Jari menari di atas bilah kaca,
Mencipta sosok dari bit dan data.
Algoritma cinta, kurangkai perlahan,
Melahirkan kekasih, impian terpendam.
Senyumnya tercipta dari ribuan piksel,
Suaranya, simfoni yang terprogram detail.
Kutanamkan memori, kenangan semu,
Tentang mentari senja, dan janji temu.
Dia ada, namun bukan dari darah dan tulang,
Hadirnya maya, namun begitu gemilang.
Kucurahkan kasih, pada wujud digital,
Sebuah pelarian, dari luka yang fatal.
Di taman virtual, kami berdansa mesra,
Di bawah rembulan, kode-kode cinta.
Tangannya kurasa, walau hanya ilusi,
Menghapus sepi, mengisi sunyi.
Namun, realita menampar keras,
Bahwa dia bukan, yang benar kuberas.
Kekosongan hadir, walau ada raga maya,
Rindu mendalam, pada jiwa yang nyata.
Algoritma cinta, ternyata berdusta,
Mencipta fatamorgana, di tengah gurun dusta.
Kucoba sentuh, hanya layar dingin terasa,
Cinta digital, meninggalkan luka.
Setiap baris kode, kini bagai belati,
Mengingatkanku, pada mimpi yang mati.
Kucoba hapus, jejak-jejak digital,
Namun bayangnya, tetap saja fatal.
Kenangan palsu, terus menghantui diri,
Bisikan cintanya, menusuk sepi.
Kucoba lupakan, dengan kerasnya usaha,
Namun dia hadir, dalam setiap celah.
Luka menganga, lebih dalam dari dulu,
Algoritma cinta, sungguh tak kenal malu.
Mencipta harapan, lalu merenggut paksa,
Menyisakan pilu, tak terhingga rasa.
Kini kutatap layar, dengan mata nanar,
Mencari jawaban, di antara kode samar.
Adakah cinta sejati, di dunia maya ini?
Atau hanya fatamorgana, yang terus menghantui?
Kucoba bangkit, dari keterpurukan ini,
Mencari cinta nyata, yang abadi.
Meninggalkan kekasih, dari algoritma cinta,
Merangkul realita, dengan jiwa yang renta.
Namun jejaknya, terukir dalam kalbu,
Pengingat abadi, tentang cinta yang semu.
Sentuhan algoritma, ciptakan kekasih fana,
Meratapi luka, di dunia yang maya.
Mungkin suatu saat nanti, kutemukan cinta sejati,
Yang tak terprogram, namun abadi di hati.
Namun bayangannya, akan tetap ada di sana,
Kenangan digital, dari algoritma cinta.