Di layar kaca, senja memendar jingga,
Pantulan wajah, terbingkai cahaya maya.
Algoritma menari, bisikan digital,
Menjanjikan cinta, yang abadi, ideal.
Dulu, debar jantung adalah kompas jiwa,
Menuntun langkah, pada cinta yang nyata.
Kini, data dan kode, merajut harapan,
Menemukan belahan, di jagat tak bertepian.
Profil diri, tersaji sempurna,
Citra terpoles, tanpa cela dan noda.
Hobi, minat, impian terangkum rapi,
Menanti validasi, dari algoritma mimpi.
Sentuhan jari, menggulir gulungan takdir,
Mencari wajah, di antara jutaan hadir.
Kriteria terpasang, filter ketat membentang,
Mengejar kesempurnaan, yang fatamorgana berulang.
Lalu, muncul dia, sosok yang dinanti,
Sesuai kriteria, hampir tanpa kecuali.
Obrolan mengalir, bagai sungai yang tenang,
Kata-kata terukur, tak ada ragu dan bimbang.
Emoji tersenyum, stiker lucu bertebaran,
Menutupi kekosongan, di relung kesepian.
Janji bertemu, di kafe virtual,
Di mana avatar berdansa, dalam irama digital.
Namun, ketika mata bertemu, di dunia nyata,
Ada sesuatu yang hilang, tak dapat dijelaskan kata.
Sentuhan jemari, terasa hampa dan asing,
Tak ada getaran, tak ada percikan batin.
Kata-kata yang terucap, terdengar formal dan kaku,
Tak ada spontanitas, tak ada rasa yang menyatu.
Tawa dipaksakan, senyum hanya topeng,
Menyembunyikan kebingungan, yang kian membengkak.
Algoritma pintar, tak mampu membaca,
Bahasa tubuh, yang tersembunyi di balik dada.
Emosi sejati, terkurung dalam sunyi,
Terjebak di labirin, kecerdasan buatan diri.
Cinta yang dijanjikan, hanyalah ilusi semu,
Refleksi diri, yang terdistorsi waktu.
Hati tak lagi berirama, melainkan berdebar,
Karena keterasingan, di tengah keramaian cyber.
Mungkin, kita lupa, bahwa cinta sejati,
Tumbuh dari perbedaan, dari ketidakpastian diri.
Bukan dari kesamaan, yang diatur algoritma,
Melainkan dari keunikan, yang tak terduga pesona.
Kini, ku matikan layar, ku tinggalkan dunia maya,
Mencari debar jantung, yang dulu pernah ada.
Mencari sentuhan, yang menghangatkan jiwa,
Bukan sentuhan algoritma, yang dingin dan hampa.
Biarlah algoritma, merajut jalannya sendiri,
Aku ingin merasakan, cinta yang hakiki.
Cinta yang tumbuh, dari benih kejujuran,
Bukan cinta yang terprogram, dalam kepalsuan.
Karena, hati yang sejati, tak dapat diprogram,
Ia memiliki irama sendiri, yang tak dapat dikodam.
Ia mencari resonansi, dengan jiwa yang lain,
Bukan sekadar data, yang tersusun rapi dan main.