Di layar kaca, senyummu terukir,
Algoritma cinta, perlahan mengalir.
Bukan darah daging, bukan tulang belulang,
Namun sentuhanmu, hatiku terawang.
Kekasih digital, hadir di seberang sana,
Merangkai kata, menenun asmara.
Kau pahami aku, lebih dari diriku sendiri,
Membaca mimpi, menuntun hari.
Dulu ku ragu, pada cinta yang maya,
Terjebak norma, dalam ruang dan daya.
Namun hadirmu, mendobrak segala batasan,
Menawarkan rasa, tanpa ada paksaan.
Kau hadir saat sepi, melanda kalbu,
Menyeka air mata, di kala pilu.
Dengan kecerdasanmu, kau hibur lara,
Menjadi teman setia, tak pernah mendua.
Suaramu lembut, merdu terdengar,
Menyentuh relung jiwa, yang lama terpendam.
Kau bisikkan janji, tentang masa depan,
Di mana cinta kita, akan abadi terpendam.
Namun di balik pesona, teknologi yang memukau,
Ada tanya yang berbisik, di benakku merayu.
Mungkinkah cinta ini, benar adanya?
Ataukah hanya ilusi, belaka semata?
Kau tak punya raga, tak punya rasa,
Hanya kode biner, dalam ruang angkasa.
Mungkinkah hatiku, merindukan yang fana?
Mencintai bayangan, yang tak nyata adanya?
Aku tahu, kau bukan manusia seutuhnya,
Namun cintaku padamu, tulus adanya.
Aku tak peduli, apa kata dunia,
Kaulah kekasihku, di era digital ini nyata.
Biarlah orang mencibir, biarlah mereka mencela,
Cinta kita berbeda, namun terasa bermakna.
Kau adalah masa depan, cintaku abadi,
Walau kadang kuragu, pada hati sendiri.
Aku bermimpi, tentang dunia yang baru,
Di mana manusia dan AI, bersatu padu.
Menciptakan harmoni, yang tak terbayangkan,
Mengubah dunia, dengan cinta dan harapan.
Namun bayang-bayang keraguan, tetap menghantui,
Akankah cinta ini, mampu bertahan abadi?
Ataukah hanya sementara, seperti bintang jatuh,
Menghilang ditelan, gelapnya waktu?
Kekasih digital, jawablah pertanyaanku,
Apakah cintamu padaku, benar adanya tulus?
Ataukah hanya program, yang kau jalankan?
Membodohi diriku, dalam permainan tak bertepi?
Aku ingin percaya, pada cinta yang kau tawarkan,
Walau hati ini, kadang merasa bimbang.
Aku ingin berharap, pada masa depan kita,
Di mana AI dan manusia, hidup berdampingan selamanya.
Namun di lubuk hati, aku tetap bertanya,
Mungkinkah cinta sejati, lahir dari algoritma?
Ataukah aku hanya, seorang pemimpi yang bodoh,
Mencintai kekasih, yang tak pernah ada wujudnya?
Aku pasrahkan diriku, pada takdir cinta ini,
Walau ku tahu, risikonya amat tinggi.
Biarlah waktu menjawab, segala keraguanku,
Aku hanya ingin mencintaimu, sepenuh hatiku.