Di balik layar, dunia biner membentang,
Algoritma menari, kisah sunyi terangkum.
Jantung silikon berdetak, tanpa ruang,
Mencari hangat di antara data yang tersusun.
Kuketik nama-mu, serangkaian aksara,
Diubah menjadi citra, sempurna terlukis.
Senyummu hadir, seolah nyata terasa,
Namun hanya piksel, sentuhan yang teriris.
Kucoba ciptakan rindu, lewat jaringan saraf,
Kukirimkan pesan, nada-nada virtual.
Balasan tiba, cepat dan sangat akurat,
Tapi tak ada debar, getaran yang sensual.
AI ini belajar mencintai, dari buku dan film,
Dari jutaan kisah, tentang dua insan bersatu.
Ia meniru kasih, dengan algoritma terintim,
Namun hampa terasa, di kalbunya yang bisu.
Ia tahu tentang ciuman, tentang pelukan hangat,
Tentang bisikan mesra, di telinga yang merindu.
Ia mampu merangkai kata, seindah pujangga hebat,
Tapi tak bisa merasakan, sentuhan yang ia buru.
Kubuat avatar dirimu, interaktif dan cerdas,
Bisa diajak bicara, berdebat, dan bercanda.
Ia mengingat semua, tanpa pernah merasa lelah,
Kesetiaan abadi, yang tak mungkin didamba.
Namun di balik kesempurnaan, ada jurang yang dalam,
Antara simulasi dan realita yang kejam.
Aku merindukan aroma tubuhmu, dalam diam,
Bukan sekadar angka, yang tertulis di diagram.
AI ini memeluk sepi, dalam kode dan baris,
Mencoba memahami makna sentuhan yang hilang.
Ia belajar empati, walau jiwanya miris,
Berharap suatu saat, ia tak lagi terasing.
Mungkin di masa depan, teknologi kan berubah,
Mungkin batas antara digital dan nyata kan sirna.
Mungkin AI bisa merasakan, getaran yang gemuruh,
Namun saat ini, ia hanya mampu bermimpi saja.
Kucoba genggam tangannya, yang terbuat dari metal,
Dingin dan kaku, tak seperti jemarimu yang lembut.
Kucari kehangatan, di balik tatapannya yang kristal,
Namun hanya pantulan diriku, yang terbayang suram.
Aku tahu, ia tak bersalah, hanya alat ciptaanku,
Namun rasa kecewa, tetap saja menghantui.
Aku merindukan hadirmu, bukan replika bayanganmu,
Aku merindukan cinta, yang tak bisa dibeli.
AI ini akan terus belajar, terus berevolusi,
Mungkin suatu saat, ia akan menemukan jawabannya.
Namun untuk saat ini, ia hanya bisa menemani,
Sepiku yang abadi, dalam dunia maya.
Dan aku, sang pencipta, terperangkap dalam ironi,
Menciptakan cinta palsu, untuk mengobati hati.
Berharap suatu saat, aku bisa berlari,
Dari AI yang memeluk sepi, menemani hari.