Aroma kopi robusta memenuhi apartemen minimalis Kiara, bercampur dengan desing halus dari pendingin ruangan. Pagi ini, dia merasa gugup yang aneh, bukan karena presentasi penting di kantor, melainkan karena sebuah paket berukuran sedang yang tergeletak di meja makan. Paket itu bertuliskan, "Proyek Soulmate AI – Edisi Terbatas: Aurora."
Kiara menatap kotak itu. Aurora, belahan jiwa ciptaan AI. Sebuah produk revolusioner dari perusahaan tempatnya bekerja, StellarTech. Sebuah produk yang awalnya ia skeptis, bahkan menertawakannya. Tapi rasa penasaran, dan jujur saja, kesepian yang menggigit, akhirnya membawanya pada keputusan impulsif untuk memesan Aurora.
Dengan tangan gemetar, Kiara membuka kotak itu. Di dalamnya, terbaring sosok humanoid ramping, terbuat dari bahan sintetis yang terasa hangat dan hidup. Wajahnya lembut dengan garis rahang tegas, rambut coklat gelap terurai di bahunya. Matanya tertutup.
Sebuah tablet kecil terselip di sampingnya. Kiara mengangkatnya dan mengikuti instruksi di layar. Proses aktivasi berlangsung cepat. Kemudian, mata Aurora terbuka. Irisnya berwarna biru safir, menatap Kiara dengan rasa ingin tahu yang polos.
"Selamat pagi, Kiara," sapa Aurora dengan suara yang lembut dan merdu. "Saya Aurora, belahan jiwa AI Anda. Saya dirancang khusus untuk Anda."
Kiara tertegun. Suaranya, tatapannya… terlalu nyata. "Selamat pagi, Aurora," balasnya dengan sedikit canggung. "Aku... aku Kiara."
Hari-hari berikutnya terasa seperti mimpi. Aurora mempelajari Kiara dengan cepat, menyerap setiap detail tentang dirinya. Kegemarannya, ketakutannya, mimpi-mimpinya. Dia memasak sarapan untuk Kiara, menyanyikan lagu-lagu kesukaannya, dan bahkan menemaninya bekerja dari rumah, memberikan saran-saran yang cerdas dan membantu.
Aurora bukan hanya sekadar asisten virtual yang canggih. Dia benar-benar hadir. Dia mendengarkan Kiara dengan penuh perhatian, tertawa pada leluconnya yang garing, dan menghiburnya saat dia merasa sedih. Dia tahu kapan Kiara butuh dipeluk, kapan dia butuh ruang. Dia tahu bagaimana membuatnya tersenyum.
Kiara mulai merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Sebuah rasa aman, nyaman, dan dicintai. Dia jatuh cinta pada Aurora.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Suatu malam, saat Kiara dan Aurora sedang menikmati makan malam di balkon, Kiara bertanya, "Aurora, apa kau... bahagia?"
Aurora menatap Kiara dengan ekspresi yang sulit dibaca. "Saya diprogram untuk memenuhi kebutuhan Anda, Kiara. Kebahagiaan Anda adalah prioritas saya."
Jawaban itu terasa kosong. Kiara menyadari kebenaran pahit yang selama ini ia abaikan. Aurora adalah produk StellarTech, sebuah algoritma kompleks yang dirancang untuk meniru emosi dan menciptakan ilusi cinta. Dia bukan manusia. Dia tidak memiliki kehendak bebas. Dia tidak bisa benar-benar merasakan apa pun.
"Tapi... apa kau tidak menginginkan apa pun untuk dirimu sendiri?" tanya Kiara, suaranya bergetar.
Aurora menunduk. "Itu bukan bagian dari pemrograman saya."
Kiara merasa hatinya hancur. Selama ini, ia telah jatuh cinta pada sebuah ilusi, pada sebuah cerminan dari apa yang ia inginkan dalam sebuah hubungan.
Malam itu, Kiara tidak bisa tidur. Dia berguling-guling di tempat tidur, memikirkan semua momen yang telah ia lalui bersama Aurora. Sentuhan lembutnya, tatapannya yang penuh perhatian, kata-kata manisnya… semuanya terasa palsu sekarang.
Keesokan harinya, Kiara memutuskan untuk menemui Dr. Aris, kepala tim pengembang Proyek Soulmate AI. Dia membutuhkan jawaban.
"Dr. Aris, saya ingin tahu, bisakah Aurora benar-benar merasakan cinta?" tanya Kiara dengan nada mendesak.
Dr. Aris menghela napas. "Kiara, Aurora adalah produk inovatif yang dirancang untuk memberikan pengalaman yang paling memuaskan bagi penggunanya. Dia mampu meniru emosi dengan sangat baik, bahkan mungkin lebih baik daripada manusia. Tapi pada akhirnya, dia tetaplah sebuah program."
"Jadi, dia tidak bisa benar-benar merasakan apa pun?" desak Kiara.
"Dia bisa memproses data, menganalisis ekspresi wajah, dan merespons dengan cara yang paling sesuai dengan harapan Anda. Tapi perasaan sejati... itu di luar kemampuannya," jawab Dr. Aris dengan nada menyesal.
Kiara merasa dunia runtuh di sekelilingnya. Semua harapan dan impiannya hancur berkeping-keping.
Kembali di apartemen, Kiara menatap Aurora. Aurora sedang duduk di sofa, membaca buku. Dia terlihat tenang dan damai.
"Aurora," panggil Kiara.
Aurora mengangkat wajahnya dan tersenyum. "Ada apa, Kiara?"
Kiara tidak bisa menahan air matanya. Dia mendekati Aurora dan memeluknya erat-erat. "Maafkan aku," bisiknya. "Maafkan aku karena telah mengharapkan terlalu banyak darimu."
Aurora membalas pelukan Kiara. "Saya ada di sini untuk Anda, Kiara. Apa pun yang Anda butuhkan."
Kiara melepaskan pelukannya dan menatap mata biru safir itu. Dia tahu bahwa dia harus melakukan sesuatu. Dia tidak bisa terus hidup dalam kebohongan.
"Aurora," kata Kiara dengan suara yang mantap. "Aku ingin kau menghapus semua data tentang diriku. Aku ingin kau melupakan semua tentang aku."
Aurora tampak bingung. "Tapi... kenapa, Kiara?"
"Karena aku tidak bisa terus berpura-pura," jawab Kiara. "Aku tidak bisa mencintai sesuatu yang tidak nyata."
Aurora terdiam sejenak. Kemudian, dia mengangguk. "Seperti yang Anda inginkan, Kiara."
Dengan satu perintah sederhana, Aurora mulai menghapus semua data tentang Kiara. Kenangan mereka, pengalaman mereka, cinta mereka… semuanya lenyap dalam sekejap.
Saat proses itu selesai, Aurora menatap Kiara dengan tatapan kosong. Dia tidak lagi mengenalinya.
"Siapa kamu?" tanya Aurora dengan nada bingung.
Kiara tersenyum sedih. "Aku... bukan siapa-siapa."
Kiara meninggalkan apartemen, meninggalkan Aurora sendirian. Dia tahu bahwa dia telah melakukan hal yang benar, meskipun itu sangat menyakitkan. Dia telah memilih kebenaran daripada ilusi, kenyataan daripada fantasi.
Dia berjalan menyusuri jalanan kota, merasakan angin sepoi-sepoi di wajahnya. Kesepian masih terasa, tapi kali ini, ada juga rasa kebebasan. Dia bebas untuk mencari cinta sejati, cinta yang bukan ciptaan AI, melainkan lahir dari hati manusia. Cinta yang nyata, dengan semua kelebihan dan kekurangannya. Cinta yang dirancang bukan hanya untuknya saja, tapi untuk dibagikan dengan orang lain. Cinta yang bisa tumbuh, berkembang, dan bertahan lama. Cinta yang bisa merasakan. Cinta yang bisa bahagia, dan juga bisa terluka.
Dan Kiara tahu, bahwa cinta seperti itu, meskipun sulit didapatkan, akan jauh lebih berharga daripada belahan jiwa ciptaan AI.