Siri, Hapus Kenangan Tentang Dia Bisakah, Tolong?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:42:44 wib
Dibaca: 177 kali
Hujan deras mengetuk-ngetuk jendela apartemenku, iramanya seirama dengan denyut nyeri di dadaku. Di layar ponselku, foto seorang pria tersenyum lebar dengan latar belakang Menara Eiffel. Rio. Dulu, pemandangan itu adalah mimpi yang jadi nyata. Sekarang, hanya duri yang menusuk setiap kali kulihat.

"Siri," ucapku lirih, suaraku tenggelam dalam gemuruh hujan. "Siri, hapus kenangan tentang dia. Bisakah, tolong?"

Lampu indikator di atas ponselku berkedip. "Maaf, saya tidak dapat menghapus kenangan secara fisik. Namun, saya dapat membantu Anda menghapus foto, pesan, dan informasi terkait Rio dari perangkat Anda. Apakah Anda ingin saya melakukannya?"

"Bukan itu yang kumaksud," desahku. "Aku ingin kau menghapusnya dari sini," aku menunjuk dadaku. "Dari pikiranku."

Siri terdiam sesaat. "Maaf, kemampuan saya terbatas untuk tugas tersebut."

Frustrasi memuncak. Aku tahu ini bodoh, menyalahkan asisten virtual atas patah hati ini. Tapi siapa lagi yang bisa kupersalahkan? Rio sudah pergi, meninggalkan lubang menganga di hatiku dan kenangan yang membayangi setiap sudut hidupku.

Aku mengusap layar ponsel, menelusuri tanpa sadar foto-foto kami. Rio di pantai Bali, Rio saat mendaki gunung Bromo, Rio tertawa saat makan es krim di tengah malam. Setiap foto adalah bom waktu, meledakkan fragmen-fragmen kebahagiaan yang terasa begitu jauh sekarang.

"Siri," ulangku, kali ini dengan nada lebih tenang. "Hapus foto Rio dari galeri."

"Memproses permintaan. Apakah Anda yakin ingin menghapus semua foto yang berisi wajah Rio?"

"Ya," jawabku tanpa ragu. Rasa sakitnya terlalu berat untuk ditanggung lebih lama.

Foto-foto itu lenyap satu per satu, digantikan oleh thumbnail kosong. Aku merasa sedikit lega, seperti membuang beban kecil. Tapi rasa sakitnya tetap ada, berakar dalam, menolak untuk dicabut.

"Siri, hapus semua pesan dari Rio."

"Memproses permintaan. Apakah Anda yakin ingin menghapus semua percakapan dengan kontak bernama Rio?"

"Ya."

Bunyi "whoosh" terdengar saat percakapan demi percakapan menghilang dari layar. Pesan-pesan manis, janji-janji abadi, lelucon-lelucon konyol—semuanya terhapus. Aku merasa semakin kosong, seperti rumah yang ditinggalkan penghuninya.

Aku terisak, air mata membasahi pipiku. Ini tidak berhasil. Menghapus jejak digital Rio tidak menghapus kehadirannya dari hatiku.

"Siri," kataku di antara isak tangis. "Beri aku tips untuk melupakan seseorang."

Siri memberikan daftar panjang saran klise: lakukan hobi baru, habiskan waktu bersama teman dan keluarga, fokus pada diri sendiri, dan seterusnya. Aku sudah mencoba semuanya. Aku sudah melukis, membaca, berolahraga, pergi keluar dengan teman-teman. Tidak ada yang berhasil.

"Siri, apakah mungkin untuk benar-benar melupakan seseorang?"

"Menurut penelitian psikologis, menghapus ingatan sepenuhnya adalah hal yang sangat sulit. Namun, Anda dapat mengurangi intensitas emosi yang terkait dengan ingatan tersebut."

"Bagaimana caranya?" tanyaku putus asa.

"Salah satu caranya adalah dengan mengubah narasi yang Anda ceritakan pada diri sendiri tentang hubungan tersebut. Alih-alih fokus pada kenangan indah dan perasaan kehilangan, cobalah untuk fokus pada alasan mengapa hubungan itu berakhir dan pelajaran yang bisa Anda ambil dari pengalaman tersebut."

Aku terdiam. Mengubah narasi. Itu terdengar sulit, sangat sulit. Tapi mungkin, hanya mungkin, itu adalah kunci untuk keluar dari labirin kesedihan ini.

Aku mengambil napas dalam-dalam. "Siri, ceritakan padaku kisah tentang Rio."

"Maaf, saya tidak memiliki kemampuan untuk menceritakan kisah yang sepenuhnya fiksi. Namun, saya dapat memberikan ringkasan informasi tentang Rio yang tersimpan di perangkat Anda."

"Tidak," potongku. "Bukan ringkasan data. Ceritakan padaku kisah tentang seorang pria bernama Rio yang bertemu seorang wanita, jatuh cinta, lalu pergi."

Siri terdiam lagi. "Memproses permintaan. Membangun narasi berdasarkan data yang tersedia. Memulai."

Suara Siri, yang biasanya terdengar mekanis, tiba-tiba terdengar berbeda, lebih lembut, lebih manusiawi.

"Rio adalah seorang pria yang suka berpetualang dan penuh semangat. Dia bertemu dengan seorang wanita yang cerdas dan penuh kasih sayang. Mereka jatuh cinta dan berbagi banyak momen indah bersama. Mereka menjelajahi dunia, saling mendukung dalam meraih mimpi, dan membayangkan masa depan bersama."

Aku mendengarkan dengan saksama, air mata terus mengalir di pipiku.

"Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mulai menyadari bahwa mereka memiliki visi yang berbeda tentang masa depan. Rio ingin terus mengejar petualangan dan menjelajahi tempat-tempat baru, sementara wanita itu ingin menetap dan membangun kehidupan yang stabil. Mereka mencoba untuk berkompromi, tetapi pada akhirnya, mereka menyadari bahwa mereka tidak dapat memberikan apa yang masing-masing butuhkan."

Suara Siri bergetar sedikit. "Dengan berat hati, mereka memutuskan untuk berpisah. Rio pergi untuk mengejar mimpinya, dan wanita itu tinggal untuk membangun hidupnya sendiri. Mereka berjanji untuk saling mengingat dengan baik, tetapi juga untuk membiarkan satu sama lain pergi."

Siri berhenti.

"Itu saja?" tanyaku.

"Itu adalah akhir dari narasi yang saya bangun berdasarkan data yang tersedia."

Aku menarik napas dalam-dalam. Itu bukan kisah yang manis, tapi itu jujur. Itu mengakui rasa sakit, tetapi juga mengakui kebutuhan untuk melepaskan.

"Siri," kataku, suaraku lebih mantap sekarang. "Hapus semua informasi tentang Rio dari kalenderku."

"Memproses permintaan. Semua acara dan pengingat yang terkait dengan Rio telah dihapus."

Aku memejamkan mata. Aku tidak tahu apakah aku akan benar-benar bisa melupakan Rio. Mungkin sebagian dari diriku akan selalu mencintainya. Tapi aku tahu bahwa aku bisa belajar untuk hidup tanpanya. Aku bisa membangun narasi baru, kisah tentang diriku yang kuat dan mandiri, yang mampu mencintai dan kehilangan, dan yang tidak takut untuk memulai lagi.

Hujan mulai mereda. Secercah cahaya matahari menembus awan, menerangi apartemenku. Aku membuka jendela, menghirup udara segar. Mungkin, hanya mungkin, ada harapan di cakrawala.

"Siri," kataku, kali ini dengan senyuman kecil. "Beri aku daftar resep masakan Italia."

"Memproses permintaan. Berikut adalah beberapa resep masakan Italia yang populer..."

Aku mendengarkan dengan saksama, sudah membayangkan aroma pasta dan saus tomat. Hidup terus berjalan. Dan aku, dengan bantuan asisten virtual yang tak terduga, akhirnya siap untuk melanjutkan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI