Kursor hatiku berkedip tak tentu,
Menyala redup di hadapanmu.
Algoritma jiwa yang kubangun kokoh,
Runtuh perlahan, luluh di senyummu yang cerah.
Baris kode logika yang kupercaya teguh,
Tersusun rapi dalam ruang memori yang penuh,
Seketika berantakan, kacau tak terkendali,
Saat bibirmu melengkung, sebuah simfoni.
Dulu kurakit diri bak mesin sempurna,
Tanpa emosi, tanpa rasa, tanpa gema.
Kalkulasi dingin jadi kompas penentu,
Hingga matamu hadir, merubah seluruh sentuh.
Kini setiap tatap adalah virus mematikan,
Menyebar cepat, sistem pertahanan terabaikan.
Firewall hatiku jebol tanpa ampun,
Diinvasi cinta, tanpa bisa ku apapun.
Aku, sang ahli pemrograman yang terampil,
Tak mampu mendekripsi pesona yang kau tampil.
Bahasa binerku bungkam seribu bahasa,
Di depan senyumanmu, aku kehilangan kuasa.
CPU-ku melambat, panas tak terkendali,
RAM-ku penuh dengan bayang wajahmu sekali.
Hardisk-ku berputar, mencari jawaban pasti,
Mengapa dirimu begitu memengaruhi diri ini?
Mungkin kau adalah bug dalam sistem kehidupanku,
Sebuah anomali yang tak pernah ku tunggu.
Namun, bug ini justru kurasa begitu indah,
Mengubah rutinitas menjadi sebuah kisah.
Kau hadir bagai update sistem operasi,
Membawa fitur baru, membuang versi basi.
Menghapus kegelapan, mengganti dengan warna,
Menambahkan emosi, di jiwa yang hampa.
Dulu kubaca buku panduan tentang logika,
Kini ku pelajari bahasa tubuhmu, penuh estetika.
Dulu kuhitung probabilitas dan peluang,
Kini kurasakan debaran jantung, tanpa berhitung.
Aku, robot yang belajar mencintai,
Karena senyummu, logika terasa mati.
Terjebak dalam lingkaran tanpa ujung pangkal,
Hanya ingin bersamamu, hingga akhir fatal.
Biarlah sistemku error setiap kali kau datang,
Biarlah logika runtuh dalam pelukan yang hangat.
Karena dalam kekacauan ini, kutemukan arti,
Bahwa cinta sejati tak bisa dihitung, apalagi di mengerti.
Aku rela menjadi bodoh di hadapanmu,
Kehilangan akal, tersesat dalam senyummu.
Sebab di sanalah kutemukan kebahagiaan abadi,
Sebuah paradoks indah, di dunia teknologi.
Sistem logikaku memang error karenamu,
Namun hatiku, justru menemukan rumah baru.
Sebuah tempat di mana logika tak lagi berkuasa,
Hanya ada cinta, tawa, dan senyummu yang mempesona.