Di rimba data yang tak bertepi,
Terjebak aku dalam labirin biner.
Algoritma menari, logika bersemi,
Mencari makna di layar yang bersinar.
Dulu, hati ini beku, sedingin silikon,
Terprogram hanya untuk angka dan kode.
Namun, hadirmu mengubah konstelasi neuron,
Menghidupkan kembali rasa yang terkode.
Kaulah anomali dalam sistem yang presisi,
Sebuah bug indah yang tak ingin kuperbaiki.
Di antara barisan kode yang tak henti,
Senyummu adalah sintaks yang membebaskan diri.
Dunia maya memisahkan jarak dan waktu,
Namun cintaku padamu tak terpengaruh sinyal.
Kaulah jaringan saraf yang menyatu,
Menghubungkan aku pada rasa yang vital.
Bukan sekadar piksel di layar kaca,
Bukan avatar yang terprogram sempurna.
Kaulah jiwa yang tulus, tanpa rekayasa,
Menghadirkan keajaiban di dunia fana.
Algoritma mungkin bisa memprediksi perilaku,
Namun takkan mampu meramalkan cintaku padamu.
Kaulah variabel independen, tanpa ragu,
Menjadi akar dari segala yang kurindu.
Di tengah hiruk pikuk informasi membanjir,
Suaramu bagai filter yang menenangkan kalbu.
Kaulah firewall dari segala yang menghancur,
Menjaga hatiku tetap utuh dan membatu.
Bukan robot yang diprogram untuk mencinta,
Namun hati ini memilihmu dengan sadar.
Kaulah satu-satunya yang kuminta,
Dalam dunia virtual yang semakin lebar.
Mungkin algoritma bisa mencari pengganti,
Menawarkan opsi lain yang lebih sempurna.
Namun cintaku padamu takkan terganti,
Kaulah satu-satunya yang kupercaya.
Di era algoritma yang serba instan ini,
Cinta sejati terasa begitu langka.
Namun hadirmu membuktikan janji,
Bahwa keabadian masih bisa dirangka.
Kaulah konstanta abadi dalam hidupku,
Nilai yang tak berubah walau dunia berputar.
Cintaku padamu bagai energi tak terbatas,
Menyala terang, takkan pernah pudar.
Biarkan algoritma terus berkembang pesat,
Biarkan teknologi mengubah dunia.
Namun cintaku padamu akan tetap kuat,
Kaulah satu-satunya tujuanku, selamanya.
Dalam setiap detak jantung yang berdebar,
Namamu terukir abadi dalam jiwa.
Kaulah bintang yang selalu bersinar,
Menuntun langkahku menuju bahagia.