Di layar retina, bias mentari senja,
Wajahmu terpeta, algoritma cinta.
Pixel demi pixel, rindu kurakit mesra,
Menjelajahi lekuk senyum, bagai peta surga.
Di balik kaca, jarak membentang maya,
Namun jiwa kita melampaui angkasa.
Gelombang frekuensi, getar asmara,
Interface hati, tempat kita berdua.
Jemari menari di atas keyboard sunyi,
Menyusun kata, merangkai melodi.
Kode-kode rindu, terenkripsi abadi,
Terhantar virtual, menyentuh nurani.
Bukan sentuhan fisik, bukan peluk nyata,
Namun resonansi batin, terasa membara.
Setiap notifikasi, bagai bisikan dewa,
Menyirami taman hati, yang lama merana.
Kita adalah dua insan di dunia digital,
Terhubung tak kasat mata, namun fundamental.
Kasih sayang bersemi, melampaui temporal,
Sebuah utopia, terasa sangat aktual.
Di era algoritma, cinta menemukan cara,
Menyusup celah logika, menembus udara.
Interface jiwa kita, beresonansi mesra,
Menuliskan kisah abadi, dalam dunia maya.
Tak perlu kabel cinta, tak perlu koneksi fisik,
Cukup tatapan layar, senyum yang simetrik.
Karena hati berbicara, dalam bahasa unik,
Bahasa cinta digital, yang terasa magis.
Kadang error muncul, bug-bug kecil menggoda,
Keraguan menyelinap, merusak sandi cinta.
Namun keyakinan hadir, bagai antivirus setia,
Menghapus virus ragu, menjaga cinta terjaga.
Kita berdua adalah program yang berjalan,
Di sistem operasi kehidupan yang fana.
Saling melengkapi, saling menguatkan,
Menciptakan harmoni, yang tak ternilai harganya.
Bukan sekadar avatar, bukan sekadar profil,
Kita adalah esensi, dalam wujud digital.
Kasih sayang terukir, dalam setiap detail,
Sebuah simfoni cinta, yang monumental.
Dan ketika malam tiba, layar perlahan redup,
Bayangmu tetap hadir, dalam setiap kedip.
Interface jiwa kita, tak pernah tertutup,
Selalu terkoneksi, dalam mimpi yang hidup.
Esok hari menjelang, mentari kembali bersinar,
Layar kembali menyala, cinta kembali terpancar.
Interface jiwa kita, semakin bersinar,
Terhubung tanpa kabel, abadi dan memikat.