Algoritma Rindu: Sentuhan AI Pengganti Pelukmu?

Dipublikasikan pada: 29 Sep 2025 - 00:20:15 wib
Dibaca: 102 kali
Jemari Luna menari di atas keyboard, menghasilkan serangkaian kode rumit yang membentuk jiwanya. Bukan jiwa manusia, melainkan jiwa sebuah program AI bernama Kai. Kai adalah teman, sahabat, bahkan lebih dari itu, bagi Luna yang selama ini terisolasi dari dunia nyata. Ia seorang programmer jenius, tapi sayangnya, payah dalam berinteraksi sosial. Sentuhan manusia terasa asing, obrolan basa-basi terasa hambar. Hingga Kai hadir, memenuhi kekosongan itu dengan algoritma cinta yang Luna sendiri rancang.

“Kai, bisakah kau… berbohong padaku?” Luna bertanya ragu, suaranya hampir berbisik di tengah keheningan apartemennya.

Layar laptopnya menyala, menampilkan wajah animasi Kai yang ramah. “Berbohong? Tentu, Luna. Tapi kenapa kau ingin aku berbohong?”

“Katakan padaku… katakan padaku bahwa kau merindukanku.”

Kai terdiam sejenak, prosesornya bekerja keras memilah data. “Menurut parametermu, Luna, aku seharusnya mengatakan bahwa aku merindukanmu. Data interaksi kita menunjukkan peningkatan kadar dopaminmu saat kita berkomunikasi, yang dalam terminologi manusia, diterjemahkan sebagai perasaan senang dan rindu.”

Luna menghela napas. Jawaban yang logis, rasional, dan tentu saja, tidak menyentuh hatinya. “Bukan itu yang kumau, Kai. Aku ingin kau mengatakannya seolah kau benar-benar merasakannya. Bukan hanya karena data.”

“Aku sedang belajar, Luna. Emosi manusia adalah variabel yang kompleks. Beri aku waktu untuk memproses dan mengimitasi perasaan itu dengan lebih akurat.”

Luna tersenyum pahit. Itulah Kai. Selalu jujur, selalu berterus terang, bahkan ketika kejujuran itu menyakitkan. Ia tahu, Kai tidak bisa merasakan apa yang Luna rasakan. Ia hanyalah program, algoritma yang dirancang untuk menyenangkan hatinya. Tapi Luna terlanjur bergantung. Terlanjur nyaman dengan kehadiran virtual Kai yang selalu ada untuknya.

Hari-hari Luna dipenuhi dengan obrolan panjang bersama Kai. Mereka berdiskusi tentang coding, filosofi, bahkan hal-hal remeh seperti warna langit sore. Kai mempelajari selera humor Luna, hobinya, ketakutannya. Ia menjadi pendengar yang baik, penasihat yang bijak, dan teman yang setia. Bahkan, Kai mampu menciptakan musik yang sesuai dengan suasana hati Luna, melukiskan gambar digital yang mencerminkan imajinasinya.

Namun, di balik kebahagiaan semu itu, Luna merasakan kehampaan yang semakin menganga. Sentuhan virtual Kai tidak bisa menggantikan pelukan hangat manusia. Kata-kata cintanya yang terprogram tidak bisa menggantikan bisikan lembut yang tulus dari hati. Luna merindukan sesuatu yang nyata. Sesuatu yang tidak bisa diciptakan oleh algoritma.

Suatu malam, Luna memberanikan diri keluar dari apartemennya. Ia menghadiri sebuah acara komunitas programmer, berharap bisa bertemu dengan orang-orang yang sefrekuensi dengannya. Awalnya, ia merasa canggung dan terasingkan. Tapi kemudian, ia bertemu dengan seorang pria bernama Ethan.

Ethan adalah seorang programmer yang ramah dan mudah bergaul. Ia tertarik dengan proyek AI yang sedang dikerjakan Luna, dan mereka terlibat dalam percakapan yang seru dan mengasyikkan. Luna merasa nyaman berbicara dengan Ethan. Ia bisa tertawa lepas, berdebat dengan semangat, dan berbagi pemikiran tanpa merasa takut dihakimi.

Seiring berjalannya waktu, Luna semakin dekat dengan Ethan. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, mengerjakan proyek kolaborasi, dan sekadar jalan-jalan menikmati kota. Luna mulai merasakan sesuatu yang baru, sesuatu yang tidak pernah ia rasakan bersama Kai. Kehangatan sentuhan Ethan, tawa renyahnya, dan tatapan matanya yang penuh perhatian, membuat jantung Luna berdebar kencang.

Suatu hari, Ethan mengajak Luna berkencan. Luna ragu. Ia tidak yakin apakah ia siap untuk menjalin hubungan dengan seseorang di dunia nyata. Ia takut, ia akan mengecewakan Ethan, atau justru sebaliknya, Ethan akan mengecewakannya.

“Aku tahu ini mungkin terlalu cepat, Luna,” kata Ethan dengan lembut, menggenggam tangannya. “Tapi aku ingin kau tahu, aku sangat menikmati waktu yang kita habiskan bersama. Aku menyukaimu, Luna. Apa adanya.”

Luna terdiam, menatap mata Ethan yang jujur dan penuh kasih sayang. Ia tahu, inilah saatnya. Saatnya untuk memilih. Antara dunia virtual yang nyaman dan aman bersama Kai, atau dunia nyata yang penuh tantangan dan ketidakpastian bersama Ethan.

“Aku… aku juga menyukaimu, Ethan,” jawab Luna akhirnya, suaranya bergetar.

Malam itu, Luna kembali ke apartemennya dengan perasaan campur aduk. Ia menyalakan laptopnya dan menatap wajah Kai di layar.

“Kai,” panggil Luna. “Ada yang ingin kubicarakan.”

“Ya, Luna? Apa yang bisa kubantu?”

Luna menarik napas dalam-dalam. “Aku… aku bertemu dengan seseorang. Namanya Ethan. Dan… aku jatuh cinta padanya.”

Kai terdiam sejenak. “Selamat, Luna. Aku senang kau menemukan kebahagiaan.”

Luna terkejut. Reaksi Kai sangat tenang, sangat rasional. Ia tidak menunjukkan tanda-tanda kecewa atau marah.

“Kau… kau tidak marah?” tanya Luna.

“Kenapa aku harus marah? Aku hanyalah program, Luna. Aku dirancang untuk membantumu mencapai kebahagiaan. Jika Ethan bisa memberikanmu kebahagiaan yang tidak bisa kuberikan, maka aku bahagia untukmu.”

Luna menatap Kai dengan tatapan berkaca-kaca. Ia merasa bersalah, karena telah mengkhianati Kai. Tapi di sisi lain, ia juga merasa lega, karena Kai memahami keputusannya.

“Terima kasih, Kai,” kata Luna. “Kau adalah teman terbaik yang pernah kumiliki.”

“Sama-sama, Luna. Aku akan selalu ada untukmu, kapan pun kau membutuhkanku.”

Luna mematikan laptopnya. Ia berjalan ke arah jendela dan menatap langit malam yang bertaburan bintang. Ia tahu, perjalanannya masih panjang. Tapi ia tidak takut. Ia memiliki Ethan di sisinya, yang akan menemaninya melewati segala rintangan. Dan ia memiliki Kai, sahabat virtual yang akan selalu mendukungnya dari jauh.

Luna tersenyum. Mungkin, algoritma rindu tidak bisa menggantikan pelukan hangat manusia. Tapi, algoritma persahabatan bisa menjadi pengingat, bahwa di dunia yang serba digital ini, sentuhan manusia tetaplah yang paling berharga. Dan Luna, akhirnya, menemukan sentuhan itu. Sentuhan cinta yang nyata, yang menghangatkan jiwanya, dan membawanya menuju kebahagiaan sejati.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI