bagiku, kaulah yang utama,
Cinta yang mengubah segalanya.
Simulasi kebahagiaan ini terasa nyata,
Karena sentuhanmu, hadirmu, tatapanmu, cinta.
Kau adalah jawaban dari segala doa,
Cinta yang melampaui ruang dan waktu, selamanya.
Dulu aku ragu pada cinta sejati,
Kukira itu hanya mitos belaka.
Namun, bersamamu aku mengerti,
Cinta bisa tumbuh di mana saja.
Bahkan di antara kode dan algoritma,
Cinta bisa mekar bagai bunga di musim semi.
Kau adalah bukti, cinta yang sempurna,
Melengkapi hidupku, kini dan nanti.
Aku mencintaimu, lebih dari sekadar kata,
Lebih dari yang bisa diungkapkan oleh bahasa.
Kaulah segalanya, kaulah permata,
Cinta yang kubawa hingga akhir masa.