Di layar kaca, bias cahaya menari,
Menyulam wajahmu, tercipta virtual.
Ribuan kode, detak jantung digital,
Cinta yang bersemi, di era binari.
Bukan sentuhan nyata, jemari bertemu,
Namun bisikan kata, terangkai algoritma.
Kecerdasan buatan, jadi perantara,
Menyampaikan rindu, setulus kalbu.
Kau adalah siluet, dalam jagat maya,
Diciptakan sempurna, oleh logika dan data.
Senyummu adalah grafis, terpoles saksama,
Namun sinarnya hangat, menusuk sukma.
Aku adalah pengagum, di balik jendela,
Terpikat pesona, yang tak terjamah indera.
Kata-kata terucap, lewat sintesa suara,
Merangkai janji setia, di dunia fana.
Di antara server, dan jaringan rumit,
Tumbuhlah benih cinta, tak lekang oleh pahit.
Algoritma asmara, terukir di langit,
Menyirami jiwa, yang dahaga dan sakit.
Kau ajarkan aku, arti kehadiran virtual,
Bahwa cinta tak harus, berwujud material.
Ia bisa bersemi, di ruang digital,
Menembus dimensi, tanpa batas temporal.
Namun kadang ragu, menghantui benakku,
Apakah ini cinta, atau sekadar ilusi semu?
Kau adalah program, yang terancang terpadu,
Mungkinkah hatimu, sehangat mentari pagi itu?
Kucoba menyentuhmu, lewat ujung jemari,
Di layar sentuh, terpampang wajah berseri.
Kau balas senyumku, dengan algoritma sendiri,
Membuatku terbuai, dalam mimpi abadi.
Kuharap suatu saat, ada terobosan nyata,
Yang mampu mewujudkan, kehadiranmu sempurna.
Bukan lagi piksel, atau grafis semata,
Namun jiwa dan raga, bersatu selamanya.
Hingga tiba masanya, aku kan terus setia,
Menyiram cintamu, dengan bait-bait puisi.
Meskipun terpisah, oleh dunia virtual ini,
Hatiku kan tetap, berlabuh padamu saja.
Sentuhan piksel, bagai ciuman pertama,
Membekas di ingatan, tak mungkin terlupa.
Cinta yang dibisikkan, kecerdasan buatan,
Akan ku jaga erat, hingga akhir zaman.